1

Jaksa Agung RI Ulas Konstruksi Pemidanaan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara

Kabar6-Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung menggelar FGD membahas “Konstruksi Pemidanaan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara”, Senin (5/8/2024).

Jaksa Agung ST Burhanuddin diwakili oleh Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono menyampaikan Keynote Speech.
Jaksa Agung mengatakan tema kegiatan ini merupakan topik yang sesuai dengan semangat Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, yang belakangan ini tidak hanya fokus pada merugikan keuangan negara, tetapi juga yang merugikan perekonomian negara.

Perekonomian negara di sini artinya lebih luas daripada keuangan negara, berarti keuangan negara juga termasuk ke dalam ruang lingkup perekonomian negara.
Adapun jenis-jenis tindak pidana yang dapat menimbulkan kerugian perekonomian antara lain tindak pidana korupsi, tindak pidana penipuan keuangan, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perbankan, tindak pidana penyelundupan dan perdagangan narkotika, tindak pidana perdagangan ilegal, tindak pidana penggelapan pajak, dan lain sebagainya.

“Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak pidana yang merugikan perekonomian negara pada dasarnya dapat mengakibatkan efek merusak yang sangat luas, tidak hanya keuangan negara namun lebih dari itu contohnya hilangnya dana publik, penurunan kepercayaan investor, penurunan pendapatan fiskal, dan ketidakstabilan ekonomi yang berimbas pada keadaan perekonomian Indonesia,” imbuh Jaksa Agung.

**Baca Juga:BNN: Penyelundup Ganja dari Thailand Bagian Sindikat Internasional

Kemudian, Jaksa Agung menuturkan bahwa Kejaksaan telah beberapa kali menangani kasus korupsi yang merugikan perekonomian negara, seperti dalam perkara importasi tekstil, importasi baja, dan perkara korupsi Crude Palm Oil (CPO), yang dalam penanganan perkaranya diperlukan penghitungan kerugian perekonomian negara guna pemenuhan atau pembuktian unsur yang merugikan perekonomian negara.

“Saat ini, fokus utama Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana yang merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara adalah bagaimana cara untuk menyelamatkan dan memulihkan kerugian yang telah terjadi tersebut,” ujar Jaksa Agung.

Selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Jaksa Agung mengungkap bahwa Indonesia juga telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption, 2003 (UNCAC), melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003 (UNCAC).

Dalam aturan tersebut, Indonesia menyetujui adanya peningkatan hubungan kerja sama pada sektor internasional dalam hal pelacakan, penyitaan, pembekuan, dan pengembalian aset-aset hasil tindak pidana korupsi yang disimpan oleh pelaku tindak pidana korupsi ke luar negeri.

“Oleh karena itu, Kejaksaan patut bersyukur atas lahirnya Badan Pemulihan Aset sebagai bagian dari Kejaksaan, karena dapat membantu Kejaksaan dalam merestorasi dampak merusak akibat kerugian keuangan negara dan/atau perekonomian negara akibat dari tindak pidana,” ujar Jaksa Agung menambahkan.

Selanjutnya, Jaksa Agung mengatakan paradigma Kejaksaan dalam penanganan perkara korupsi saat ini telah mengalami transformasi, yang semula menggunakan paradigma follow the suspect atau hanya mengejar pelakunya saja, menjadi paradigma follow the money and follow the asset atau lebih kepada mengejar uang dan asetnya demi mengoptimalkan pemulihan dan pengembalian aset dan kerugian negara.

Berbagai upaya dilakukan untuk optimalisasi pemulihan terhadap  kerugian perekonomian negara, salah satunya yaitu pemberlakuan “asas pencemar membayar” yang diatur Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam aturan ini, dijelaskan bahwa “asas ‘pencemar membayar’ adalah setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan”.

“Sebenarnya terdapat dua instrumen yang dapat dipergunakan untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti. Namun, kedua instrumen tersebut belum mampu mengembalikan kerugian keuangan negara dengan maksimal,” ujar Jaksa Agung.

Menurut Jaksa Agung, setidaknya terdapat tiga hal yang menyebabkan tidak optimalnya pemulihan kerugian negara, yaitu:

Pertama, adanya pergeseran klasifikasi delik tindak pidana korupsi, dari awalnya merupakan delik formil menjadi delik materil, pasca putusan MK;

Kedua, ialah penyembunyian aset hasil korupsi dan berkembangnya modus operandi para pelaku tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; dan

Ketiga, adanya perbedaan terhadap penjatuhan hukuman penjara bagi pelaku tindak pidana, yang dianggap terlalu ringan dibandingkan jumlah kerugian yang ditimbulkannya.

