Fenomena Aktivis Dukung Prabowo, Fahri Hamzah: Konsolidasi Besar-besaran Telah Dimulai

Kabar6-Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menegaskan, tahun 2024 adalah waktunya bagi Menteri Pertahanan (Menhan) yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk memimpin bangsa Indonesia.

Sebab, tingkat akseptabilitas atau penerimaan terhadap Prabowo semakin meluas. Hal ini menandakan banyaknya dukungan dari berbagai latar belakang masyarakat.

Kondisi tersebut, mengindikasikan bahwa Prabowo merupakan sosok yang tepat untuk menjadi Presiden Indonesia berikutnya. Sehingga berpotensi memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal itu disampaikan Fahri Hamzah menanggapi hasil survei beberapa lembaga survei terkait potensi Prabowo memenangi Pilpres 2024 belum lama ini.

Menurut Fahri, khususnya para intelektual cendekiawan termasuk aktivis memang sudah waktunya untuk bersatu dan memulai konsolidasi besar-besaran secara nasional untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres).

“Harus ada waktu bagi kita semua untuk bersatu dan memulai konsolidasi besar-besaran secara nasional. Kita tidak perlu lagi memberikan atau melayani gagasan-gagasan untuk saling melemahkan dan bertengkar tentang soal-soal yang tidak ada dasarnya dan tidak ada ujung pangkalnya,” kata Fahri dalam keterangannya, Jumat (21/7/2023).

Oleh sebab itu, lanjut Fahri, para aktivis, cendekiawan, intelektual, kyai, ulama para tokoh agama sekarang ini, mulai bersatu untuk mengatakan bahwa memang inilah waktunya Prabowo untuk memimpin konsolidasi dan persatuan.

**Baca Juga: Pengamat Dorong Partai Gelora Hadirkan ‘Pemilu Halal’, Apa itu? Ini Penjelasannya!

“Dan saya kira, orang-orang seperti Budiman Sudjatmiko telah sampai pada pikiran seperti itu, yang saya kira akan terus-menerus menjadi arus yang besar di tengah situasi dunia yang tidak lagi menguntungkan bagi ekosistem pertumbuhan,” ujarnya.

Pemikiran seluruh elemen masyarakat tentang Indonesia sebagai negara dan sebagai kekuatan baru, dengan persatuan dan konsolidasi nasional, bisa didapatkan di hari-hari kedepan, demikian tegas calon legislatif (Caleg) Partai Gelora Indonesia untuk daerah pemilihan atau Dapil Nusa Tenggara Barat I tersebut.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara mengatakan Prabowo Subianto merupakan capres potensial pada Pilpres 2024 2024 mendatang. Menurutnya, Menhan memiliki tingkat akseptabilitas yang semakin meluas.

“Tak hanya tingkat akseptabilitas, banyaknya dukungan dari berbagai latar belakang masyarakat, mengindikasikan Prabowo merupakan sosok yang tepat untuk menjadi Presiden Indonesia berikutnya. Semakin banyak dukungan pada Pak Prabowo, seperti Fahri Hamzah hingga Budiman Sudjatmiko menunjukkan bahwa tingkat ‘akseptabilitas’ dari Prabowo sebagai Capres 2024 semakin meluas,” kata Igor, Kamis (20/7/2023)..

Igor melanjutkan, dukungan kepada Prabowo tak hanya ada di kalangan akar rumput relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja, tapi juga dukungan kepada menteri andalan dan terbaik Presiden Jokowi itu mulai diberikan dari para aktivis 98, mulai dari Fahri Hamzah hingga Budiman Sudjatmiko.

“Tidak saja di akar rumput relawan Jokowi, tetapi juga meluas di kalangan para aktivis mulai dari Fahri Hamzah dan Budiman Sudjatmiko. Bahkan, ukungan yang paling mengejutkan tentu datang dari para kader partai PDI Perjuangan yang belakangan ini seperti memiliki kesan kuat mendukung dan memuji Prabowo. Hal itu tentunya, semakin menguatkan bahwa Prabowo memang capres potensial pada Pilpres 2024,” pungkasnya.

Sementara hasil survei yang dikeluarkan oleh Indonesia Network Election Survey (INES) periode 18-30 Juni 2023 lalu, Prabowo memiliki tingkat akseptabilitas tertinggi, yakni sebesar 81,7 persen, diikuti oleh Ganjar Pranowo dengan raihan akseptabilitas sebesar 60,8 persen.

Kemudian, pada posisi berikutnya ada Airlangga Hartarto dengan angka akseptabilitas sebesar 59,8 persen dan Anies Baswedan yang hanya meraup akseptabilitas sebesar 47,9 persen.(Tim K6)




Pengamat Dorong Partai Gelora Hadirkan ‘Pemilu Halal’, Apa itu? Ini Penjelasannya!

Kabar6-Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran dengan predikat cumlaude Deddy Mizwar (Demiz) yang juga Ketua Bidang Seni Budaya dan Ekonomi Kreatif (Ekraf) DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengatakan, spirit hijrah telah mengajarkan kepada Umat Islam, bagaimana cara menghindari praktik politik kotor dalam memilih seorang pemimpin.

“Jadi sebenarnya peristiwa hijrah ini, bukan saja untuk menghindari pembunuhan Rasulullah SAW dari kaum Quraish. Tapi sebuah bentuk ketaatan awal dari Rasulullah kepada Allah SWT, bahwa Allah SWT memiliki grand desain mengenai sebuah negara besar,” Deddy Mizwar, Rabu (19/7/2023) petang.

Hal itu disampaikan Deddy Mizwar saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talk bertajuk ‘Tahun Baru Islam: Spirit Revolusi Hijrah dari Politik Kotor’ Rabu (19/7/2023) yang ditayangkan secara live di kanal YouTube Gelora TV.

