1

Uni Eropa Tidak Fair dan Langgar Hukum

Oleh: Hikmahanto Juwana
Guru Besar Hukum Internasional UI
Rektor Universitas Jenderal A. Yani

Kabar-Komisi Uni Eropa telah meluncurkan konsultasi tentang kemungkinan penggunaan Peraturan Penegakan atau Enforcement Regulation terkait banding Indonesia terkait perkara nikel dalam penyelesaian sengketa di Dispute Settlement Body (DSB), WTO.

Dikutip dari situs resminya, Kamis (13/7/2023) kemarin, Peraturan Penegakan Uni Eropa memungkinkan Uni Eropa untuk menegakkan kewajiban internasional yang telah disetujui oleh sesama anggota WTO.

Tindakan Uni Eropa merupakan tindakan tidak fair dan melanggar hukum mengingat putusan DSB belum berkekuatan hukum tetap.

Artinya Indonesia belum dinyatakan kalah oleh DSB mengingat Indonesia sedang mengajukan banding ke Appellate Review, DSB.

Tindakan Uni Eropa ini tidak sesuai dengan Annex 2 dari WTO Agreement yang mengatur hukum acara di DSB. Uni Eropa harusnya menunggu sampai ada putusan Appellate Review yang kemudian putusan tersebut ditetapkan oleh DSB.

**Baca Juga: Peluang Partai Gelora Lolos ke Senayan Terbuka Lebar, Ini Penjelasannya!

Disini terlihat arogan negara-negara Eropa saat kepentingan nasional mereka terancam. Padah negara-negara Eropa yang selalu memberi ceramah kepada banyak negara-negara Asia dan Afrika untuk mematuhi hukum, khususnya hukum internasional.

Ternyata Uni Eropa telah mengembalikan peradaban manusia kembali ke hukum rimba: siapa yang kuat dia yang menang.

Bagi Indonesia tidak ada kata lain selain ‘lawan’ kesemena-menaan Uni Eropa dengan menghentikan segala negosiasi perjanjian perdagangan internasional.

Indonesia harus menyuarakan ketidak-adilan yang ditunjukkan oleh Uni Eropa. Ini merupakan catatan kelam Uni Eropa dalam berhukum. Kepentingan negara telah mengalahkan keberadaan hukum.(*/Red)




Pengamat Hukum : Pelanggaran Hukum, Pasutri di Cikupa Kena Peluru

Kabar6-Sebuah insiden kontroversial terjadi di Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang pada Selasa (4/7). Seorang pengamat hukum, dosen dari Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ferry Fathurokhman, menyatakan adanya dugaan pelanggaran hukum oleh petugas kepolisian terkait peristiwa tersebut.

Menurut Fathurokhman, insiden tersebut melibatkan pasangan suami istri (pasutri) yang tidak sengaja terkena pantulan proyektil dari tembakan anggota polisi setempat. Ia menyebutkan bahwa dugaan pelanggaran tersebut melibatkan aspek hukum pidana dan etika profesi dalam penggunaan senjata api.

“Dalam peristiwa ini, terdapat dua dugaan pelanggaran, yaitu dalam konteks hukum pidana dan etika profesi,” ungkap Fathurokhman saat diwawancarai oleh awak media pada Jumat (7/7/2023).

Fathurokhman menjelaskan bahwa dari segi hukum pidana, insiden tersebut dapat dianggap sebagai kelalaian atau kealpaan dalam penggunaan senjata api yang mengakibatkan luka pada seseorang, termasuk kasus peluru nyasar. Dalam hukum pidana, tindakan kelalaian atau kealpaan sering disebut sebagai culpa, yang merupakan jenis kesalahan yang tidak disengaja namun tidak seberat kesengajaan.

“Kelalaian yang mengakibatkan luka diatur dalam Pasal 360 ayat (2) KUHP, dengan ancaman pidana penjara selama 9 bulan atau pidana kurungan selama 6 bulan. Jika luka yang ditimbulkan bersifat berat, ancaman pidana penjara dapat mencapai 5 tahun,” terang Fathurokhman.

**Baca Juga: Polresta Tangerang Tanggung Pengobatan Pasutri Korban Peluru Nyasar

Selain pelanggaran hukum pidana, Fathurokhman juga menyoroti adanya pelanggaran etika profesi dalam insiden tersebut. Ia mengacu pada Pasal 8 kode etik yang menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus menghormati segala aturan profesi, serta mencegah dan menentang dengan tegas setiap pelanggaran.

Namun, Fathurokhman menekankan bahwa aparat penegak hukum seharusnya melaksanakan tindakan mereka dengan kecermatan dan penuh pertimbangan.

“Kedua, dari segi etika profesi, tindakan aparat penegak hukum harus dilakukan dengan hati-hati dan terukur,” jelasnya.

Fathurokhman menyarankan agar pihak kepolisian setempat melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan menguji balistik proyektil yang mengenai pasutri tersebut. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa peluru yang mengenai warga sipil benar-benar berasal dari senjata yang digunakan oleh polisi.

“Perlu dilakukan uji balistik untuk memastikan bahwa peluru yang mengenai pasutri berasal dari senjata polisi,” tandas Fathurokhman.

Insiden tersebut melibatkan pasangan suami istri asal Kabupaten Tangerang, Banten, yang menjadi korban pantulan proyektil dari tembakan anggota polisi setempat. Kejadian ini terjadi di Jalan Raya Serang, KM 22, Desa Cibadak, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, pada Selasa (4/7/2023) sekitar pukul 14.00 WIB.(Rez)