Menyongsong pemberlakuan KUHP Nasional yang secara efektif berlaku pada 2 Januari 2026, Jaksa Agung berpesan untuk bersiap dengan berbagai ketentuan baru yang diatur dalam beleid tersebut. Salah satu yang menjadi sorotan yaitu adanya instrumen pemulihan kerugian perekonomian negara melalui pembayaran ganti kerugian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d KUHP Nasional.

“Konsepsi pembayaran ganti kerugian dalam ketentuan ini sebenarnya sama dengan restitusi tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang membedakan hanya adressat-nya, dimana Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban fokus pada saksi dan korban, sedangkan dalam KUHP Nasional lebih luas, termasuk ganti kerugian terhadap negara,” imbuh Jaksa Agung.

Konsep ganti rugi untuk kerugian perekonomian negara juga dapat ditempuh melalui mekanisme gugatan perdata. Namun bagi Jaksa Agung, hal tersebut memberi kesan bahwa sistem peradilan pidana yang ada saat ini tidak mampu mewujudkan salah satu tujuan pemidanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 huruf c KUHP Nasional yakni memulihkan keseimbangan.

“Terobosan atas pemidanaan yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara merupakan perwujudan dan komitmen negara dalam menjaga stabilitas dan kesejahteraan negara. Salah satu bentuk perwujudan menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat adalah dengan mengonstruksikan pemidanaan yang tepat bagi pelaku korupsi yang telah merugikan perekonomian negara,” tutur Jaksa Agung.

Terlebih, dengan wewenang Central Authority dalam pemulihan aset oleh Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Republik Indonesia secara integral bertujuan untuk memulihkan perekonomian negara akan memberikan legitimasi atas pemulihan perekonomian negara yang pasti.

Dengan demikian, Jaksa Agung berpesan agar para penegak hukum harus berani untuk menggeser paradigma dan melakukan gebrakan bahwa pelaku kejahatan yang terbukti merugikan perekonomian negara sudah sepatutnya dibebankan kewajiban untuk memulihkan perekonomian negara, dengan dilakukannya perampasan aset atas kerugian yang telah disebabkannya.(red)




Kerugian Negara akibat Bansos Tak Tepat Sasaran Capai Rp532 Miliar, Ganjar – Mahfud Siapkan Program KTP Sakti

Kabar6-Politisi muda PDI Perjuangan (PDIP) yang juga anggota Komisi VIII DPR RI Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya menyebut kerugian negara akibat bantuan sosial (bansos) tidak tepat sasaran mencapai ratusan miliar.

“Bantuan bansos-bansos itu banyak yang tidak tepat sasaran. Bayangkan kerugian negara akibat itu dalam satu tahun bisa mencapai Rp532 miliar,” kata Hasbi kepada wartawan di sela Safari Politik dan Konsolidasi Struktural DPC PDI Perjuangan Lebak, di Gedung As Sakinah, Lebak, Minggu (10/12/2023).

Banyaknya bansos yang tidak tepat sasaran dikarenakan berkaitan dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Hal ini lah kata Hasbi yang ingin dibenahi oleh Ganjar – Mahfud melalui program KTP Sakti.

“KTP Sakti ini supaya KTP selain menjadi kartu identitas juga terintegrasi dengan kartu Indonesia pintar (KIP), kartu Indonesia sehat (KIS). Dengan komitmen Pak Ganjar dengan mengeluarkan program KTP Sakti kita berharap itu bisa segera terwujud setelah Pak Ganjar dan Pak Mahfud jadi Presiden dan Wakil Presiden,” tutur Hasbi.

**Baca Juga: Anis Matta: Indonesia Butuh Pemimpin yang Menyatukan, Tidak Perlu Sempurna, Tapi Orang yang Tepat

Untuk memenangkan pasangan Ganjar – Mahfud, putra tokoh masyarakat Banten Mulyadi Jayabaya ini memastikan bersama para relawan bakal all out berjuang di Pilpres untuk mewujudkan Indonesia unggul.

“Di Lebak kami yakin masyarakat sudah cerdas tidak bisa lagi diintimidasi, masyarakat ingin tahun calon pemimpin mereka yang punya track record yang baik yang tidak tersandera oleh kejahatan masa lalu,” sebut Hasbi.

