1

Seorang Peserta Seleksi Anggota Kompolnas Minta Klarifikasi Pansel soal Adanya Peralihan Status

Kabar6.com

Kabar6-Andi Syafrani, salah seorang peserta seleksi calon anggota Kompolnas Periode 2024-2028, dengan nomor peserta TM-109, meminta klarifikasi kepada Panitia Seleksi Calon Anggota Kompolnas Periode 2024-2028 tentang hasil akhir calon anggota Kompolnas.

Pengumuman tersebut diumumkan oleh Panita Seleksi pada tanggal 17 September 2024, khususnya terkait status salah satu peserta yang dinyatakan lolos dalam 6 besar mewakili unsur Tokoh Masyarakat, yakni atas nama Prof. Dr. Deni S.B. Yuherawan, SH., M.Si.

“Bahwa berdasarkan pengumuman-pengumuman yang disampaikan Panitia Seleksi sebelumnya, nama Prof. Dr. Deni S.B. Yuherawan, SH., M.Si. diklasifikasikan dalam peserta unsur Pakar Kepolisian (PK) dengan kode nomor peserta PK-63,” ujar Andi dalam keterangan tertulisnya kepada kabar6, Jum’at (27/9/2024).

**Baca Juga: Saka BNN Dilantik, Komitmen Perangi dan Berantas Narkoba di Kota Tangerang

Ia mengatakan bahwa sejak awal pendaftaran, seluruh peserta sudah dikelompokkan dalam dua kategori, yakni Tokoh Masyarakat dan Pakar Kepolisian. Kemudian, Pansel memberikan kode penomoran peserta dengan kode inisial dari dua unsur ini yakni PK dan TM.

Bahwa perekrutan calon anggota Kompolnas sesuai aturan terdiri dari 2 unsur tersebut, sejak dari awal hingga akhir nanti dipilih oleh Presiden. Bahwa dalam pengumuman akhir 12 nama calon yang lolos seleksi yang diumumkan Pansel, nama Prof. Dr. Deni S.B. Yuherawan, SH., M.Si. yang asalnya dari jalur Pakar Kepolisian (PK) dengan kode nomor PK-63, diumumkan lolos oleh Pansel dalam kategori unsur Tokoh Masyarakat.

“Berdasarkan fakta tersebut, saya meminta klarifikasi kepada Pansel tentang peralihan status Prof. Dr. Deni S.B. Yuherawan, SH., M.Si. dari unsur Pakar Kepolisian menjadi unsur Tokoh Masyarakat,” katanya.

“Peralihan status ini sangat berdampak terhadap kuota atau hak dari para peserta lainnya yang mewakili unsur Tokoh Masyarakat. Selain itu, karena klasifikasi dua unsur ini bersifat kategori imperatif yang diatur dalam peraturan, maka penetapan posisi peserta dalam salah satu unsur bersifat tetap sejak awal hingga akhir,” sambungnya.

Ia menyampaikan bahwa adanya persoalan administrasi ini dapat berpotensi membuat keputusan Pansel cacat hukum atau dapat dibatalkan secara hukum. Untuk itu, saya meminta kepada Pansel untuk: Memberikan klarifikasi secara terbuka terkait hal ini. Lalu, menarik surat hasil akhir ini yang disampaikan kepada presiden melalui Menkopolhukam. (Oke)




Menkopolhukam Sebut Permasalahan Polri dan Kejagung sedang Didalami

Kabar6-Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto mengatakan isu simpang-siur berita terkait permasalahan yang terjadi di antara Polri dan Kejaksaan Agung sedang didalami.

Namun Marsekal TNI (Purn) itu memastikan kedua institusi tersebut terus menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

“Dengan isu yang tadi disampaikan bahwa saat ini terus dilakukan pendalaman, dilakukan penyelidikan apa yang terjadi yang sebetulnya,” kata Hadi ditemui usai hadiri Rakernis Baintelkam Polri di Jakarta, dilansir Antara, Selasa (28/5/2024).

Hadi mengatakan saat ini kedua pimpinan institusi penegak hukum tersebut saling menjaga muruwah masing-masing dengan saling menguatkan satu sama lainnya.

“Dan kedua pimpinan yang terus menjaga muruwah masing-masing dan tetap saling menguatkan saling mengisi antara kedua Institusi tersebut karena tugasnya adalah criminal justice system itu tetap harus terjaga,” papar Hadi.

Mantan Panglima TNI itu juga memastikan kedua lembaga penegak hukum tersebut masih menjalankan fungsinya masing-masing dan situasi aman terkendali.

“Bahwa kedua pimpinan Institusi sampai sekarang itu masih terus menjalankan fungsinya masing-masing dan situasinya juga aman terkendali komunikasi juga baik,” katanya.

**Baca Juga:Menko Polhukam Bakal Bicara dengan Jaksa Agung-Kapolri soal Jampidsus Dikuntit

Hal ini merujuk pada jabatan tangan yang diperlihatkan oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Istana Merdeka, Senin (27/5).

Hadi menyebut dirinya secara khusus sudah berbicara dengan Kapolri dan Jaksa Agung.

