1

Dirjen HAM Kemenkumham: KUHP Baru Atur Tegas Kohabitasi-Perzinahan

Kabar6-Direktur Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra, mengungkapkan bahwa Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) baru mengatur lebih tegas lagi mengenai kohabitasi/perselingkuhan dan perzinahan.

“Bagi pasangan yang belum menikah perlu memahami bahwa dalam KUHP baru, kohabitasi juga memiliki konsekuensi hukum,” kata Dhahana saat menyoroti maraknya kasus perselingkuhan yang ramai di media sosial, dalam keterangan yang diterima di Bandung, dilansir Antara  Senin malam (29/7/2024).

**Baca Juga:Cerita Orangtua Anaknya Korban Bullying di Kota Serang

Dhahana menjelaskan bahwa kohabitasi dalam KUHP yang baru, didefinisikan sebagai hidup bersama selayaknya suami istri di luar pernikahan, yang artinya ini juga mencakup pasangan yang tinggal bersama dan berperilaku seperti suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah menurut hukum.

Sementara itu, perzinahan dalam KUHP baru, sama seperti KUHP lama tetap dipandang sebagai suatu tindak pidana, dengan merujuk pada pasal 411 dalam KUHP yang baru, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya akan dikenai pidana perzinahan.

“Pasal ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan norma kesusilaan dalam masyarakat,” ujar Dhahana.

Kendati demikian, Dhahana menerangkan bahwa baik kohabitasi maupun perzinahan merupakan delik aduan terbatas. Dengan begitu, tindakan kohabitasi dan perzinahan sebagaimana diatur dalam pasal 411 dan pasal 412 hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

“Pengaduan harus berasal dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut, tanpa adanya pengaduan resmi dari pihak-pihak terkait tindakan tidak dapat diproses oleh aparat penegak hukum,” ucap Dhahana.

Selanjutnya, Dhahana membeberkan sejak awal pembahasan KUHP baru, topik terkait kohabitasi dan perzinahan memang cukup memantik polemik di ruang publik.

“Ada pihak yang menuntut agar tindakan semacam itu diberikan hukuman karena tidak sesuai nilai-nilai sosial dan keagamaan, di sisi lain ada pihak yang menolak negara untuk mengatur hal tersebut karena dipandang telah mencampuri urusan privat, nah KUHP berupaya mencari titik keseimbangan,” ucapnya.

Pengaturan ini, tambah dia, penting dalam konteks hak asasi manusia (HAM), karena negara harus menjaga keseimbangan antara menghormati hak-hak individu dan menegakkan norma-norma sosial yang dianut oleh masyarakat.

Setiap regulasi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan pribadi sambil memastikan tidak melanggar hak-hak dasar warga negara, hak dasar menurut UU 39 tahun 1999 tentang HAM, di antaranya berhak membangun sebuah keluarga tanpa ada tekanan, serta berhak memiliki keturunan lewat perkawinan yang sah.

Kendati masih ada diskursus mengenai topik ini di dalam KUHP, namun Dhahana meyakini tim penyusun KUHP telah menimbang dengan matang dari berbagai perspektif dan keilmuan.

“Pengaturan Kohabitasi dan perzinahan dalam KUHP ini, diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara hak individu dan norma sosial yang masih dipegang oleh khalayak di tanah air. Kembali, kami mengimbau masyarakat dapat memahami aturan dengan baik sehingga dapat menghindari konsekuensi hukum sebagaimana diatur di dalam KUHP baru ini,” tuturnya.(red)

 




Tamil Selvan Ungkap Secara Konstitusi Indonesia Anti LGBT

Kabar6.com

Kabar6-Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) menjadi isu rutin menjelang tahun politik. Banyak pihak yang mengunakan isu ini untuk mendulang suara secara elektoral. Terakhir, Walikota Medan Bobby Nasution menyatakan bahwa Kota Medan anti LGBT, bahkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru turut memaktumkan larangan LGBT dengan diksi melarang perbuatan cabul baik sesama jenis maupun berbeda jenis.