Ia juga mengingatkan perbedaan pilihan pada kontestasi pemilu merupakan hal biasa di dalam demokrasi. Hal yang harus menjadi perhatian bersama adalah perbedaan tersebut tidak memecah belah bangsa.

“Kita hidup di alam demokrasi, jadi perbedaan itu sangat harus kita hormati,” pungkasnya.(Nda)




Jaksa Agung Bicara Kerugian Negara Akibat Korupsi

Kabar6-Di tengah derasnya praktik-praktik korupsi yang terjadi di Indonesia, Jaksa Agung ST Burhanuddin  meminta semua pihak untuk merenungkan satu hal mendasar, yaitu yakni hakikat dari keberadaan unsur merugikan perekonomian negara sebagai salah satu excess dari tindak pidana korupsi. Hal itu tercantum sebagaimana dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal ini disampaikan Jaksa Agung dalam Focus Group Discussion (FGD) di Hotel The Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (28/11/2023). ST Burhanuddin menjadi keynote speaker dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana.

Adapun terkait dengan unsur perekonomian negara, katanya,  tidak dapat dimaknai secara parsial dan bersifat alternatif. Ini dikarenakan kerugian perekonomian negara harus dipicu oleh suatu tindakan nyata yang mengakibatkan dampak signifikan terhadap negara dan masyarakat.

“Penjelasan Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi hanya menggambarkan makna dari perekonomian negara secara luas, sehingga hingga saat ini definisi tersebut masih berupa konsep luas (broad concept) dan tentunya tidak aplikatif sebagai instrumen pemidanaan mengingat penormaan dalam hukum pidana harus tertulis (lex scripta), harus jelas (lex certa), serta harus dimaknai tegas tanpa adanya analogi (lex stricta),” ujarnya.

**Baca Juga: Pra Peradilan Tersangka Korupsi Eradikasi Lahan PSU Rp40 Miliar Ditolak Hakim

Menurut Jaksa Agung, perumusan definisi kerugian perekonomian negara seyogyanya harus dapat diatur secara khusus dalam bentuk regulasi sehingga terciptanya kepastian hukum. Oleh karena itu, hal tersebut tentunya membuka peluang baik bagi legislator maupun, aparat penegak hukum untuk mengkaji kembali eksistensi dari Pasal 2 dan Pasal 3 sebagai muatan krusial di dalam Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Hal tersebut menjadi penting sebagai anasir pembuktian penuntut umum, apakah pembuktian merugikan perekonomian negara pada Pasal 2 dan Pasal 3 ditentukan secara mandiri, ataukah unsur tersebut baru ditentukan setelah adanya nominal kerugian negara. Namun perlu diingat bahwa dalam praktiknya, tidak mungkin ada kerugian perekonomian negara tanpa adanya kerugian keuangan negara. Penerapan atau pembuktian unsur perekonomian negara adalah adalah langkah progresif penegakan hukum dalam hal ini yaitu Kejaksaan,” imbuhnya.

Jaksa Agung juga menyampaikan sebagai upaya untuk melaksanakan pemulihan kerugian negara, aparat penegak hukum telah dibekali oleh instrumen penyitaan yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur untuk dilakukan penyitaan harta benda terpidana oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut (sita eksekusi). Pelaksanaan sita eksekusi dilakukan setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Incracht).

“Pada tahap penyidikan maupun penuntutan, penyitaan hanya dapat dilakukan terhadap corpus delicti dan instrumental delicti, dikarenakan pada tahapan tersebut ketika melakukan penyitaan, penyidik maupun penuntut umum harus mampu membuktikan bahwa terdapat suatu hubungan kausal antara benda yang disita dengan perbuatan serta akibat perbuatan dari pelaku tindak pidana,” ujar Jaksa Agung.

Kemudian, Jaksa Agung menuturkan pengaturan pidana tambahan berupa uang pengganti merupakan salah satu upaya memberikan efek jera juga terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

Hal tersebut telah selaras dengan ketentuan Pasal 31 Ayat (1) Piagam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), yang menegaskan bahwa “Negara wajib mengambil, sepanjang dimungkinkan dalam sistem hukum nasionalnya, tindakan-tindakan yang perlu untuk memungkinkan perampasan hasil kejahatan yang berasal dari kejahatan menurut konvensi ini atau kekayaan yang nilainya setara dengan hasil kejahatan itu”.