Diskusi yang dipandu Ketua Bidang Keumatan DPN Partai Gelora Dr Raihan Iskandar ini juga dihadiri Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) sekaligus anggota KPU 2002-2007 Chusnul Mar’iyah dan Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda-Ciamis, Jawa Barat (Jabar) KH. Nonop Hanafi.

Menurut Demiz, dengan mematuhi ketaatan kepada Allah SWT, Rasulullah SAW akhirnya terhindar dari praktik kotor kaum Quraish. Di Madinah, Rasulullah SAW akhirnya berhasil membangun kekuatan dan menjadi negara besar di luar Mekkah, yang kekuasaannya kita kenal luas hingga ke Eropa.

“Lalu, bagaimana dengan situasi demokrasi di Indonesia, apakah kita mungkin menghidari politik kotor di Pilpres 2024. Allah SWT itu sudah memiliki grand desain dan calon pemimpin kita itu, sudah ada namanya di Lauhul Mahfudz,” katanya.

Pemeran Jenderal Naga Bonar ini menilai pentingnya sebuah kesadaran dari para kandidat yang mengikuti kontestasi Pilpres 2024 agar menjadikan spirit hijrah tersebut, sebagai spirit untuk melakukan revolusi dari upaya politik kotor.

“Kepemimpinan itu, sebuah amanah dan sebuah ketentuan Allah SWY yang dimana pemimpin kita sudah ada di Lauhul Mahfudz. Kesadaran atas ketaatan ini, yang akan melahirkan pemimpin yang adil dalam membangun bangsanya. Kalau spririt hijrah ini, tidak ada, bisa kacau bangsa dan negara kita,” tegas Demiz.

Demiz berpandangan, bahwa kekuasaan pada dasarnya mengantarkan seorang pemimpin itu masuk neraka, jika menjadi pemimpin yang tidak amanah. Namun, ketika dia menjadi pemimpin yang adil, pemimpin tersebutlah yang pertama kali akan membuka pintu surga.

“Kalau kekuasan hanya sekedar memilih pemimpin tanpa spirit hijrah, apakah itu memilih Presiden atau memilih wakil rakyat, tujuannya itu adalah ketaatan kepada kepada Allah SWT. Salah satu ketaatan itu, adalah menghidari praktik politik kotor,” ujar mantan Wakil Gubernur Jabar ini.

Demiz mengingatkan, agar bakal calon presiden (bacapres) yang ada saat ini, jangan coba-coba untuk menjadi pemimpin sebuah negara, apabila tidak memiliki spirit hijrah seperti yang diajarkan Islam.

“Pintu surga pertama kali dibuka itu, bukan untuk ulama, tetapi untuk pemimpin yang adil. Kalau pemimpinnya tidak adil dan tidak memiliki spirit hijrah, mungkin pemilihnya juga akan keseret juga, masuk neraka bersama-sama,” paparnya.

Ketua Bidang Seni Budaya dan Ekraf DPN Partai Gelora ini lantas mencontohkan proses pemilihan Umar Bin Khotob sebagai Khalifah. Dimana semua sahabat mendorong Umar menjadi pemimpin, karena dianggap lebih baik dari yang lain.

“Karena semua sahabat ini tahu beratnya amanah yang akan ditanggung sebagai pemimpin, karena dia akan masuk neraka terlebih dahulu. Kekuasaan itu, hakekatnya memperluas lahan ibadah kita, menyebabkan kita masuk surga atau neraka,” katanya.

Ia menambahkan, kesadaran melakukan ketaatan kepada Allah SWT, ini yang harus ada pada para bacapres, jika ingin menjadi pemimpin. Sebab, proses pemilihan yang kotor, akan menghasilkan pemimpin yang kotor dan akan berdampak tidak baik kepada rakyatnya.

“Jadi Pilpres 2024 ini akan menjadi cerminan atau petunjuk dari seorang pemimpin. Kalau pemimpinnya yang dihasilkan buruk, pemilihnya atau rakyat pun buruk. Karena itu, spirit revolusi hijrah dari politik kotor harus ditanamkan dalam dirinya para capres kita yang ingin menjadi pemimpin,” pungkas Demiz.

**Baca Juga: Belum Punya Gagasan Kongkrit, Partai Gelora: Ini Lima Harapan dari Warganet untuk Bacapres

Pemilu Halal

Sementara itu, Pengamat Politik UI Chusnul Mar’iyah mendorong Partai Gelora untuk menghadirkan ‘Pemilu Halal’ dalam Pemilu 2024. Dalam konteks Pemilu, bisa dimaknai bahwa hijrah itu dari perang senjata perang suara.

“Dalam perang suara, inilah terjadi perang keuangan atau finansial. Padahal yang perlu kita pahami dalam sejarah mempertahankan kedaulatan NKRI itu, bukan perang finansial, tapi perang ideologi” kata Chusnul.

Sebagai seorang political scientists, kata Chusnul, Partai Gelora adalah partai yang selalu mengedapankan, agama dan politik tidak boleh dipisahkan. Agama tidak boleh dipinggirkan, karena agama memiliki nilai dalam menjaga moralitas.

“Kalau kita bicara ‘why election integrity maters’ seperti dalam paper saya, bahwa agama itu membawa hijrah tentang value atau nilai. Untuk apa anda berkuasa, jika demokrasi ditentukan elite, rakyat dipaksa memilih dari bos yang satu ke bos yang lain,” katanya.

Anggota KPU RI 2002-2007 mengatakan, dalam setiap memberikan Bimtek, ia selalu ditanya, bahwa modal sosial dan kapital itu, akan selalu menjadi pemenang dalam memilih Presiden maupun Anggota Legislatif.

