1

Situasi Atlantik Utara Genting Bikin Ratusan Paus Kanan Bermigrasi?

Kabar6-Perubahan iklim berupa melelehnya beberapa gletser berukuran besar di Antartika, benar-benar mengancam semua makhluk hidup. Dan apabila hal ini terus berlanjut, akan menimbulkan kepunahan bagi beberapa spesies hewan pada 10 tahun mendatang.

Salah satunya adalah Paus Kanan Atlantik Utara, yang kini terancam punah akibat perubahan iklim dan pemanasan global. Melansir worldtodaynews, Paus Kanan Atlantik Utara yang tersisa saat ini hanya sekira 360 ekor, dan sebulan belakangan ini terlihat bermigrasi. Hal itu disebabkan oleh perairan pada Arus Teluk yang menghangat, hingga merusak rantai makanan dan memaksa paus Atlantik Utara untuk bermigrasi ke wilayah yang lebih berbahaya.

Erin Meyer-Gutbrod, asisten profesor di University of South Carolina, mengatakan bahwa perubahan iklim bisa menyebabkan pergeseran distribusi spesies di seluruh dunia. “Perubahan iklim antropogenik menyebabkan pergeseran distribusi spesies di seluruh dunia,” terang Meyer-Gutbrod.

Kisah terancamnya spesies paus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran untuk menerapkan skema manajemen yang lebih fleksibel. “Kisah paus yang tepat dapat menjadi pelajaran untuk mulai mengharapkan yang tak terduga dan menerapkan skema manajemen yang lebih fleksibel,” tambah Meyer-Gutbrod.

Bersama timnya, Meyer-Gutbrod menemukan bahwa perubahan temperatur di Arus Teluk akibat pemanasan global mendorong perairan yang lebih hangat di wilayah utara, barat ke Teluk Maine dan lepas pantai selatan ke Nova Scotia, yang menjadi tempat atau sumber makan paus Atlantik utara.

Paus Kanan memakan spesies copepoda Calanus finmarchicus pada tahap perkembangannya. Sedangkan jumlah copepoda di perairan lepas Maine dan Nova Scotia mulai berkurang sejak tahun 2010 lalu, yang bertepatan dengan pergeseran jalur Arus Teluk.

Hal ini membuat paus mulai berpindah tempat dan mulai mencari makan di Teluk St. Lawrence di sebelah utara Nova Scotia, yang tidak memiliki rencana pengelolaan untuk spesies ini pada saat itu. Di samping itu, jumlah anak paus yang baru lahir juga menurun drastis.

Berkurangnya spesies ini menjadi kerugian besar dan menghadirkan ancaman besar bagi paus Atlantik Utara sejak perburuan paus yang tidak terkendali membawa mereka ke ambang kepunahan sebelum mereka dilindungi pada 1935. ** Baca juga: Kesal Karena Dipaksa Bangun Tidur, Seorang Anak Habisi Nyawa Kedua Orangtuanya

Untuk mencegah kepunahan Paus Kanan yang sebagian besar disebabkan oleh manusia, ada hal yang bisa diterapkan mulai saat ini, yaitu mengubah jalur pelayaran ke area di mana paus jarang terlihat, melakukan perjalanan dengan kecepatan lebih lambat untuk mengurangi risiko tabrakan dengan paus hingga 90 persen, dan menggunakan tali yang lebih lemah atau alat tanpa tali untuk mencegah paus terjerat.(ilj/bbs)




Mendatang, Konon 6 Makanan & Minuman Ini Bakal Punah Akibat Pemanasan Global

Kabar6-Pemanasan global (global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.

Akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Nah, beberapa penelitian memprediksi bahwa di masa depan beberapa makanan akan mengalami penurunan produksi dan bahkan punah karena pemanasan global. Melansir wowmenariknya, berikut enam makanan dan minuman yang kabarnya bakal punah akibat pemanasan global:

1. Cokelat
Cokelat di masa mendatang diprediksi akan berkurang produksinya. Secara tidak langsung, suhu panas yang tinggi memang tidak mempengaruhi pohon kako, tapi pohon kakao membutuhkan curah hujan dan kelembapan yang tinggi.