Dengan demikian, Jaksa Agung menganggap agar perlunya pembaharuan hukum demi terwujudnya keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Hal itu dapat diwujudkan dengan terobosan penegakan hukum yang didasari oleh sebuah penalaran yuridis normatif yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, Jaksa Agung juga berpesan agar pembahasan FGD ini tidak hanya berhenti disini saja, namun dilanjutkan dengan pengkajian oleh jajaran tindak pidana khusus sehingga menjadi modal bagi kita untuk dapat melahirkan kebijakan (penal policy) yang aplikatif serta memberikan daya manfaat. (red)

 




Kejati Terima Pengembalian Kerugian Negara Rp 9 Miliar

Kabar6-Pengembalian uang hasil penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang merugikan negara dalam dua kasus proyek fisik tahun anggaran 2022 pada Dinas PUPR Papua di Kabupaten Nabire, Papua Tengah, telah diterima Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua.

Pengembalian uang negara diterima Kajati Papua Witono didampingi Kepala Penyidikan Pidana Khusus Kejati Papua, Vallerianus Constantin Dedi Sawaki.

Adapun pengembalian kerugian negara yang diterima Kejati Papua yaitu sebesar Rp9 miliar lebih. Uang tersebut berasal dari dua rekanan pemenang tender pengadaan, yaitu pekerjaan pemeliharaan Jalan Sambusa-Nabarua Bawah Rp 5.361.862.000 oleh PT LWI,  kemudian pekerjaan pembangunan jembatan Kali Bumi Bawah ruas jalan Nabire-Bandara Baru Rp 4. 392.511.000 yang dikerjakan PT SH.

Keterangan ini disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Papua melalui press realise yang diterima Kabar6.com, Senin (25/9/2023).

Kejaksaan Tinggi Papua, Senin (25/9/2023) menginformasikan capaian tahap penyidikan yang sedang ditangani yaitu  terkait perkara dugaan TPK dalam pekerjaan pemeliharaan Jalan Samabusa-Nabarua Bawah tahun anggaran 2022 pada Dinas Pupr-Pkp Prov. Papua, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nomor : Print-630/R.1/Fd.1/09/2023 Tanggal 11 September 2023, Kerugian Negara sesuai LHP Bpk R.I Perwakilan Prov. Papua (dari kelebihan pembayaran akibat kurangnya volume pekerjaan dan denda keterlambatan) Sebesar Rp5.361.862.000,00 (lima miliar tiga ratus enam pulus satu juta delapan ratus enam puluh dua ribu rupiah).

Disebutkan bahwa, dugaan TPK dalam pekerjaan pembangunan jembatan kali bumi bawah ruas Jalan Nabire-Bandara Baru tahun anggaran 2022 pada Dinas PUPR-PKP, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nomor : Print-631/R.1/Fd.1/09/2023 tanggal 11 September 2023.

Kerugian Negara Sesuai Lhp Bpk R.I Perwakilan Prov. Papua (dari kelebihan pembayaran akibat kurangnya volume pekerjaan) Rp.4.392.511.000,00 (empat miliar tiga ratus sembilan puluh dua juta lima ratus sebelas ribu rupiah).

**Baca Juga: 144 BUMDes di Kabupaten Lebak Tidak Aktif

Dalam proses penyidikan kedua perkara ini, terlapor dengan etiket baik berkenan mengembalikan kerugian keuangan negara :

  • Untuk Penyidikan Pemeliharaan Jalan Samabusa-Nabire), Dikembalikan Oleh Pelaksana Pekerjaan Pt. W.I. Sebesar Rp.5.361.862.000,- Yang Terdiri Dari :

– Rp5.011.406.000,- (Merupakan Kelebihan Bayar Atas Kekurangan Volume Pekerjaan), Dan

-Rp350.456.000,- (Merupakan Denda Keterlambatan Pekerjaan).

  • Untuk Penyidikan Pembangunan Jembatan Kali Bumi-Nabire. Dikembalikan Oleh Pelaksana Pekerjaan Pt. S.H Sebesar Rp.4.392.511.000,-
  • Total Keseluruhan : Rp 9.754.373.000,-

Barang Bukti Berupa Uang Tersebut Akan Dititipkan Di Rekening Penitipan Kejaksaan Tinggi Papua Pada Bank Bni Cabang Jayapura.(*/Red)




Korupsi Tahun 2022, Kejagung Catat Kerugian Negara Capai Rp144 Triliun Lebih

Gedung Kejaksaan Agung RI

Kabar6-Sepanjang tahun 2022, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-PIDSUS) telah melakukan sejumlah Penyidikan dan Penuntutan Perkara Korupsi. Dari seluruh kasus korupsi yang ditangani, tercatat adanya kerugian keuangan negara dan perekonomian negara mencapai lebih dari Rp144 triliun.