“Mereka selalu percaya duit, duit dan duit yang akan menjadi pemenang. Tapi anda lupa, dari 7.000 caleg misalnya, yang menang itu hanya 575 sampai 580 caleg, apakah mereka nggak pakai duit, pakai duit juga, tapi kalah juga. Sekarang ini bagaimana Pemilu itu menjadi barakah semua harus diawasi, termasuk lembaga survei dan media, karena jadi bagian dari itu,” ujarnya.

Chusnul menilai pentingnya rekuitmen terhadap orang-orang yang akan dipilih sebagi pemimpin, karena sistem Pemilu kita itu meski menggunakan Sistem Pemilu Terbuka, tetapi diwarnai dengan aksi tipu-tipu muslihat.

“Karena itu, mari kita bangun Pemilu kita ini dengan semangat hijrah tadi, Pemilu yang halal. Makanya saya pusing, kalau ada yang pakai ilmu fiqih itu mengatakan, money politic itu tidak apa-apa, karena membeli kebenaran,” katanya.

Sebab, oligarki kekuasan itu, ungkap Chusnul, sudah merancang kekuasaannya agar tetap bertahan mulai dari kekuasan Presiden, kekuasaan politik hingga kekuasaan ekonomi.

“Hasilnya, dampaknya itu ada UU Pendidikan, kesehatan, cipta kerja, industri, kepemilihan tanah, sampai masalah utang dikuasai semua oleh oligarki. Bahkan oligarki ini juga menggunakan DPT sampai hari H dan pengangkatan Anggota KPU-KPU daerah sebagai modal untuk mencurangi Pemilu,” ungkapnya. .

Karena itu, dengan Pemilu Halal yang tidak mengeluarkan agama dari politik dalam menentukan kepemimpinan nasional, bukan didasarkan pada elektablitas yang dibuat oleh lembaga survei, moralitas calon pemimpin akan terjaga.

“Tapi yang utama adalah moraitas. Bagaimana track record, moralitas dia, etika dia, punya kepedulian terhadap kedaulatan dan permasalahan bangsa ngga dia. Jangan hanya dipuja-puji saja, tapi anda tidak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi dibalik itu semua,” jelas Chusnul.

Pemimpin amanah itu, menurut pengajar FISIP UI ini, adalah pemimpin yang akan menjemput kemenangan di Pilpres 2024 sesuai dengan qada dan qadar, sesuai dengan sila pertama Pancasila, berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Kalau kita percaya Allah SWT yang memegang kekuasan, Allah yang memberikan kepada siapa kekuasaan itu, bahkan Allah juga yang akan mencabut kekuasan itu. Allah juga akan memuliakan, siapa yang dihendaki atau dihinakan. Oleh karena itu, saya ajak kawan-kawan Gelora, dengan semangat bergelora menghadirkan Pemilu Halal. Mudah-mudahan, dapat berkuasa dengan kategori dimuliakan,” tegas Chusnul.

Chusnul berharap agar para elite politik dan nasional perlu memikirkan kembali mengenai pemikiran para pendiri bangsa dalam pemilihan Presiden lebih memilih di MPR, daripada memilih secara langsung.

Karena pemilih langsung itu, merupakan perwujudkan demokrasi liberal, sementara memilih Presiden di MPR itu, perwujudan demokrasi Pancasila.

“Dalam konteks ini diskursus-diskursus seperti ini harus terus dikembangkan untuk mencari model yang kita praktekkan, apalah instrumen demokrasi Liberal atau demokrasi Pancasila,” tandasnya.

Secara khusus, Chusnul Mariyah mendorong Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Mereka akan menjadi pemimpin yang amanah seusai dengan kriteria yang telah disampaikannya.

“Kalau di mana-mana, Prabowo nyari-nyari cawapres, saya katakan sudah ketemu. Saya katakan langsung kepada adinda saya, Fahri Hamzah saat bertemu. Kenapa nggak elu saja sih jadi cawapresnya Prabowo. Ini pendapat saya, tapi mudah-mudahan beliau sudah bekerja,” pungkasnya.

Sedangkan Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda-Ciamis KH Nonop Hanafi meminta semua pihak tidak boleh berputus asa dalam menentukan pemimpin untuk masa depan bangsa Indonesia saat hajatan politik lima tahunan.

“Kita tidak boleh pernah putus asa, karena pada akhirnya akan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa besar. Saya berharap tidak ada politisasi, dan terus bangkit agar kita menemukan pemimpin yang ideal,” kata KH Nonop Hanafi.

Spirit hijrah, kata KH Nonop Hanafi, bisa menjadi perangkat hijrah Indonesia untuk melahirkan pemimpin kelas dunia di Pemilu 2024.

“Sprit hijrah itu berkorelasi dalam upaya menentukan pemimpin, bagaimana kita membangun politik bersih dan meninggalkan politik kotor,” katanya.

Menurut dia, politik kotor terbukti telah menyebabkan polarisasi, pembelahan di tengah masyarakat dan ancaman disintegrasi bangsa pada Pemilu sebelumnya.

“Hijrah itu spiritnya kita harus keluar dari politik kotor menjadi politik bersih agar kita mendapatkan pemimpin ideal. Karena itu, perlunya kita memberikan pendidikan politik di tengah situasi sekarang kepada masyarakat,” pungkas KH Nonop Hanafi.(Tim K6)




Anis Matta Prediksi Fenomena Saling Bongkar Kasus Jelang Pilpres 2024

Kabar6-Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, akan ada fenomena saling bongkar kasus atau ‘dirty job’ menjelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Fenomena bongkar kasus tersebut, akan mendominasi pemberitaan politik di semua media selama 6 bulan ke depan hingga Pilpres digelar pada 14 Februari 2024.

