1

Kusnadi Akui Pernah Bertemu Harun Masiku

Kabar6-Kusnadi, selaku staf Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, mengaku pernah bertemu dengan Harun Masiku yang kini menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024.

“Pernah,” kata Kusnadi kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu dilansir Antara Rabu (19/6/2024).

**Baca Juga:Eks Penyidik KPK Yakin Harun Masiku Segera Tertangkap

Namun, Kusnadi mengatakan dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan Harun Masiku melalui ponsel.

Hal itu disampaikan-nya saat ditanya wartawan apakah penyidik KPK juga mengonfirmasi soal percakapan antara dirinya dengan HM di ponsel-nya “Tidak ada percakapan dengan HM,” ucap dia.

Kusnadi juga tidak banyak berkomentar soal pemeriksaannya oleh penyidik KPK, dia hanya mengatakan pemeriksaannya kali ini tidak jauh berbeda dengan pemeriksaan sebelumnya. “Biasa, masih yang itu-itu saja,” ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menerangkan Kusnadi diperiksa terkait pencarian tersangka kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 Harun Masiku (HM).

“Pemeriksaannya seputar pengetahuan yang bersangkutan terkait perkara yang sedang ditangani, yaitu tersangka HM maupun hal-hal terkait keberadaan tersangka HM itu sendiri,” kata Tessa Mahardika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

KPK dalam beberapa waktu terakhir kembali memanggil sejumlah saksi terkait penyidikan dan pencarian terhadap buronan KPK Harun Masiku.

Selain memeriksa tiga orang saksi yang diduga mempunyai hubungan kekerabatan dengan HM, KPK juga memanggil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, serta stafnya yang bernama Kusnadi, sebagai saksi dalam penyidikan tersebut.

Hasto Kristiyanto pada Senin (10/6), diperiksa selama 4 jam oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.

Lebih lanjut, penyidik KPK telah menyita sebuah ponsel milik staf Hasto yang bernama Kusnadi, dua ponsel milik Hasto, buku tabungan dan kartu ATM milik Kusnadi, dan buku agenda DPP PDIP pada Senin (10/6).

Untuk diketahui, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 yakni Wahyu Setiawan.

Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.(red)

 




Eks Penyidik KPK Yakin Harun Masiku Segera Tertangkap

Kabar6-Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harapan meyakini AKBP Rossa Purbo Bekto selaku Kasatgas Penyidikan KPK dapat menangkap Harun Masiku, tersangka kasus pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di KPU RI.

“Tim penyidik tambahan di bawah kepemimpinan Kasatgas Penyidikan AKBP Rossa Purbo Bekti bisa menangkap Harun Masiku,” kata Yudi di Jakarta,  dilansir Antara Selasa (18/6/2024).

**Baca Juga:Kantong Plastik “Biodegradble” Dipilih Warga untuk Wadah Daging Kurban

Keyakinan ini, kata Yudi, didasari oleh rekam jejak AKBP Rossa Purbo Bekti selaku penyidik KPK.

AKBP Rossa Purbo Bekti selain sudah berpengalaman ikut menangkap DPO kasus korupsi seperti Samin Tan, Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Hiendra Soenjoto, menurut dia, Rossa juga pernah terlibat sebagai penyelidik dalam operasi tangkap tangan (OTT) suap komisioner yang melibatkan Harun Masiku.

Terkait dengan penyitaan ponsel Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Yudi berpendapat bahwa AKBP Rossa tahu apa yang harus diperbuat setelah penyitaan itu.

Yudi meyakini penyidik telah melakukan analisis digital forensic terhadap ponsel tersebut. Namun, selesainya kapan? Tentu akan membutuhkan waktu karena tergantung pada isi dari ponsel apakah banyak atau sedikit datanya.

Jika hasil analisis tersebut ada kaitannya dengan pelarian Harun Masiku atau perkara suap anggota KPU, menurut aktivis antikorupsi itu, tentu akan ditanyakan kepada pemilik ponsel tersebut.

“Cepat atau lambat tentu Hasto dan Kusnadi akan diperiksa kembali untuk ditanyakan kembali terkait dengan isi ponsel tersebut apakah tentang percakapan, gambar, video, atau rekaman suara dan lainnya,” kata Yudi yang pernah sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK.

Apabila kedua pihak yang dimaksud mangkir dalam panggilan, lanjut dia, penyidik punya kewenangan untuk memanggil kembali dengan panggilan kedua serta bisa membawa paksa jika tidak hadir dengan alasan yang patut.