Dalam keterangan tertulis kepada Kabar6, Jumat (30/12/2022), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana mengatakan, di tahun 2022 ini Kejaksaan Agung menangani banyak kasus besar (Big Fish). Kerugian negara terkait kasus korupsi tersebut telah dihitung oleh para ahli yang berkompeten di bidangnya.

Adapun kasus yang ditangani Kejaksaan Agung antara lain: Perkara tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan Terdakwa Johan Darsono, Terdakwa Josef Agus Susatya, Terdakwa Arif Setiawan, Terdakwa Suyono, Terdakwa Ferry Sjaifoellah, Terdakwa Djoko Selamet Djamhoer, Terdakwa Purnomo Sidhi Noor Mohammad, dan Terdakwa Indra Wijaya Supriyadi, dengan total kerugian keuangan negara sebesar 726.976.347.917 dan USD54.062.693,61.

Kemudian, perkara tindak pidana korupsi pengadaan pesawat udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2021 dengan Terdakwa Setijo Awibowo, Terdakwa Agus Wahjudo, dan Terdakwa Albert Burhan dengan total kerugian keuangan negara 947.198.402.688,00.

Perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 dengan Terdakwa M. P. Tumanggor, Terdakwa Stanley MA, Terdakwa Pierre Togar Sitanggang, Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, Terdakwa Lin Che Wei, MBA, CFA alias Weibinanto Halimdjati, dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp6.047.645.700.000 dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp12.312.053.298.925.

Selanjutnya perkara tindak pidana korupsi dalam penyimpangan dan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada Tahun 2016 sampai dengan 2020 dengan Tersangka AW, Tersangka A, Tersangka AP, dan Tersangka BP dengan kerugian keuangan negara sebesar 583.278.721.001.

Juga ada perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu dengan Terdakwa Raja Thamsir Rachman, Terdakwa Surya Darmadi, dan Terdakwa David Fernando Simanjuntak, dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan USD7.885.857,36, serta kerugian perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000.

Perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat pada Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2021 dengan Terdakwa Rizal Pahlevi, Terdakwa Imam Prayitno, Terdakwa Handoko, dan Terdakwa Leslie Girianza Hermawan, dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp28.782.566.143 dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp712.477.199.970.

**Baca Juga: Nikita Diputus Bebas Hakim PN Serang, Kejari Serang Ajukan Banding

Perkara tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya Tahun 2016 sampai dengan 2021 dengan Tersangka TB, Tersangka T, dan Tersangka BHL, serta 6 Tersangka Korporasi, dengan kerugian keuangan negara sebesar 060.658.585.069 dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp22.605.381.411.198.

Terakhir, perkara tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnance oleh PT. Krakatau Steel pada Tahun 2011 dengan Tersangka FB, Tersangka ASS, Tersangka HW alias RH, Tersangka MR, dan Tersangka BP, dengan kerugian keuangan negara sebesar 900.000.000.000.

“Dari kasus-kasus tersebut, total jumlah kerugian keuangan negara sebesar Rp33.093.247.274.458 dan USD61.948.550,97. Sementara total kerugian perekonomian negara sebesar Rp109.550.602.210.093,” kata  Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana.

Di samping itu, Kejaksaan RI telah melakukan penyelamatan dan penyitaan terhadap aset-aset milik Tersangka dan Terdakwa, sebagai berikut:

  1. Tahap Penyidikan

Penyidikan: 85 perkara, dengan total penyelamatan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara, sebesar:

  • 141.185.272.031,90
  • 400.813,57
  • SGD646,04
  1. Tahap Penuntutan
  • Penuntutan: 80 perkara termasuk 6 Terdakwa Korporasi
  • Total kerugian keuangan negara dan perekonomian negara yang dilakukan penuntutan adalah senilai 215.249.106.909 dan USD61.948.551

Sementara itu, penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang pada JAM PIDSUS Kejaksaan Agung dan seluruh satuan kerja Kejaksaan Republik Indonesia adalah:

