1

Launching Blue Print Transformasi Penuntutan, Jaksa Agung: Peran Kejaksaan Semakin Kuat dalam KUHP Nasional

Kabar6-Launching Blue Print “Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045” dibahas dalam Dialog Publik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kamis (1/8/2024).

Acara yang digelar di The Westin Jakarta, kolaborasj Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

Jaksa Agung ST Burhanuddin hadir untuk membuka acara sekaligus menyampaikan Keynote Speech-nya yang berjudul “Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam KUHP Nasional”.

Jaksa Agung menyampaikan kegiatan ini merupakan bentuk keseriusan Kejaksaan dalam menyongsong pemberlakuan KUHP Nasional, dalam konteks optimalisasi peran Jaksa dalam KUHP Nasional yang akan diimplementasikan dalam RPP tentang Pelaksanaan KUHP Nasional ke depan.

**Baca Juga: Presiden Terpilih Prabowo Subianto Diyakini akan Memimpin Langsung Negosiasi dan Diplomasi Kemerdekaan Palestina

Dalam hal sistem penegakan hukum single prosecution system, Jaksa akan menjadi pengendali proses penuntutan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi. Dengan demikian tugas, fungsi dan kewenangan Kejaksaan RI akan lebih diperkuat. Sedangkan, posisi Kejaksaan RI sebagai advocaat generaal artinya Kejaksaan RI adalah penasihat hukum tertinggi bagi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kejaksaan RI bertanggung jawab untuk memberikan pendapat hukum yang independen mengenai kasus-kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung RI.

“Banyaknya kewenangan baru bagi aparat penegak hukum khususnya Jaksa dalam mengimplementasikan KUHP Nasional juga perlu mendapat perhatian, terlebih sebagai pemegang asas dominus litis tentunya akan memiliki peranan besar dalam menentukan arah penegakan hukum,” ujar Jaksa Agung.dalam keterangan tertulis yang disampaikan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.

Jaksa Agung mengungkapkan bahwa Blue Print Transformasi Penuntutan yang telah dirumuskan itu merupakan salah satu bentuk persiapan dan kesiapan jajaran Bidang Pidana Umum dalam menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045.

Salah satu agenda dalam draf rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 Menuju Indonesia Emas 2045 adalah reformasi hukum dan supremasi hukum untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan.

Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, Jaksa Agung berpesan agar setiap proses penegakan hukum harus menyasar pada terwujudnya supremasi hukum nasional yang berkeadilan, berkepastian hukum, dan bermanfaat yang berdasarkan Hak Asasi Manusia.

“Penegakan supremasi hukum tersebut dapat diawali melalui tataran kebijakan, salah satunya dengan penerapan kebijakan percepatan pembaruan substansi hukum peninggalan kolonial, yang saat ini kita perjuangkan dengan telah diterbitkannya KUHP Nasional untuk kemudian melahirkan tanggung jawab berikutnya dan menyusun aturan-aturan pelaksananya sebagai penopang pembaruan substansi hukumnya,” imbuh Jaksa Agung.

Dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045, Kejaksaan telah menjadi bagian agenda pembangunan pemerintah dalam upaya transformatif super prioritas atau game changers pembangunan nasional 2045. Menurut Jaksa Agung, transformasi sistem penuntutan menuju single prosecution system dan transformasi lembaga Kejaksaan RI sebagai advocaat generaal adalah landasan transformasi yang sangat penting dan diprioritaskan demi kesuksesan Transformasi Indonesia 2045.

Untuk menjaga marwah dominus litis, Jaksa Agung mendorong jajaran Kejaksaan untuk mengawal proses pembahasan dan penyusunan RPP tentang Pelaksanaan KUHP Nasional ini. Terdapat setidaknya beberapa poin yang harus disikapi oleh Kejaksaan dalam proses penyusunan RPP tentang Pelaksanaan KUHP ini sebagai berikut:

Pertama, ketentuan Pasal 2 Ayat (3) KUHP Nasional mengatur mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kejaksaan harus mengawal pembuatan RPP tersebut agar dalam hukum materiilnya benar-benar memberikan peran bagi masyarakat hukum adat untuk melaksanakan norma hukum adat sebagai penyelesaian konflik di masyarakat itu sendiri dan sebagai bentuk perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Kedua, ketentuan Pasal 54 KUHP Nasional yang mengatur konsep dari asas Rechterilijke Pardon atau pemaafan hakim dalam tindak pidana.