“Nanti akan kita lihat dalam sisa waktu 6 bulan ke depan sampai Pilpres, akan ada fenomena bongkas kasus yang terjadi terus menerus. Ini akan mendominasi semua berita politik, itu indikatornya sangat kuat,” kata Anis Matta dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/7/2023).

Pernyataan itu disampaikan Anis Matta dalam program ‘Anis Matta Menjawab’ Episode #5 dengan tema ‘Mengapa Saling Bongkar Kasus Jelang Pilpres 2024’ yang tayang di kanal YouTube Gelora TV, Senin (17/7/2023).

Program ‘Anis Matta Menjawab’ ini dipandu oleh Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi DPN Partai Gelora Dedi Miing Gumelar yang bertindak sebagai host.

Menurut Anis Matta, fenomena bongkar kasus jelang Pilpres 2024, karena bakal calon presiden (Bacapres) yang akan mengikuti kontestasi mengalami krisis ideologi, krisis narasi dan krisis kepemimpinan.

“Jadi kira-kira saya punya empat perspektif untuk membaca, mengapa ada fenomena saling bongkar kasus sekarang jelang Pilpres. Pertama itu, ada efek dosa, kedua ada konflik elite, ketiga sedang krisis narasi dan keempat teori Tumit Achilles,” ujar Anis Matta.

Perspektif efek dosa, kata Anis Matta, sebenarnya tidak terkait dengan proses politik atau Pilpres 2024. Sebab, Islam mengajarkan, bahwa seseorang yang melakukan dosa membuat cahaya dalam hatinya menjadi meredup, hatinya gelap dan mengeras, serta menjadi orang yang kasar, kesepian dan ketakutan.

“Sekarang coba bayangan kalau dosa itu dilakukan berjamaah. Ada satu titik dosa itu, tidak bisa ditutupi dan auratnya akan terbuka. Dan waktu Allah SWT ingin menghinakan seseorang, tidak ada yang bisa menghidarkan. Jadi kita lepaskan dulu dari proses politik, bahwa orang yang melakukan dosa pasti akan dihinakan, cepat atau lambat,” katanya.

Anis Matta lantas mengibaratkan hal itu dengan jenazah yang ingin ditutupi dengan kain kafan, ternyata tidak cukup atau tidak bisa ditutupi dengan kain kafan tersebut, karena telah dihinakan Allah SWT, akibat efek perbuatan dosa yang telah dilakukannya.

“Dalam konteks politik, itu maksudnya satu dosa yang ditutupi dengan perlindungan politik atau hukum itu, ada limit waktunya atau limit dosanya terakumulasi, pasti akan terbuka,” katanya.

Di dalam politik, lanjut Anis Matta, harusnya membawa kesadaran bahwa seseorang itu hendaknya takut kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan dosa, bukan takut dikejar aparat penegak hukum.

“Jadi kalau kita bicara soal efek dosa ini, dosa yang bukan diada-adakan, tapi dosanya sudah ada, tapi dikapitalisasikan secara politik. Kalau takut dikejar hukum, ya jangan melakukan dosa dan kita harus lebih banyak takut kepada Allah SWT,” katanya.

Anis Matta menambahkan, ada satu ulama yang menyatakan, bahwa para pendosa yang melakukan perbuatan dosa, hatinya akan dibutakan. Mereka dikategorikan dalam keadaan ‘mabuk’, dan jika dibiarkan akan membuat kehancuran dan kebinasaan.

“Dan ada satu titik, nanti akan diwariskan satu kehinaan oleh Allah SWT. Jadi apakah nanti ada proses politik atau tidak, ada pemilu atau ada pilpres atau tidak, siapa yang melakukan dosa akan dihinakan suatu saat nanti,” katanya.

Sedangkan perspektif terjadinya konflik antar elite ini, lanjut Anis Matta, biasanya terjadi karena tidak adanya kesepakatan antar elite, sehingga membuat mereka saling bertengkar dan membuka rahasia atau membongkar kasus masing-masing.

“Konflik antar elite ini, bukan konflik dengan rakyat seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, yang menyebabkan konflik horizontal dan polarisasi ideologi, serta menyebabkan pembelahan, makanya banyak orang yang dipersekusi dan dikriminalisasi. Kalau ini, orangnya tidak saling berhadap-hadapan, jumlahnya tidak besar dan konfliknya senyap. Tapi tahu-tahu si fulan ditangkap, si fulan di penjara,” ungkap Anis Matta.

Ketua Umum Partai Gelora ini berpandangan, bahwa upaya saling bongkar kasus yang terjadi di Pilpres 2024, mirip dengan yang terjadi pada Pemilu 2014 lalu, dimana ketika tu muncul kasus skandal Bank Century dan beberapa kasus besar lainnya.

**Baca Juga: Belum Punya Gagasan Kongkrit, Partai Gelora: Ini Lima Harapan dari Warganet untuk Bacapres

“Jadi orang saling bongkar kasus ini sebagai instrumennya untuk melakukan pembunuhan karakter atau menghancurkan sumber daya lawan melalui kasus-kasus,” katanya.

Dalam konflik antar elite ini, menurut Anis Matta, tidak diketahui siapa pelaku sebenarnya, sehingga akan menjadi sekedar gosip belaka.

“Kalau ada konflik di tingkat elite seperti itu, rakyat tidak tahu. Yang tahu elite-elite itu, sebab mereka saling pegang rahasia masing-masing,” katanya.

Sementara perspektif ketiga yang mengindikasikan saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024, adalah indikator terjadinya krisis narasi atau ideologi.