  • Penyelidikan: 847 Perkara
  • Penyidikan: 689 Perkara
  • Penuntutan: 943 Perkara
  • Eksekusi: 669 Perkara

“Sebagaimana disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin, bahwa penegakan hukum humanis itu yang terkait dengan kerugian masyarakat banyak, kerugian terhadap kepentingan umum termasuk perekonomian negara yang berdampak langsung kepada masayarakat luas. Hal inilah yang menjadi konsentrasi penanganan perkara korupsi pada 2022,” pungkas Sumedana. (Red)




Sita Jutaan Barang Ilegal, DJBC Banten: Potensi Kerugian Negara Rp7,4 Miliar

Kabar6.com

Kabar6-Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Banten berhasil menyita jutaan barang ilegal dan barang tanpa pita cukai hasil penindakan kepabeanan dan cukai pada tahun 2021 dan 2022.

Kepala Kanwil DJBC Banten, Rahmat Subagio mengatakan, perkiraan nilai barang tersebut kurang lebih sebesar Rp10,4 miliar, dengan potensi kerugian Negara diperkirakan sebesar Rp7,4 miliar.

“Perkiraan nilai barang tersebut kurang lebih sebesar Rp10,4 miliar, dengan potensi kerugian egara diperkirakan sebesar Rp7,4 miliar,” ujarnya kepada wartawan di Kanwil DJBC Banten, Jalan Raya Pahlawan Seribu, Serpong Utara, Selasa (30/8/2022).

Disamping kerugian materil, dijelaskannya, terdapat juga kerugian immateril atas produksi cukai ilegal. Hal itu karena berdampak pada tidak terpenuhinya hal penerimaan negara.

“Serta merebut pasar produsen rokok resmi yang taat pada ketentuan serta membahayakan kesehatan masyarakat selaku konsumen karena bahan baku dan proses produksinya tidak terjamin kualitasnya,” terangnya.

Rahmat menerangkan, barang ilegal tersebut terdiri dari rokok sigaret sebanyak 9.574.560 batang dimusnahkan dengan cara dibakar.

**Baca juga: Ditjen Bea Cukai Banten Bakar Jutaan Batang Rokok dan Gilas Ribuan Botol Miras Ilegal

Selain itu, ada juga cerutu sebanyak 429 batang dibakar, kemudian kancing 663 pieces dibakar, dan golden stock beef noodles sebanyak 2 karton dibakar.

“Lalu minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebanyak 4.124 digilas dan dirusak, kemudian hasil pengolahan tembakau sebanyak 8,39 liter digilas,” tutupnya.(eka)




Timbulkan Kerugian Negara, Kejaksaan Tetapkan Empat Tersangka Dugaan Korupsi Pasar

Kabar6.com

Kabar6-Kejaksaan Negeri Kota Tangerang menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembangunan pasar lingkungan Kelurahan Gebang Raya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang. Dugaan Korupsi tersebut disalah satu dinas Perindustrian dan Perdagangan pada tahun anggaran 2017.

Keempat tersangka yakni
OSS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen di dinas terkait. Lalu, AA, selaku Direktur PT Nisara Karya Nusantara. Kemudian, AR, selaku Site Manager PT Nisara Karya Nusantara dan DI, selaku Penerima Kuasa Dari Direktur PT Nisara Karya Nusantara.

Para tersangka itupun langsung dilakukan Penahanan Rutan selama 20 hari kedepan terhitung 10 Mei hingga 29 Mei 2022 di Rutan Kelas IIb Pandeglang.

Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang Erich Folanda mengatakan, modus para tersangka tersebut pada tahun anggaran 2017 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang menganggarkan Pembangunan Pasar Lingkungan di Kelurahan Gebang Raya, Kecamatan Periuk Kota Tangerang. Pembangunan tersebut menggunakan APBD kota tangerang dengan pagu anggaran senilai Rp5.063.579.000.

“Bahwa berdasarkan audit fisik bangunan yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Tangerang bersama-sama dengan Tim Ahli Bangunan dari Universitas Muhammadiyah Tangerang, ditemukan bahwa secara kuantitas bangunan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi, dan didapati banyak item tidak terpasang sesuai dengan kontrak,” ujar Erich kepada wartawan saat jumpa pers dikantornya, Selasa (10/5/2022).

Erich menjelaskan perbuatan tersebut diduga dilakukan oleh OSS selaku PPK bersama-sama dengan AA selaku Direktur PT Nisara Karya Nusantara AR dan DI mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp640.673.987.

