1

Dr. Fadil Zumhana: Jaksa Diharapkan Paham Pengembangan Kasus Tindak Pidana Kesehatan

Dr. Fadil Zumhana Jaksa Diharapkan Paham Pengembangan Kasus Tindak Pidana Kesehatan

Kabar6-Maraknya isue kasus gagal ginjal akut pada anak-anak di Gambia dan 192 kasus di Indonesia per 19 September 2022, membuat masyarakat terutama orang tua menjadi cemas. Penyebabnya antara lain akibat dugaan mengkonsumsi obat yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi kadar ambang batas aman.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyampaikan hal ini dalam acara pembukaan Focus Group Discussion (FGD) bertema Pemantapan Prapenuntutan dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Kesehatan pada Obat yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi Kadar Ambang Batas Aman, Selasa (10/01/2023), di Jakarta.

“Seperti kita ketahui, Presiden RI telah menggelar rapat internal terkait perkembangan kasus obat penyebab gagal ginjal dengan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju pada Senin 24 Oktober 2022 lalu di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Dalam rapat tersebut, Kepala Negara memberikan sejumlah arahan kepada jajarannya, salah satunya untuk mengutamakan keselamatan masyarakat,” ujar JAM-Pidum.

**Baca Juga: Pemkab Lebak Go Digital, Terapkan Absensi hingga Tanda Tangan Elektronik

JAM-Pidum mengatakan Focus Group Discussion (FGD) ini diharapkan dapat menambah pengetahuan ataupun referensi Jaksa untuk lebih mengetahui lagi case building terhadap skema kasus atau anatomi kasus perkara tindak pidana di bidang kesehatan, berkaitan dengan pada obat yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi kadar ambang batas aman ini.

“Semoga ilmu yang diberikan para narasumber berguna demi kemashlatan, dan penegakan hukum yang lebih baik,” ujar JAM-Pidum. (Red)




Permohonan Penghentian Penuntutan 2 Tersangka Penganiayaan Dikabulkan JAM-Pidum

Permohonan Penghentian Penuntutan 2 Tersangka Penganiayaan Dikabulkan JAM-Pidum

Kabar6-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) pada hari Senin (02/01/2023) ini. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang telah disetujui tersebut sebanyak 2 permohonan.

“Adapun 2 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu atas nama tersangka Jalaludin alias Utuh Jalal bin Adul Gani dan atas nama Ardiansyah alias Apai bin Mihad. Keduanya berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Tabalong. Jalaludin dan Ardiansyah disangka telah melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,” kata Fadil dalam siaran pers tertulisnya yang diterima Kabar6.

Kemudian, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

**Baca Juga: Pelaku Penganiaya Remaja Tergeletak Tewas di BSD Tangerang Jadi 3 Orang

Fadil Zumhana memberikan alasan terkait dikabulkannya permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Jalaludin dan Ardiansyah.

“Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini antara lain karena: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; serta masyarakat merespon positif,” tutup Fadil. (Red)




JAM-Pidum Setujui Penghentian Penuntutan Kasus Penganiayaan, Pencurian, dan Pengancaman dari 4 Tersangka

JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana

Kabar6-Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana menyetujui 4 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Demikian dikatakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana dalam siaran persnya, Kamis (29/12/2022).

Adapun 4 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu: tersangka atas nama Dedi Afrianto alias DEDI yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Sawahlunto. Deddy disangka telah melanggar Primair Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka atas nama Zulkifi alias Cun yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Solok yang disangka telah melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka atas nama Fiqri, Kamaruddin bin Kamaruddin yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Takalar, disangka telah melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Kemudian tersangka atas nama Syntha Susanti binti Edi Ridwan yang berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Empat Lawang yang disangka telah melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

**Baca Juga: Akhirnya Nikita Mirzani Dibebaskan dari Penjara

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Selanjutnya, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; dan Masyarakat merespon positif. (Red)




JAM PIDUM Harus Semakin Handal, Profesional, Inovatif, dan Berintegritas

JAM PIDUM Harus Semakin Handal, Profesional, Inovatif, dan Berintegritas

Kabar6-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana berharap jajaran JAM-Pidum semakin handal, profesional, inovatif dan berintegritas serta dapat membantu mendukung Pemerintah terkait Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional, dalam rangka mendukung kebijakan keuangan Negara dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

Harapan Fadil tersebut terungkap dalam Acara Pra-Rakernas Bidang Tindak Pidana Umum yang diselenggarakan di Aula Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Senin (26/12/2022).