Terkait dengan apakah barang bukti yang disita akan dikembalikan, Yudi mengatakan bahwa tentu setelah didalami tidak ditemukan ada kaitan dengan perkara pokok, yaitu suap anggota KPU atau pelarian Harun Masiku, bisa jadi dikembalikan dan tidak menjadi barang bukti. Hal ini tinggal menunggu analisis penyidik.

Menurut Yudi, dengan kondisi kegaduhan seperti ini, tentu Harun Masiku dan orang-orang yang menyembunyikan dan membiayai buronan tersebut tentu akan mencari strategi lain untuk bersembunyi, apalagi sudah 4 tahun tidak tersentuh.

Namun, Yudi meyakini dengan pengalamannya, Rossa yang sudah menangani berbagai kasus besar di KPK, termasuk KTP-el dan SYL, sudah memperkecil area pencarian Harun Masiku.

“Kita doakan saja Harun Masiku cepat tertangkap karena kasus ini tidak akan tuntas selama Harun Masiku belum tertangkap,” kata Yudi.

Sebelumnya, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota KPU periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.

Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.(red)

 




KPK Dalami Isi Ponsel Hasto Terkait Pencarian Harun Masiku

Kabar6-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sedang mendalami isi telepon seluler milik Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto terkait pencarian buron KPK Harun Masiku.

“Penyidik akan mendalami dari penyitaan alat komunikasi tersebut, yang tentu keterangan-keterangan di dalamnya dibutuhkan dalam proses pemeriksaan dalam perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dilansir Anatar  Selasa(11/6/2024).

Budi menyatakan tidak bisa memberikan komentar soal apa saja temuan penyidik lembaga antirasuah dalam ponsel milik Hasto tersebut. Namun, dia menegaskan tim penyidik KPK tidak pernah berhenti mengumpulkan berbagai informasi dan petunjuk tentang pencarian Harun Masiku.

**Baca Juga:Ketua MPR Dorong Jampidum Asep Nana Mulyana Optimalisasikan Keadilan Restoratif

“Tim penyidik tentu akan mengoptimalkan berbagai cara untuk mendapatkan informasi dan keterangan yang dibutuhkan sehingga pemeriksaan dalam perkara ini ataupun dalam konteks pencarian salah satu DPO pada perkara ini juga kemudian bisa membuahkan hasil,” ujarnya.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pada Senin (10/6). Hasto diperiksa selama empat jam oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019–2024 dengan tersangka Harun Masiku.

Dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik KPK menyita telepon seluler (ponsel) dan buku catatan milik Hasto sebagai bagian pengembangan penyidikan dan pencarian terhadap Harun Masiku.

Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Kendati demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun Masiku, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus sama dengan Harun Masiku, saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.(red)




KPK Periksa Melita De Grave Terkait Pencarian Harun Masiku

Kabar6-Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang mahasiswa terkait dengan penyidikan dan pencarian tersangka kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 Harun Masiku (HM).

“Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi seorang mahasiswa bernama Melita De Grave terkait dengan penyidikan perkara dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019—2024 dengan tersangka HM,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, dilansir Antara Jumat, (31/5/2024).

**Baca Juga:Kejaksaan Agung Periksa 2 Adik Ipar Harvey Moeis Terkait Kasus Korupsi Timah

Meski demikian, Ali belum menjelaskan lebih lanjut kaitan antara saksi dan Harun Masiku yang membuatnya dipanggil oleh tim penyidik KPK.

KPK kembali memanggil saksi-saksi penyidikan perkara dengan tersangka Harun Masiku. Terbaru, KPK memeriksa advokat bernama Simon Petrus pada hari Rabu (29/5) dan seorang mahasiswa bernama Hugo Ganda pada hari Kamis (30/5).

Dijelaskan pula bahwa kedua saksi tersebut diperiksa dan dimintai keterangan dalam rangka pelacakan keberadaan Harun Masiku.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik menemukan informasi soalnya adanya pihak yang dengan sengaja menyembunyikan Harun Masiku dan menghalangi penyidikan KPK.

“Selain itu, juga soal dugaan adanya pihak tertentu yang melindungi tersangka dimaksud sehingga menghambat pencarian dari tim penyidik,” ujarnya.

Untuk diketahui bahwa Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.

Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

KPK menjebloskan Wahyu Setiawan ke balik jeruji besi berdasarkan Putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo. putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Terpidana Wahyu Setiawan juga dibebani kewajiban membayar denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Wahyu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.

Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu Setiawan adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.(red)