“Kalau kita tidak punya senjata ideologi, ya pakai senjata lain, namanya dosa. Karena itu, dalam Pemilu 2024 nanti kita tidak bisa membayangkan akan ada satu pesta demokrasi yang cantik, yang estetika dan kelihatan keindahannya. Tidak akan ada orang yang saling menyampaikan ide-ide atau narasinya dalam perdebatan,” papar Anis Matta.

Fenomena ini, tentu saja sangat menyedihkan, karena kita sedang berada di tengah situasi krisis dunia dan diambang Perang Dunia III antar kekuatan adidaya.

Padahal situasi sekarang telah memaksa setiap negara untuk mencari peta jalan agar bisa bertahan, bahkan bisa melakukan lompatan besar yang akan mengubah tantangan menjadi peluang.

“Semua orang bingung menghadapi situasi seperti ini, karena itu tidak ada pemimpin yang hadir dengan tingkat keyakinan yang kuat. Semua orang gamang, karena orang gamang seperti itu biasanya menghindari perdebatan,” katanya.

Sehingga untuk memenangkan situasi sekarang ini, pilihan senjatanya daripada menggunakan ideologi akan lebih baik memillih dosa (dirty job).

Sebab, calon pemimpin itu tidak ada succes story yang bisa diceritakan, dan juga tidak punya mimpi besar yang bisa menyakinkan orang.

Terakhir, perspektif teori ‘Tumit Achilles’ juga akan digunakan sebagai upaya untuk saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024. Teori ‘Tumit Achilles’ ini maksudnya adalah mencari titik kelemahan lawan agar menang Pilpres.

“Achiles itu tidak dibunuh dalam duel, dibunuhnya karena tumitnya dipanah, karena itulah titik lemahnya. Anda tidak bisa membunuh dalam duel, yang dicari itu titik lemahnya. Makanya dia memenangi peperangan, tapi dia mati. Matinya tumitnya dipanah,” jelas Anis Matta.

Jika melihat hasil survei yang dilakukan lembaga survei saat ini, ditemukan fakta bahwa ada emosi dalam setiap proses pemilihan, selain ada harapan.

“Emosi itu ada perasaan takut dan marah. Nah, dari survei-survei politik itu, bahwa di masyarakat itu, memang ketakukan lebih besar daripada harapan. Jadi maksudnya lebih gampang menggunakan efek ketakutan daripada efek harapan,” paparanya.

Efek ketakutan ini, juga digunakan dalam Pilpres di Amerika Serikat (AS). Anis Matta mengatakan, terpilihnya Donald Trump dan Joe Biden sebagai Presiden AS karena menggunakan ketakutan orang dengan pendekatan teori ‘Tumit Archiles’.

“Donald Trump menang itu, menggunakan ketakukan orang, terutama ketakutan kulit putih yang semakin menyusut dan ekonominya semakin marjinal, menjadi kelompok kelas menengah. Biden juga melakukan hal serupa, makanya Donald Trump terus menerus ditimpa kasus. Hal-hal begini tidak pernah terjadi sebelumnya, makanya Pilpres AS sekarang dikenal brutal dan kacau, karena bukan narasi harapan yang ditawarkan seperti Obama (Barack Obama), tapi ketakutan orang,” tegasnya.

Menurutnya, apa yang terjadi di Pilpres AS beberapa waktu lalu, juga akan terjadi di Pilpres 2024 mendatang. Dimana setiap orang akan lebih mencari titik kelemahan lawan, daripada melihat kekuatan narasi yang ditawarkannya.

“Anda tidak akan melihat kesatria atau jagoan Anda berduel dipanggung tinju atau MMA. Yang efektif di sini justru para sniper yang tengah mencari dimana Tumit Achiles itu ada, letak kelemahan lawan. Orang tidak memunculkan kekuatannya, tetapi orang memburu kelemahan lawan,” pungkas Anis Matta.(Tim K6)




Belum Punya Gagasan Kongkrit, Partai Gelora: Ini Lima Harapan dari Warganet untuk Bacapres

Kabar6-Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berhasil memotret persepsi warganet terhadap para bakal calon presiden (bacapres). Warganet mendorong terjadinya politik gagasan, bukan politik identitas yang berdasarkan emosi.

“Kita perlu politik gagasan yang mempersilahkan masyarakat menilai apa yang ditawarkan Bacapres ini kepada masyarakat, dan apa yang terbaik itulah yang selayaknya dipilih,” kata Endy Kurniawan, Ketua Bidang Rekruitmen Anggota DPN Partai Gelora dalam keterangannya, Minggu (16/7/2023).

Hal itu disampaikan Endy Kurniawan saat merilis hasil riset digital Gelora Petamaya bekerjasama Lembaga Riset Digital Cakradata dengan tema bertajuk ‘Memotret Tawaran dan Gagasan Bakal Calon Presiden (Bacapres) 2024’.

Endy mengatakan, Partai Gelora senada dengan temuan Gelora Petamaya dan Cakradata, bahwa masyarakat tidak menginginkan adanya politik pertentangan, kekerasan, permusuhan dan sebagainya terjadi lagi di Pemilu 2024.

“Mari kita melupakan politik masa lalu, yang membelah masyarakat hingga tidak bisa rukun sampai sekarang. Kita harus mengedepankan politik gagasan, politik yang memiliki visi dan narasi sama dengan apa yang ditawarkan oleh Partai Gelora, yaitu membangun Arah Baru Indonesia,” katanya.

Namun, Endy mengatakan, bahwa hingga kini belum ada gagasan kongkrit dari Bacapres yang ada saat ini. Temuan ini, tentu saja menjadi ‘self critic’ kepada partai politik (parpol) agar melakukan edukasi mengenai politik gagasan.

