1

Jelang Ramadan, Kenaikan Harga Komoditi Pangan di Tangsel Capai 30 Persen

Kabar6-Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Benyamin Davnie mengakui harga sejumlah komoditi bahan pangan telah merangkak naik. Seperti harga beras, telur dan cabai yang dipantau jajarannya memasuki bulan suci Ramadan.

“Kenaikannya berkisar antara tiga persen sampai ada yang 30 persen di beberapa pasar,” katanya di Pondok Aren dikutip Sabtu (9/3/2024).

Benyamin mengaku telah komunikasi dengan Bulog Divisi Regional Tangerang. Perusahaan plat merah itu memastikan bahwa stok beras medium tersedia hingga empat bulan kedepan.

“Cuma kesulitannya adalah tranportasi ke titik pendistribusian,” ujarnya. Pihak Polres Tangsel dan Kodim 0506/Tangerang, lanjut Benyamin, siap mengerahkan armada untuk mendistribusikan beras dari bulog.

“Kemudian yang kedua saya berharap tingkat konsumsi masyarakat dibatasi deh bulan puasa gini,” pesannya.

**Baca Juga: Danrem 052/Wijayakrama Setiap Jum’at Keliling, Begini Misinya

Berdasarkan informasi resmi yang ditampilkan dalam situs resmi Pantau Harga Pasar (Pagar) Kota Tangsel rata-rata komoditi bahan pangan yang naik antara lain, cabai rawit Rp 44.800 per kilogram.

Bawang putih Rp 40.500 per kilogram. Tomat Rp 22.800 per kilogram. Cabai merah besar Rp 94.250 per kilogram.

Sementara harga komoditi bahan pangan yang turun di antaranya cabai keriting merah, daging ayam kampung, cabai rawit merah, kacang hijau, kol, dan ikan kembung.

Benyamin pastikan jelang Hari Raya Iedul Fitri nanti digelar operasi pasar serentak di tujuh wilayah kecamatan. Bazzar murah untuk umum menyediakan aneka kebutuhan bahan pangan.

“Dijual di bawah harga pasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat merayakan lebaran,” ujarnya.(yud)




Redam Kenaikan Harga, Mendag Percepat Penyaluran Beras SPHP ke Pasar

Kabar6-Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan, Pemerintah akan mempercepat penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan Dan Harga Pangan (SPHP) kepada pasar rakyat dan ritel modern.

Hal ini untuk mengantisipasi kenaikan harga beras premium di masyarakat akibat pasokan yang terlambat.

Penegasan ini disampaikan Mendag Zulkifli Hasan usai meninjau ritel modern Transmart di Pusat Perbelanjaan Kota Kasablanka, Jakarta, dikutip, Selasa, (20/2/2024).

“Pemerintah mengambil solusi untuk mempercepat penyaluran beras SPHP dari Bulog untuk mengantisipasi kenaikan harga beras premium di ritel modern,” kata Mendag Zulkifli Hasan.

Mendag Zulkifli Hasan mengungkapkan, saat ini suplai beras premium tidak sebanyak kondisi normal. Hal ini akibat adanya gangguan cuaca seperti El Nino yang menyebabkan mundurnya masa tanam dan panen.

**Baca Juga: Harga Beras Premium di Lebak Tembus Rp18.000 per Liter, Warga Beralih ke Lebih Murah

“Suplai lokal beras premium tidak sebanyak dulu karena El Nino sehingga harganya naik. Sekarang ada beras Bulog SPHP yang menjadi alternatif. Gangguan suplai ke pasar harus ditanggulangi agar tidak melambat,” jelas Mendag Zulkifli Hasan.

Mendag Zulkifli Hasan berharap agar masyarakat tidak perlu khawatir karena stok beras di Bulog cukup. Selain itu, pemerintah melalui Perum Bulog akan menyalurkan beras SPHP ke ritel modern guna mengatasi keterlambatan pasokan beras premium.