Dalam perkembangannya pemerintah sedang menyusun RPP tentang penyelesaian perkara berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Kejaksaan berperan penting untuk mendorong pendekatan keadilan restoratif dapat diimplementasikan dalam satu kesatuan proses peradilan pidana sehingga terwujudnya keharmonisan peraturan pada masing-masing institusi penegak hukum.

Ketiga, ketentuan Pasal 69 ayat (2) KUHP Nasional, mengatur mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun diatur dalam Peraturan Pemerintah, apabila mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi, maka perubahan tersebut menjadi domain Presiden dalam memberikan Grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Kejaksaan dalam hal ini perlu untuk terlibat sebagai proses pemberian pertimbangan Grasi mengingat peran Penuntut Umum sebagai pelaksana putusan pengadilan;

Keempat, ketentuan Pasal 76 Ayat (6) KUHP Nasional, mengatur bahwa Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan;

Kelima, ketentuan Pasal 110 Ayat (3) KUHP Nasional, mengatur bahwa Jaksa diberikan kewenangan menghentikan perawatan di rumah sakit jiwa untuk diusulkan kepada hakim dan tata caranya akan diatur dalam PP;

Keenam, ketentuan Pasal 111 KUHP Nasional, mengatur tata cara pidana dan tindakan akan diatur dalam peraturan pemerintah. Tindakan sendiri dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa konseling, rehabilitasi, pelatihan kerja, perawatan di lembaga dan perbaikan akibat tindak pidana;

Ketujuh, ketentuan Pasal 124 KUHP menyebutkan bahwa dalam Pasal 118 s.d Pasal 123 KUHP akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dimana pasal-pasal tersebut mengatur mengenai pidana dan tindakan bagi korporasi, untuk itu peran Kejaksaan mendorong agar pembuatan PP tersebut diperlukan pola pemidanaan terhadap korporasi dapat sesuai dengan prinsip-prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi maupun selaras dengan tujuan pemidanaan itu sendiri.

Jaksa Agung mengajak seluruh stakeholder untuk saling bersinergi, bekerja sama, dan berkolaborasi dalam hal peningkatan keilmuan. Salah satunya untuk menyamakan persepsi khususnya tentang kedudukan Jaksa pada rencana peraturan pemerintah terkait pelaksanaan KUHP Nasional baru serta arah penegakan hukum ke depannya menuju Indonesia Emas 2045.

“Semoga dengan adanya forum diskusi ini nantinya dapat mendorong Kejaksaan dan stakeholders pada kementerian/lembaga beserta para Akademisi dapat mempersamakan pemikiran dan perspektif tentang arah kebijakan supremasi hukum khususnya yang berhubungan dengan peran Kejaksaan,” pungkas Jaksa Agung.

Turut hadir dalam acara ini yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna Laoly, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Ketua Komisi Kejaksaan RI Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Yudisial RI Amzulian Rifai, Akademisi Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Prof. Indriyanto Seno Adji, Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono, Para Jaksa Agung Muda, Para Kepala Badan, Para Staf Ahli Jaksa Agung, Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Kejaksaan Agung, Para Kepala Kejaksaan Tinggi yang mengikuti secara daring dan luring, Para Dekan Fakultas Hukum beserta Para Pengajar dan Mahasiswa. (Red)




Jaksa Agung Perintahkan Jaksa Kuasai KUHP Baru di Masa Transisi

Arahan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan

Kabar6-Dalam masa peralihan KUHP baru yang akan berlaku 3 tahun setelah disahkan, Jaksa Agung ST Burhanuddin perintahkan jajarannya  segera mempelajari, memahami dan menguasai semua materi yang diatur dalam KUHP baru tersebut. Diharapkan pada saat pemberlakuannya tahun 2025, penerapan pasal-pasal dapat lebih efektif, sehingga dapat menciptakan kepastian dan kemanfaatan hukum.

“Di masa peralihan KUHP yang akan berlaku 3 tahun setelah disahkan, saya perintahkan segenap jajaran untuk segera mempelajari, memahami dan menguasai semua materi yang diatur dalam KUHP baru tersebut melalui sosialisasi dan pelatihan internal,” kata Burhanuddin saat kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Selasa (20/12/2022).