“Bacapres harus memberikan narasi tentang gagasannya agar, sehingga publik punya harapan dan masyarakat dapat memilih tawaran-tawaran gagasan dari Bacapres yang layak didukung,” katanya.

**Baca Juga: Peluang Partai Gelora Lolos ke Senayan Terbuka Lebar, Ini Penjelasannya!

Sedangkan Head of Cakradata Muhammad Nurdiyansyah (Dadan) mengatakan, dengan adanya gagasan kongkrit para Bacapres maupun partai pendukungnya, diharapkan diskursus warganet bisa menjadi lebih substantif dan mengarah pada adu gagasan.

“Riset kami lakukan pada tanggal 11 April-11 Juli 2023 mengenai gagasan dan harapan Bacapres. Kami dari Cakradata mencoba melakukan analisis data. Warganet berharap bahwasanya Bacapres sudah harus mulai menawarkan gagasan, program, visi dan arah orientasinya ketika terpilih sebagai presiden RI,” kata Dadan.

Menurut Dadan, gagasan yang dibangun oleh ketiga Bacapres, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan belum begitu besar saat ini, sementara Pemilu 2024 semakin dekat.

“Temuan kita, gagasan yang coba dibangun dari ketiga Bacapres belum begitu besar. Itu salah satu fenomena yang bisa menjadi catatan tersendiri bagi Bacapres maupun partai pendukungnya. Hal ini harus mulai ditingkatkan, karena Pemilu sudah dekat,” katanya.

Karena belum adanya gagasan dari Bacapres, kata Dadan, warganet berharap Bacapres mengangkat gagasan tentang keadilan, integritas, pemerataan pendidikan, pengentasan kemiskinan dan ketersediaan pangan.

“Jadi warganet mengajukan requet kepada Bacapres mengenai gagasan apa sih yang harus disampaikan. Pertama sebanyak 66 persen berharap ada gagasan tentang keadilan hukum, ekononomi dan kejahteraan sosial. Lalu, 12 persen integritas yang tinggi, 10 persen soal pemerataan pendidikan, 7 persen masalah pengentasan kemiskinan dan ketersedian pangan 5 persen,” jelasnya.

Selain itu, dalam rilis riset ini juga menghadirkan beberapa orang sumber yang berasal dari masyarakat dalam segmen Kata Warga.

Mereka diwawancarai terkait tema yang sama untuk melakukan kroscek tentang temuan yang muncul di dunia maya tentang persepsi warganet terhadap gagasan para Bacapres.

Salah seorang warga muda yang diwawancara oleh Tim GeloraTV mengatakan bahwa masalah terbesar Indonesia adalah sistem pendidikan yang jelek dan lapangan kerja yang minim.

Dia melihat para Bakal Capres yang ada saat ini muncul, yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan belum mengajukan gagasan untuk mengatasi masalah besar yang dihadapi Indonesia.

Saat ini, dia mengatakan belum punya pilihan terhadap para Capres karena belum terlihat adanya program yang jelas.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, bahwa sekarang masih terdapat masalah, bagaimana bangsa dan komunitas politiknya dalam mengorganisasi sirkulasi elit dan kepemimpinan yang berbasis pada perasaan dan pikiran publik.

“Akibatnya, pertarungan calon pemimpin negara menjadi kurang berisi dan diisi orang-orang populer, bukan orang yang memperjuangkan nilai dari awal dan punya gagasan besar terhadap bangsa,” kata Fahri Hamzah.(Tim K6)




Fahri Hamzah Ungkap Jokowi dan Prabowo Miliki Ikatan Batin yang Kuat

Kabar6-Isu kedekatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, yang menjadi salah satu bakal calon presiden (capres) terus menjadi perbincangan jelang kontestasi politik lima tahunan, yakni Pemilu 2024.

Bersamaan dengan itu, asumsi bahwa arah dukungan Jokowi untuk Prabowo terendus semakin kuat, disaat sejumlah capres tengah berebut suara untuk bisa mendapatkan hati dan dukungan dari relawan Jokowi.

Kabar kedekatan dua tokoh itu pun dibenarkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah, yang bahkan tak menampik isu tersebut.

“Pak Jokowi dan Prabowo memang memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Saya mau ungkapkan satu hal yah, Anda harus ngerti bahwa hubungan batin antara Prabowo dengan Jokowi itu kuat sekali,” ungkap Fahri Hamzah dalam keterangannya, Minggu (16/7/2023).

Menurut Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu, kedekatan Jokowi dengan Prabowo bukan persoalan baru.

Hal itu bisa ditelusuri sejak Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta 2014 silam yang sebelumnya merupakan Wali Kota Solo.

“Bukan soal baru (kedekatan Jokowi dan Prabowo), ini soal lama sejak dari Solo ke Jakarta. Itu nggak gampang itu, itu dalam sekali itu hubungan antara mereka berdua ini,” beber Fahri.

**Baca Juga: Peluang Partai Gelora Lolos ke Senayan Terbuka Lebar, Ini Penjelasannya!

Maka dari itu, lanjut Fahri, Kabinet Pemerintahan Jokowi harus menggunakan momentum ini untuk bersatu mendukung Prabowo pada Pilpres 2024. Apalagi saat ini, approval rate Jokowi sangat tinggi yakni sekitar 80 persen.

“Makanya kalau menurut saya gunakanlah momentum ini, mumpung Pak Jokowi ini approval ratenya tinggi harusnya kebinetnya ini bersatu. Apalagi sudah 90 persen, Bos. Kalau approval rate sudah 90 persen, ya sudah bersatulah. Bawalah Pak Prabowo ini, tinggal cari wakil,” kata Fahri.