Komunikolog Politik dan Hukum Nasional Tamil Selvan mengatakan bahwa secara konstitusi, Indonesia anti LGBT. Dirinya mengatakan diatas segala norma dan aturan, Indonesia berlandaskan pada Pancasila, dan LGBT tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Ketuhanan yang Maha Esa itu kongkritnya diimplementasikan dalam agama, dan tidak ada satu pun agama di Indonesia yang memperbolehkan LGBT. Jadi jelas Indonesia anti LGBT secara konstitusi. Ini sama halnya dengan membunuh, agama menjadi salah satu landasan mengapa membunuh dilarang, karena dilarang oleh seluruh agama di Indonesia sehingga di kodifikasi menjadi hukum baku,” jelas Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara ini kepada awak media, Minggu (8/1/2023).

Pria yang membidangi Komunikasi Lintas Budaya ini juga menyayangkan adanya pihak yang mencari pembenaran tentang keberadaan LGBT dengan berbagai fenomena adat di masa lampau juga selalu berlindung dibalik tirai Hak Asasi Manusia (HAM).

“Dulu ada sebagian suku di Indonesia yang kanibal, apakah itu menjadi pembenaran jika saat ini manusia masih makan manusia? Jadi penarikan alasan adat itu konyol dan goblok. Justru dengan adanya LGBT itu menciderai HAM masyarakat secara umum, jadi jangan berakting seolah kaum LGBT ini adalah korban padahal mereka pelaku utama dalam penyelewengan kodrat,” jelasnya.

**Baca Juga: Jaksa Agung: Era Informasi Digital, Tahun 2023 Aparat Kejaksaan Jangan Gaptek

Lebih lanjut, pria yang akrab di sapa Kang Tamil ini mengatakan bahwa orientasi seksual seseorang, terlepas apakah seseorang itu normal atau menganut paham LGBT harus berada di ranah privat dan akan menjadi konflik jika diumbar ke ranah publik.

“Yang normal saja jika diumbar keruang publik, itu menyalahi norma adat ketimuran kita. Jadi para politisi jangan jadi pecundang dengan seolah mendukung LGBT ini untuk elektoral pribadi dan partainya. Indonesia ini Pancasila, bukan negara liberal, jadi tidak ada tempat bagi LGBT di Indonesia,” tutupnya. (Oke)




Jaksa Agung Minta Aparat Penegak Hukum Persiapkan Diri dalam Pelaksanaan KUHP Baru

Kabar6

Kabar6.com-Komisi III DPR Republik Indonesia dan Pemerintah telah resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk disetujui menjadi undang-undang, dan diundangkan pada tahun 2025. Dalam masa transisi selama 3 tahun tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin menekankan kepada seluruh Jaksa khususnya para Jaksa baru untuk senantiasa aktif mempelajari pasal demi pasal di dalamnya.

Demikian disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam acara Penutupan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang II Tahun 2022, Rabu (14/12/2022) di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.

“Pastikan saudara memahami betul setiap delik dan unsur pasal yang terkandung, sehingga saudara dapat menerapkannya dengan tepat pada saat KUHP tersebut diberlakukan,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung mengingatkan, dalam rangka pelaksanaan KUHP, perlu dilakukan internalisasi di satuan kerja Kejaksaan dengan lebih banyak melakukan dinamika kelompok dengan mendatangkan ahli akademisi dan praktisi, sehingga ada keseragaman dan kesamaan mindset dalam pelaksanaan KUHP ke depannya.

Di samping kemampuan kognitif yang terus diasah, Jaksa Agung juga berpesan bahwa para jaksa juga harus melatih sensitivitas diri sebagai seorang penegak hukum. Sensitivitas diri merupakan kunci bagi seorang Jaksa untuk menghadirkan penegakan hukum yang humanis.

**Baca Juga: Demonstrasi Menolak Pengesahan KUHP di Kota Serang, Satlantas Polresta Serkot Siaga

“Kelak akan saudara temui berbagai perkara yang bersinggungan dengan masyarakat kecil dengan tingkat ketercelaan yang tidak seberapa. Untuk itu, selalu kedepankan nurani saudara dalam menangani permasalahan tersebut. Ingat pesan saya! Seorang Jaksa selain harus memiliki ketajaman berpikir, juga dituntut untuk memiliki rasa kesusilaan yang halus,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung menyampaikan apabila mampu menyatukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan terwujud keseragaman pola pikir, kapasitas, serta kualitas yang baik untuk menjadi sosok Jaksa yang ideal. (Red)