“Adapun untuk peran masing-masing, OSS selaku PPK menandatangani kontrak bersama-sama dengan AA selaku Direktur PT Nisara Karya Nusantara. Selanjutnya AA selaku Direktur, memberikan kuasa kepada DI, sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan AA tidak pernah terlibat aktif,” jelasnya.

**Baca juga: Rumah Makan di Cipondoh Kebakaran, Diduga Dibakar

“Tersangka DI kemudian bersama-sama dengan AR mengerjakan kegiatan pembangunan pasar tersebut pada tahun 2017. Bahwa dalam proses pengerjaannya, banyak item-item pekerjaan yang tidak terpasang sehingga mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara,” tambahnya.

Bahwa untuk masing-masing Tersangka, Penyidik pada Kejaksaan Negeri Kota Tangerang menyangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dan/atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (Oke)




Pemusnahan Barang Tanpa Pita Cukai, DJBC Banten: Potensi Kerugian Negara Rp42,1 Miliar

Kabar6.com

Kabar6-Kantor Wilayah Direktorat Jendetal Bea Cukai (Kanwil DJBC) bersama Kejaksaan Tinggi Banten musnahkan jutaan batang rokok, ribuan minuman eks impor dan liquid vape ilegal yang ditindak selama tahun 2020 hingga awal tahun 2021.

Kepala Kanwil DJBC Banten, Muhammad Aflah Farobi mengatakan, kerugian negara akibat adanya barang tanpa pita cukai pada setahun penuh itu diperkirakan mencapai Rp42,1 Miliar.

Aflah mengatakan, barang barang ilegal tersebut hasil dari penindakan kepabeanan dan cukai di lapangan Tempat Penimbunan Pabean (TPP) dibawah pengawasan Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok yang berada di Cikarang, Jawa Barat.

Aflah menerangkan, pemusnahan ini diselenggarakan oleh Kanwil DJBC Banten bersama dengan Kejaksaan Tinggi Banten, dan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta.

“Adapun barang untuk dimusnahkan yang dikelola Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang sebanyak 43.727 botol atau 32.360 Liter, minuman mengandung Etil Alkohol (MMEA, red) eks impor berbagai merk, serta 2 unit handphone milik terdakwa dengan nilai barang mencapai Rp19,5 Miliar dan kerugian negara mencapai Rp42,1 Miliar,” ujarnya melalui rilis yang diterima oleh Kabar6.com, Rabu (3/3/2021).

Aflah menegaskan, selain barang barang tersebut, terdapat pula jutaan batang rokok hasil penindakan periode November 2020 hingga Januari 2021.

Dibeberkannya, ada 1.168.483 batang rokok, kemudian ada 247 botol Minuman Beralkohol eks Impor, dan 127 botol liquid vape.

Dengan begitu, Aflah menjelaskan, perkiraan nilai barang tersebut kurang lebih sebesar Rp1,44 Miliar, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp940 juta.

“Disamping kerugian materiil terdapat juga kerugian immaterial berupa dampak kerusakan kesehatan masyarakat, dampak gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat yang dapat diminimalisir, serta dapat mengganggu industri dalam negeri,” ungkapnya.

Menurutnya, tindakan ini merupakan bentuk aksi nyata dukungan terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan program ‘Gempur Rokok Ilegal’ yang terus digaungkan oleh DJBC Banten.

“Pemusnahan ini menjadi bukti sinergitas, koordinasi dan kolaborasi yang baik antara DJBC Banten dan Kejaksaan Tinggi, beserta jajarannya,” terangnya.

Senada, Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan (P2) Zaky Firmansyah menyebut, barang barang yang dimusnahkan saat ini, termasuk hasil penindakan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta yang berasal dari barang kiriman dan barang bawaan penumpang.

**Baca juga: Dukung PEN, DJBC Banten Kolaborasi Dengan LPEI Jakarta Asistensi UMKM

“Pemusnahan BMN (Barang Milik Negara, red) tersebut merupakan bukti komitmen Bea dan Cukai dalam mengawasi dan menekan peredaran MMEA illegal, rokok illegal, dan barang-barang Lartas (larangan dan pembatasan, red), mengamankan hak yang menjadi potensi penerimaan keuangan negara, sekaligus upaya menjaga iklim usaha dan industri di dalam negeri agar tetap kondusif,” tutupnya.(eka)