Terkait kabar kedekatan Jokowi dan Prabowo tersebut, ia pun menilai kalau pihak-pihak yang berlawanan dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sudah tidak terlalu kuat. Ditambah, di kalangan akar rumpus juga sudah tidak ada lagi yang menghalangi Prabowo di Pilpres 2024.

“Waktu saya bertemu berdua Pak Prabowo di kantornya (Kemenhan), itu juga saya bilang ‘Mas sebenarnya kalau bicara rakyat sih kayaknya orang sudah sadar juga nggak mungkin lagi lah menghalangi Bapak’,” ucap Calon Legislatif (Caleg) Partai Gelora untuk daerah pemilihan atau Dapil Nusa Tenggara Bara I ini seraya juga menduga kalau di tataran elite nasional sudah tidak ada yang menghambat Prabowo.(Tim K6)




Anis Matta Sebut Indonesia Punya Talenta dan DNA sebagai Bangsa Besar

Kabar6-Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, Indonesia memiliki talenta dan DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) sebagai bangsa besar.

Hal itu bisa dilihat antara lain dari peninggalan Candi Borubudur di Jawa Tengah, yang menjadi warisan arsitektur dunia yang dibangun sekitar abad 8-9 Masehi.

“Bagaimana mungkin kita bisa punya kontribusi arsitektur yang dikenal oleh dunia sampai sekarang, kalau kita tidak punya talenta, tidak punya DNA sebagai bangsa besar. Itu sudah cukup untuk mengindikasikan, bahwa kita bisa menjadi bangsa besar sekarang ini,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (15/7/2023).

Hal itu disampaikan Anis Matta saat diwawancarai salah satu televisi nasional di Gelora Media Centre (GMC) di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (14/7/2023) malam.

Menurut Anis Matta,kelemahan Indonesia sekarang, adalah tidak memiliki keinginan politik yang kuat untuk menjadi bangsa besar.

“Tidak suka mempunyai mimpi yang terlalu besar, karena kita selalu menganggap,bahwa susah dicapainya. Padahal ada tuntutan sejarah, dan kondisi saat ini bisa menciptakan perubahan besar bagi sejarah kita,” katanya.

Situasi geopolitik sekarang, lanjut Anis Matta, harus jadi momentum bagi Indonesia untuk memnjadi kekuatan global baru.

Karena itu, Indonesia bisa memberikan arah baru bagi sejarah dunia untuk ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan kemanusian, akibat konflik global saat ini.

“Di saat konflik global terjadi, kekuatan adidaya China dengan Rusia di satu sisi, melawan Amerika dan seluruh dunia, sementara Indonesia bukan dianggap sebagai ancaman. Karena itu, Indonesia bisa menjadi satu kekuatan baru yang bisa memberikan arah bagi sejarah dunia,” katanya.

Selain itu, pada 2024 mendatang, Indonesia akan menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres), dan secara bersamaan Amerika Serikat (AS) dan Rusia juga menggelar Pilpres. Sehingga secara tidak langsung Pilpres di Indonesia dengan di AS dan Rusia saling berpengaruh.

Sebab, Pemilu 2024 menjadi satu tahapan yang penting bagi Indonesia untuk bisa bangkit dan mengejar target atau cita-cita besar menjadi Superpower baru.

“Menurut saya, Indonesia yang paling mampu sekarang. Karena itu, Pemilu 2024 sekarang ini penting. Penting yang saya maksud disini, adalah pemenang 2024 yang akan menentukan Arah Baru Indonesia, atau peta jalan untuk menjadikan Superpower baru,” katamya.

Partai Gelora, ungkap Anis Matta, telah menentukan empat kriteria calon presiden (capres) yang bisa diandalkan atau dipercaya bisa mewujudkan cita-cita Indonesia menjadikan sebagai Superpower baru.

“Saya sudah menjelaskan sebelumnya, bahwa ada empat faktor yang kita pertimbangkan untuk menetapkan capres. Pertama walaupun kita susah menemukan orang yang memenuhi kriteria secara sempurna, paling tidak berusaha mencari orang yang mendekati, karena kita tidak sedang mencari Superman,” katanya.

Pertimbangan kedua adalah soal geopolitik, sehingga kita perlu memastikan bahwa pemimpin Indonesia akan datang bisa menavigasi Indonesia di tengah situasi geopolitik sekarang.

Selanjutnya, pertimbangan ketiga adalah mempertahankan kepentingan nasional kita, yakni menjaga integrasi dan persatuan dari ancaman disintegrasi bangsa.

“Ancaman disintegrasi di Indonesia ini punya banyak faktor, selain agama, ras, geografi. Tapi juga ada krisis ekonomi dan pemain global yang mencoba di cawe-cawe Indonesia. Jadi kita butuh orang yang bisa memimpin dan mempertahankan persatuan Indonesia,” katanya.

**Baca Juga: Kemenlu Sebut Kasus Perdagangan Orang Naik 15 Persen

Sementara pertimbangan keempat adalah, pertimbangan kepentingan Partai Gelora sendiri. Yakni merealisasikan agenda-agenda besar Partai Gelora seperti masuk DPR.

“Kita pasti akan mengalami gesekan di lapangan. Sebab, ada partai baru yang masuk, pasti ada yang keluar dong, kan nggak ada tambahan kursi, kursinya itu-itu saja. Jadi kalau ada peserta baru, tentu akan ada peserta lama yang keluar,” katanya.

Anis Matta mengatakan, bersama pemenang Pilpres 2024, Partai Gelora akan terus mengelaborasi Arah Baru Indonesia sebagai peta jalan menjadikan Supepower baru.