Hadir mendampingi Jaksa Agung antara lain Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Kepala Biro Umum, Kepala Biro Kepegawaian, Kepala Pusat Penerangan Hukum, Asisten Umum Jaksa Agung, dan Asisten Khusus Jaksa Agung.

Lanjut Burhanuddin, KUHP baru merupakan produk hukum pidana hasil karya anak bangsa yang berdasar pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga terlepas dari belenggu budaya kolonial.

“Penegakan hukum pidana di Indonesia sangat membutuhkan pembaharuan yang disesuaikan dengan sistem pemidanaan modern yang lebih humanis dengan mengusung nilai keadilan korektif, keadilan rehabilitatif dan keadilan restoratif, sebagai respon terhadap asas legalitas yang selama ini diterapkan secara kaku,” ujar Jaksa Agung.

KUHP yang baru disahkan menurut Burhanuddin, mengatur beberapa pembaharuan antara lain alternatif sanksi pidana selain pidana penjara, tujuan dan pedoman pemidanaan, pergeseran paradigma dalam pidana dan pemidanaan yang lebih humanis dan bermartabat.

**Baca Juga: Saksi Korupsi Ekspor Daging Sapi Diperiksa JAM PIDSUS Kejagung

“KUHP yang baru tidak akan hanya berdampak pada lingkup bidang pidana umum saja, melainkan bidang hukum lain seperti pidana militer dan pidana khusus, karena dalam KUHP yang baru tersebut juga mengkodifikasikan beberapa tindak pidana militer serta pidana khusus” ungkap Burhanuddin.

Setelah disahkannya KUHP oleh DPR RI pada 6 Desember 2022 lalu, Kejaksaan sesuai dengan tugas dan fungsinya melalui Bidang Intelijen yang berkolaborasi dengan Bidang Tindak Pidana Umum, dapat ikut melakukan sosialisasi pemberlakuan KUHP dalam program penyuluhan hukum maupun penerangan hukum, guna memberikan penjelasan mengenai pasal-pasal yang masih kontroversial di dalam masyarakat untuk meluruskan persepsi masyarakat.

“Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara akan siap melakukan pendampingan hukum jika KUHP atau pasal-pasal yang ada dalam KUHP baru tersebut diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya. (Red)




Jaksa Agung Minta Aparat Penegak Hukum Persiapkan Diri dalam Pelaksanaan KUHP Baru

Kabar6

Kabar6.com-Komisi III DPR Republik Indonesia dan Pemerintah telah resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk disetujui menjadi undang-undang, dan diundangkan pada tahun 2025. Dalam masa transisi selama 3 tahun tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin menekankan kepada seluruh Jaksa khususnya para Jaksa baru untuk senantiasa aktif mempelajari pasal demi pasal di dalamnya.

Demikian disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam acara Penutupan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang II Tahun 2022, Rabu (14/12/2022) di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.

“Pastikan saudara memahami betul setiap delik dan unsur pasal yang terkandung, sehingga saudara dapat menerapkannya dengan tepat pada saat KUHP tersebut diberlakukan,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung mengingatkan, dalam rangka pelaksanaan KUHP, perlu dilakukan internalisasi di satuan kerja Kejaksaan dengan lebih banyak melakukan dinamika kelompok dengan mendatangkan ahli akademisi dan praktisi, sehingga ada keseragaman dan kesamaan mindset dalam pelaksanaan KUHP ke depannya.

Di samping kemampuan kognitif yang terus diasah, Jaksa Agung juga berpesan bahwa para jaksa juga harus melatih sensitivitas diri sebagai seorang penegak hukum. Sensitivitas diri merupakan kunci bagi seorang Jaksa untuk menghadirkan penegakan hukum yang humanis.

**Baca Juga: Demonstrasi Menolak Pengesahan KUHP di Kota Serang, Satlantas Polresta Serkot Siaga

“Kelak akan saudara temui berbagai perkara yang bersinggungan dengan masyarakat kecil dengan tingkat ketercelaan yang tidak seberapa. Untuk itu, selalu kedepankan nurani saudara dalam menangani permasalahan tersebut. Ingat pesan saya! Seorang Jaksa selain harus memiliki ketajaman berpikir, juga dituntut untuk memiliki rasa kesusilaan yang halus,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung menyampaikan apabila mampu menyatukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan terwujud keseragaman pola pikir, kapasitas, serta kualitas yang baik untuk menjadi sosok Jaksa yang ideal. (Red)