Cuaca ekstrem diperkirakan tidak akan disertai hujan lebat yang akan berpengaruh buruk terhadap produksi kakao. Jika kakao berkurang, otomatis produk cokelat pun akan berkurang. Akibatnya, mendatang cokelat akan jarang ditemukan.

2. Teh
Para ilmuwan mengatakan kalau sektor teh akan terkena dampaknya dari perubahan iklim. Suhu yang panas akan membuat pertumbuhan teh terganggu. Akibatnya, daun teh tidak layak untuk diekstrak jadi bubuk teh.

3. Madu
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pengurangan produksi madu. Salah satunya karena pemanasan global. Sebuah studi menemukan, peningkatan kadar CO2 dapat mengurangi protein dalam serbuk sari, sumber makanan utama lebah. Akibatnya, lebah akan kekurangan protein hingga mati dan tidak bisa lagi memproduksi madu.

4. Nasi
Menurut para ahli produksi, padi di masa depan akan berkurang sebanyak 20-40 persen. Namun ada masalah lain yang lebih serius, kandungan gizi dalam beras akan berkurang yang disebabkan meningkatnya karbon dioksida pada atmosfer. Ini bisa membuat beras jadi beracun untuk dimakan.

5. Kopi
Pada 2050 mendatang, lahan yang digunakan untuk menanam kopi akan mengalami penurunan sampai 50 persen. Karena hal ini, kopi akan sulit ditemukan, dan jika pun ada harganya bisa sangat mahal. Kualitasnya juga tidak akan sebagus kopi dulu. ** Baca juga: Hiiā€¦Petani Asal India Ini Temukan Buaya Hamil Sepanjang 2,4 Meter di Kolong Tempat Tidurnya

6. Gandum
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kansas State University, prediksi produk gandum global bisa berkurang sampai seperempat dalam beberapa puluh tahun ke depan. Hal itu disebabkan kenaikan suhu yang dapat menghambat pertumbuhan gandum.

Wah, semoga saja hal ini tidak benar-benar terjadi, ya.(ilj/bbs)




Akibat Pemanasan Global Sejumlah Tempat Bersejarah di Dunia Terancam Lenyap

Kabar6-Pemanasan global (global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect), yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC, sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer Bumi.

Suhu memanas dan mencairnya dataran es rentan menyebabkan naiknya permukaan air. Kondisi ini memicu peningkatan risiko tenggelamnya kawasan pesisir pantai, baik karena banjir, badai, ataupun erosi.

Nah, Oktober lalu jurnal Nature merilis laporan mengenai sejumlah situs bersejarah dalam daftar UNESCO World Heritage yang berisiko mengalami kerusakan akibat naiknya permukaan air. Apa saja tempat bersejarah dalam daftar UNESCO World Heritage yang terancam hancur akibat naiknya permukaan air sebagai dampak dari pemanasan global? Melansir berbagai sumber, ini lima tempat yang dimaksud:

1. Patung Liberty, AS
Pada 2012, badai Sandy menerjang AS yang menyebabkan sebagian kawasan Pulau Liberty dan Ellis terendam air. Kerugian akibat bencana alam ini mencapai sekira Rp1,1 triliun. Apabila pemanasan global terus terjadi, patung yang menjadi simbol negeri Paman Sam ini terancam lenyap.

2. Venezia, Italia
Kota Venezia terkenal akan wisata airnya. Namun banjir besar kerap terjadi di lokasi ini dan merendam sebagian kota Venezia hingga setinggi pinggang orang dewasa. Meskipun pemerintah setempat telah memasang penghalang air untuk mencegah banjir dan badai masuk ke kawasan Venezia, para ilmuwan memprediksi metode ini tidak akan ampuh melawan banjir besar yang akan terjadi 80 tahun dari sekarang.

3. Hagia Sophia, Turki
Hagia Sophia menjadi simbol sejarah kota Istanbul, Turki, selama ribuan tahun. Namun permukaan tanah kota Istanbul yang rendah kabarnya akan mengalami kenaikan permukaan air hingga 60 cm pada 2100 mendatang. Artinya, bangunan bersejarah yang dibangun pada 537 itu terancam tenggelam.