“Masyarakat tidak perlu khawatir, jadi kalau beras premium mengalami kenaikan, masyarakat bisa membeli beras SPHP yang tersedianya di pasar rakyat dan ritel modern,” tambah Mendag Zulkifli Hasan.

Saat ini, terpantau stok beras Bulog tersedia cukup melimpah yang tercatat lebih dari 1 juta ton. Pemerintah pun siap menyalurkan beras Bulog untuk mengisi pasokan di pasar rakyat dan ritel modern melalui program SPHP beras di tingkat konsumen. (red)




Strategi Hadapi Kenaikan Harga Beras: Prioritaskan Petani

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ahli Kebijakan Publik UPN & CEO Narasi Institute

Kabar6-Dalam lanskap global saat ini, kita menyaksikan gejolak harga beras yang signifikan, yang dipicu terutama oleh keputusan mendadak India untuk menghentikan ekspor beras.

Keputusan ini bukan hanya mengguncang pasar global, tetapi juga memberikan dampak langsung dan mendalam pada ekonomi Indonesia. Sebagai negara dengan populasi besar yang mengandalkan beras sebagai makanan pokok, dampak dari kenaikan harga ini sangat terasa di kalangan masyarakat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa kenaikan harga beras di Indonesia dipengaruhi oleh tren kenaikan harga di negara lain. Faktor utama lainnya adalah keputusan beberapa negara, termasuk India, untuk menghentikan ekspor beras. Situasi serupa terjadi pada harga gandum, dengan Ukraina dan Rusia menghentikan ekspor.

Namun, apa yang tampak sebagai krisis harga di permukaan, sebenarnya adalah cerminan dari serangkaian isu struktural yang telah lama menghantui ketahanan pangan Indonesia. Dari isu kepemilikan lahan, urbanisasi, hingga kebijakan impor yang kerap menjadi solusi jangka pendek, semua berkontribusi pada kerentanan kita terhadap fluktuasi harga beras global.

Data dari Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras medium nasional mencapai Rp 12.760 per kg, melebihi HET yang ditetapkan.

Kondisi Ekonomi dan Ketergantungan Impor:

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan. Namun, kenyataannya, kita masih bergantung pada impor beras. Setiap tahunnya, kebijakan impor beras menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi krisis pangan, namun pada saat yang sama, kebijakan ini menambah ketergantungan kita pada negara lain dan mengabaikan potensi pertanian domestik. Kenaikan harga beras global, seperti yang kita alami saat ini, menjadi bukti betapa rentannya kita terhadap dinamika pasar internasional.

Isu Kepemilikan Lahan dan Urbanisasi:

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh sektor pertanian kita adalah konversi lahan. Urbanisasi dan pembangunan infrastruktur telah mengurangi lahan pertanian yang tersedia. Banyak lahan pertanian yang sebelumnya digunakan untuk bercocok tanam beras kini telah berubah fungsi menjadi area perumahan, industri, atau infrastruktur lainnya. Fragmentasi lahan juga menjadi masalah, di mana banyak petani memiliki lahan yang relatif kecil dan terfragmentasi, membuat produksi menjadi kurang efisien.

**Baca Juga: DLH Sebut Kualitas Udara Kabupaten Lebak Kategori Baik

Kritik terhadap Food Estate:

Program food estate, yang dirancang sebagai jawaban atas tantangan ketahanan pangan nasional, tampaknya belum memenuhi ekspektasi. Pendekatan yang dominan bersifat korporatif, tanpa mempertimbangkan esensi kesejahteraan dan nilai-nilai budaya petani, menjadi titik lemah dari inisiatif ini. Penting untuk diakui bahwa pertanian bukan sekadar mesin produksi, melainkan juga sebuah ekosistem yang mengedepankan kesejahteraan dan menghargai warisan budaya petani. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan kedua aspek ini agar dapat memberikan manfaat yang holistik bagi seluruh pemangku kepentingan.