“Saya pun suda berbicara dengan kedua pimpinan ini dan (meminta) tetap fokus pada pelaksanaan tugas sesuai dengan tugasnya masing-masing dan juga kemarin, lihat pada waktu acara SPBE sistem pemerintahan berbasis elektronik yang dipimpin oleh Bapak Presiden di istana, saya lihat keduanya sudah kelihatannya ngadep Bapak Presiden tapi yang bicara kan saya enggak tau dari jauh saja,” katanya.

Hadi menekankan, pendalaman diperlukan agar muruwah kedua institusi tersebut tetap terjaga dalam menuntaskan permasalahan kriminal.

“Sehingga pendalaman ini terus kami lakukan karena muruwahnya ini sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kriminal,” kata Hadi.

Hadi pun berharap dari pendalaman yang dilakukan permasalahan antara Polri dan Kejaksaan Agung bisa diselesaikan.

“Mudah-mudahan kedepan ini semuanya harus berjalan dengan baik. Kita lihat nanti hasil pendalamannya dan saya yakin deh lihat Pak Kapolri, Pak Jaksa Agung juga ke sana-sini juga bersama dengan saya juga,” katanya.

“Saya kira permasalahan-permasalahan itu bisa diselesaikan namun saat ini masih dalam penyidikan pendalaman,” kata Hadi.

Kabar Jampidsus dikuntit sejumlah anggota Detasemen Khusus Anti-Teror Polri (Densus 88) di sebuah restoran di Jakarta Selatan, Jumat (24/5) pekan lalu menjadi sorotan publik. Namun sampai hari ini, Kapolri dan Jaksa Agung belum buka suara menjelaskan peristiwa tersebut.

Walaupun demikian, keduanya saat terlihat di Istana Negara menghadiri peluncuran Government Technology atau ‘GovTech’ pada acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 juga tak menjawab pertanyaan wartawan mengenai kabar penguntitan itu.

Jaksa Agung dan Kapolri justru terlihat akrab saat berjabat tangan, dan berfoto bersama saat menghadiri acara di Istana Negara itu Senin pagi.

 




Menkopolhukam Ngomong Begini Soal Dugaan Presiden Intervensi KPK

kabar6.com

Kabar6-Ramai pernyataan Agus Rahadrjo, mantan Ketua KPK periode 2015-2019 yang dimarahi Presiden Jokowi, lantaran dia menangani kasus korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto ditanggapi Menkopolhukam, Mahfud MD.

Menurutnya, penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi tidak bisa di intervensi oleh siapapun, karena dia harus berdiri secara independen.

“Tentu itu tidak boleh. Lembaga penegak hukum itu tentu tidak boleh di intervensi oleh siapapun,” ujar Mahfud MD, kepada awak media, di Kabupaten Pandeglang, Banten, Jumat, (01/12/2023).

**Baca Juga: Porsche Milik Makelar Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo Disita Kejagung

Mahfud MD mengaku tidak tahu kebenaran ucapan Agus Rahardjo. Dimana, dia menetapkan Setnov sebagai tersangka korupsi e-KTP pada 17 Juli 2017. Saat itu, Setnov menjabat sebagai Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum (Ketum) Golkar, salah satu parpol pendukung pemerintahan.

“Apakah itu benar atau tidak, bahwa presiden mengintervensi Pak Agus, itu Pak Agus yang tahu, kalau kita tidak ada yang tahu dan baru dengar sekarang,” terangnya.

Mahfud berjanji akan memperkuat KPK dan lembaga penegakan hukum lainnya, jika dia bersama Ganjar Pranowo terpilih memimpin Indonesia. Selain itu, negara juga akan memberi dana yang cukup untuk penegakkan hukum, sehingga penegak hukum bisa bekerja secara profesional.

Namun dia bersama Ganjar belum sampai membahas untuk merevisi undang-undang KPK, untuk kembali memperkuat lembaga anti rasuah itu.

“Pemerintah yang kedepan harus memastikan bahwa lembaga penegakkan hukum di bidang pemberantasan korupsi benar-benat diberi independensi dan disediakan dana yang cukup dari negara serta di kawal. Agar mereka ini benar-benar profesional,” ujarnya.

Cawapres nomor urut tiga yang jadi salah satu pilihan rakyat Indonesia di Pilpres pada 14 Februari 2024 itu, menyerahkan semuanya ke masyarakat. Apakah akan mempercayainya atau tidak. Lantaran dirinya tidak mengetahui secara pasti kejadian tersebut.

Kala itu, Agus Rahardjo sebagai pimpinan KPK dipanggil sendiri. Masuk ke ruangan untuk presiden pun melalui jalur masjid. Sedangkan dalam pertemuan itu hanya ada dia, Presiden, serta Pratikno selalu Menteri Sekretaris Negara.

“Dan pengakuan dia juga tidak diketahui orang lain, dan terpaksa bilang. Biar masyarakat menilai bagaimana, tapi memang kita tidak boleh mengintervensi penegakkan hukum,” jelasnya.(Dhi)