Rapat Pra-Rakernas Bidang Tindak Pidana Umum diikuti sejumlah Pejabat Eselon II dan Eselon III di jajaran JAM-Pidum.

Rakernas Kejaksaan RI Tahun 2023 yang akan dilaksanakan mendatang, merupakan pola baru yang sudah masuk tahun kedua diselenggarakan. Ini sebagai kegiatan untuk mengevaluasi pelaksanaan kinerja sepanjang tahun 2022, sekaligus merumuskan prioritas target pada 2024 yang ingin dicapai, sehingga sinkron dan optimal dalam memenuhi target-target pembangunan nasional, sebagaimana ditetapkan Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

**Baca Juga: Permohonan Penghentian Tuntutan Kasus Pencurian Disetujui JAM-Pidum Kejagung

“Sebelum kegiatan Rakernas Kejaksaan RI Tahun 2023 terselenggara, kita terlebih dahulu melaksanakan Pra-Rakernas Bidang Tindak Pidana Umum. Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan pelaksanaan Rakernas antara lain capaian kinerja yang yang telah dicapai oleh satuan kerja Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum periode tahun 2022, usulan kebutuhan riil, dan usulan program prioritas tahun 2024, serta berbagai isu strategis pasca berlakunya UU KUHP,” papar JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana.

JAM-Pidum mengatakan melalui mekanisme Rakernas pola baru kali ini, diharapkan akan mewujudkan sinkronisasi dan kesinambungan pelaksanaan perencanaan kinerja dan anggaran yang terencana serta sistematis oleh seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan. (Red)




Permohonan Penghentian Tuntutan Kasus Pencurian Disetujui JAM-Pidum Kejagung

JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana

Kabar6-Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr Fadil Zumhana, menyetujui 1 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), Jumat (23/12/2022).

Berkas perkara yang dihentikan penuntutannya tersebut atas nama tersangka Kusnun alias Unun bin (Alm) Junaedi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

JAM-Pidum selanjutnya, memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

**Baca Juga: 5 Terdakwa Mafia Minyak Goreng Dituntut 7 hingga 12 Tahun Penjara

Adapun alasan yang diberikan, atas penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif. (Red)




Kejagung Kembali Berikan Restorative Justice ke Enam Tersangka

Kabar6.com

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan seusai Keadilan Restoratif.

Enam berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah tersangka Joko Aminoto Zebua dari Kejaksaan Negeri Sibolga yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Marlena Br Tarigan dari Cabang Kejaksaan Negeri Karo di Tigabinanga yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka Ranto Togi Sihombing dari Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Asmad dari Kejaksaan Negeri Bangka Selatan yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kemudian, Tersangka Mas’at dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan

Tersangka Margono dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

**Baca Juga: UNODC Puji Restoratif Justice Kejaksaan RI Terbaik Dunia

“Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf” katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/5/2022).

Selain itu, Tersangka tersebut belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.

“Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” ungkapnya.

Meski demikian, ia menjelaskan tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis hingga asyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (red)




Jaksa Agung Setujui Dua Pengajuan Restorative Justice

Kabar6.com

Kabar6-Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui dua permohonan penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.

Adapun dua berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yakni
tersangka ST Hadijah alias Siti Binti Muhammad Rizky yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Lalu, Tersangka Eed Mulyono yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

“Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” ujar Fadil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/5/2022).

Selain itu, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Kendati demikian, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

**Baca Juga: Kejagung Serahkan Restitusi ke Korban Perkara TPPO

“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” ungkapnya.

Fadil menjelaskan, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (red)