4. Neolithic Orkney, Skotlandia
Berupa jajaran monumen batu yang didirikan di pesisir Skotlandia, yang konon usianya lebih tua dari Stonehenge dan piramida di Mesir. Di sekitarnya terdapat beberapa rumah batu dan pemakaman Viking yang berusia 5.000 tahun. Letaknya yang berada di tepi laut membuat Neolithic Orkney terancam hilang separuhnya akibat erosi di area pantai dan tebing.

5. Tel Aviv, Israel
Desain bangunan yang khas bergaya Bauhaus dan didominasi warna putih, membuat area ini dijuluki ‘White City’, yang tidak hanya menjadi lokasi tempat tinggal warga setempat, tetapi juga menjadi bukti sejarah di masa lampau. Sayangnya, pemanasan global membuat kota ini berisiko tinggi mengalami kerusakan akibat erosi di kawasan pantai. ** Baca juga: Sebuah Supermarket Dituntut Seorang Pembeli Karena Uang Kembalian Kurang 0,04 Yuan

Fakta yang sungguh menyedihkan.(ilj/bbs)




Pada 2030 Bumi Akan Masuki Zaman Es Mini?

Kabar6-Para ilmuwan memberikan peringatan, dalam sedikit lebih dari satu dekade ke depan, Bumi bisa berada dalam ‘zaman es mini’. Suhu akan mulai turun pada 2021, menurut model matematis dari energi magnetik Matahari.

Kondisi ini akan menyebabkan sebuah fenomena yang dikenal sebagai ‘Minimum Maunder’, yang sebelumnya telah dikenal sebagai zaman es mini, terjadi antara tahun 1646 dan 1715. Bahkan, menyebabkan Sungai Thames London membeku.

Studi tersebut, seperti dilansir Dailymail, mengungkapkan bahwa antara 2020 dan 2030 siklus matahari akan membuat zaman es kembali muncul. Model siklus matahari ini menghasilkan prediksi akurat, tentang penyimpangan yang tak terduga dalam ‘detak jantung’ 11 tahun matahari.

Ini menarik efek dinamo di dua lapisan matahari, satu di dekat permukaan dan satu berada jauh di dalam zona konveksinya. Penelitian yang dipimpin oleh profesor matematika, Valentina Zharkova, di Universitas Northumbria mengembangkan penelitian sebelumnya, yang memprediksi gelombang magnetik yang dihasilkan oleh matahari.

Namun Zharkova telah memperingatkan modelnya tidak bisa dijadikan bukti zaman es mini terjadi karena pemanasan global. “Saya harap pemanasan global akan ditimpa oleh efek ini, memberi manusia dan bumi 30 tahun untuk memilah polusi,” katanya.

Selama siklus 26 tahunan yang mencakup dekade ini dari tahun 2030-2040, kedua gelombang akan menjadi tidak sinkron. Dan ini akan menyebabkan penurunan aktivitas matahari yang signifikan.

Prediksi dari model tersebut menunjukkan, bahwa aktivitas matahari akan turun 60 persen selama tahun 2030-an. Hingga kondisi yang terakhir terlihat adalah ‘zaman es mini’, yang dimulai pada 1645.

Dr Zharkova menerbitkan penelitian sebelumnya tentang fenomena ini, pada 2015. Ini adalah 172 tahun sejak seorang ilmuwan pertama kali melihat, bahwa aktivitas matahari bervariasi selama satu siklus, yang berlangsung sekira 10-12 tahun. Tapi setiap siklus sedikit berbeda, dan tidak satu pun model benar-benar menjelaskan fluktuasi. ** Baca juga: Terlalu Sempurna, Foto SIM Lily Jadi Viral

Banyak fisikawan telah menempatkan penyebab siklus matahari turun, di antaranya konveksi cairan jauh di dalam matahari. Apakah Bumi akan kembali ke zaman es mini? Hanya waktu yang bisa menjawab.(ilj/bbs)