Masalah Kelembagaan dan Koordinasi:

Dalam konteks kelembagaan, tampaknya ada kekurangan signifikan dalam koordinasi, terutama di Bappanas, terkait dengan persiapan dan respons terhadap isu pangan nasional. Koordinasi di lapangan yang dilakukan oleh Bappanas seringkali hanya dihadiri oleh para eselon III dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Hal ini mengakibatkan koordinasi yang terjadi kurang memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan strategis, karena tidak melibatkan pemangku kepentingan yang memiliki wewenang lebih tinggi. Absennya koordinasi yang efektif berpotensi menjadikan kita rentan terhadap krisis pangan yang berulang setiap tahun. Ditambah lagi, tantangan-tantangan baru seperti perubahan iklim dan frekuensi bencana alam yang meningkat memerlukan adaptasi dan respons yang lebih terintegrasi dari lembaga-lembaga terkait. Untuk itu, diperlukan pembenahan struktural dan peningkatan kapasitas koordinasi antar lembaga agar kita dapat merespons dengan cepat dan efektif terhadap dinamika ketahanan pangan yang semakin kompleks.

Rekomendasi

Dalam menghadapi krisis ketahanan pangan yang saat ini dihadapi oleh Indonesia, ada beberapa langkah strategis yang harus segera diambil. Pertama, mengingat urgensi situasi saat ini, pemerintah harus segera melakukan operasi pasar terbuka. Ini bukan hanya untuk menstabilkan harga beras di pasar domestik, tetapi juga untuk memberikan kepastian pasokan kepada masyarakat. Langkah ini harus didukung dengan transparansi data stok pangan nasional agar masyarakat dapat memahami situasi yang sebenarnya.

Selanjutnya, infrastruktur transportasi dan penyimpanan yang memadai adalah kunci untuk meminimalkan kehilangan pasca panen. Investasi dalam infrastruktur pertanian, seperti jalan, gudang penyimpanan, dan fasilitas pengolahan, harus menjadi prioritas. Dengan infrastruktur yang lebih baik, distribusi beras dari daerah produksi ke konsumen akan lebih efisien, mengurangi biaya dan kehilangan.

Mengedukasi petani tentang teknik pertanian modern, penggunaan pupuk dan pestisida yang efisien, serta manajemen lahan adalah esensial. Pelatihan ini dapat membantu petani meningkatkan produktivitas tanpa merusak lingkungan. Mengingat banyaknya petani muda yang beralih profesi, program pemberdayaan khusus untuk generasi muda harus diluncurkan. Ini bisa berupa insentif, akses modal dengan bunga rendah, atau pelatihan bisnis pertanian.

Integrasi teknologi dalam pertanian, seperti penggunaan drone untuk pemantauan lahan, aplikasi pertanian untuk pemantauan cuaca, dan mesin-mesin modern, dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Mengingat dinamika pasar global, membangun kerjasama dengan negara-negara tetangga dalam hal pangan dapat menjadi solusi jangka panjang. Kerjasama ini bisa berupa pertukaran teknologi, penelitian bersama, atau bahkan pembentukan cadangan pangan regional.

Meskipun impor mungkin diperlukan dalam situasi tertentu, ketergantungan berlebihan dapat menghambat perkembangan industri beras domestik. Kita harus memfokuskan upaya untuk meningkatkan produksi domestik, baik melalui peningkatan luas tanam maupun produktivitas. Terakhir, dalam setiap kebijakan pertanian, kesejahteraan dan budaya petani harus selalu menjadi prioritas. Ini berarti memastikan bahwa petani mendapatkan harga yang adil untuk hasil panennya, memiliki akses ke sumber daya yang mereka butuhkan, dan dihormati sebagai pemangku kepentingan utama dalam industri pangan.

Krisis harga beras yang kita alami saat ini bukan hanya soal kenaikan harga di pasar global, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola sumber daya dan potensi yang kita miliki. Kemandirian pangan bukan hanya soal memenuhi kebutuhan, tetapi juga tentang membangun ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Sebagai bangsa, kita harus segera mengambil langkah konkret untuk memastikan bahwa kita tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di tengah dinamika global yang penuh tantangan.(*/Red)