“Kita akan fokus memberikan perhatian kepada anak muda kita yang usia-nya sekarang 17-20 tahun. Mereka yang sekarang berumur 20 tahunan, 20 tahun lagi mereka umur 40. Merekalah SDM kita nanti, bukan kita-kita, di tengah dunia yang jauh lebih besar,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta juga bakal mendorong pendidikan wajib belajar 16 tahun atau sekolah gratis hingga perguruan tinggi.

Sebab, sumberdaya manusia (SDM) merupakan tulang punggung setiap bangsa, apalagi jika ingin menjadikan Indonesia sebagai kekuatan baru dunia.

“Kita akan berikan kuliah atau sekolah gratis. Kita perlu memberikan akses pendidikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat. Revolusi pendidikan ini sangat penting, bukan soal sekolah gratis pendidikan wajib belajar 16 tahun saja, tapi ini cara mengatasi kekurangan SDM yang dipercaya sebagai tulang punggung setiap bangsa,” katanya.

Untuk mereformasi Sistem Pendidikan Indonesia ini, Anis Matta meminta publik untuk tidak bertanya terlebih dahulu berapa anggaran yang diperlukan, dan darimana anggaran akan didapat.

“Itu masalah teknis saja, saya mengerti bagaimana mensiasati sisi anggarannya. Saya pernah di DPR dan memimpin bidang ekonomi, termasuk diantaranya adalah anggaran. Saya mengerti bagaimana cara mensiasati, tetapi yang lebih penting untuk kita adalah urgensinya, adalah prioritas utama jika Indonesia ingin menjadi kekuatan superpower baru,” pungkas Wakil Ketua DPR Bidang Korekku 2009-2013 ini.(Tim K6)




Peluang Partai Gelora Lolos ke Senayan Terbuka Lebar, Ini Penjelasannya!

Kabar6-Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Rico Marbun mengatakan, Partai Gelora optimis lolos ke Senayan dan mendapatkan perolehan suara minimal 4 persen di Pemilu 2024.

“Partai Gelora yakin bisa masuk ke dalam Gedung DPR, targetnya sih tidak tinggi-tinggi yang penting lolos PT aja. Jadi salah satu cara kami untuk menang adalah menjadikan setiap tahapan dari proses Pemilu ini, itu bagian dari pemenangan,” kata Rico Marbun di Jakarta, Kamis (13/7/2023) sore.

Hal itu disampaikan Rico Marbun saat menjadi narasumber dalam diskusi Dialektika Demokrasi  dengan tema ‘Strategi Partai Politik Berebut Kursi Parlemen’ di Media Center DPR RI, Senayan.

Diskusi juga dihadiri Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, Anggota DPR RI Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, Ketum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika, serta Pengamat Politik Bawono Kumoro.

Menurut Rico, pendirian Partai Gelora bukan didirikan untuk membalas atau mengurangi partai tertentu di Senayan. Namun, untuk menguji apakah narasi Partai Gelora yang ditawarkan ke publik di terima atau tidak.

“Partai Gelora ini tidak didirikan, karena merasa sebel dengan entitas politik tertentu. Kami  mendirikan partai ini tidak untuk membalas pihak-pihak tertentu atau mengurangi partai-partai tertentu. Tapi kalau misalnya, nanti kita dapat 4 terus ada yang dapat 3,9 atau nanti kita dapat 4 terus ada yang dapat 3,8 ya jangan disalahin kita,” kata Ketua Bapilu Partai Gelora ini.

Rico menegaskan, pendirian Partai Gelora tidak hanya sekedar ikut pemilu dan kemudian kalah dalam konstestasi. Tetapi, target Partai Gelora sangat jelas, yakni memenangi Pemilu 2024 dan masuk DPR dengan memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary treshold).

“Seperti kata Pak Anis Matta (Ketua Umum Partai Gelora), bahwa kalau kita tidak bisa buat partai politik dengan cara yang benar, kalau kita tidak bisa rekrut pengurus, kalau orang tidak percaya dengan apa yang kita katakan,ngapain kita buat partai politik. Kan kita buat partai politik mau menang, mau masuk DPR RI. Ngapain kalau cuma jadi aja, lalu ikut pemilu dan kalah. Partai Gelora bukan seperti itu,” ujar Rico.

**Baca Juga: Pimpin Gelora Kabupaten Tangerang, Sukardin : Kami Optimis Dapat Satu Fraksi

Rico menyadari, bahwa berbagai persyaratan yang dibebankan kepada partai-partai baru sangat berat, dan hampir tidak memberikan nafas untuk kehidupan partai baru.

“Tetapi Partai Gelora mulai yakin, bahwa memang ide yang kami tawarkan, yang kami lontarkan itu memang bisa diterima oleh publik. Terbukti banyak kader yang bersedia rumah dan kantornya dijadikan kantor partai. Orang juga berbondong-bondong mau jadi pengurus dan berbondong-bondong mau jadi caleg,” katanya.

Ketua Bapilu DPN Partai Gelora ini mengatakan, keyakinan Partai Gelora yang mendapatkan nomor urut 7 dalam Pemilu 2024 lolos ke Senayan, didasari  pada konsep Party ID yang dianut oleh partai politik (parpol) tertentu, tidak pernah lebih mendapatkan 20 persen suara dalam setiap Pemilu.

“Kenapa Party ID itu, selalu angkanya enggak pernah lebih dari 20% ya begitu ya, itu sudah di total-total.  Artinya tingkat loyalitas atau perpindahan dari satu pemilih dari satu partai ke partai lain, itu selalu terbuka. Itulah kenapa, kita melihat secara angka dari pemilu ke pemilu, itu pemilih-pemilih terutama peringkat-peringkat tiga sampai seterusnya di bawahnya, itu kan berubah-ubah,” jelasnya.

Karena itu, kata Rico Marbun, ketika ada lembaga survei yang menempatkan parpol tertentu dalam daftar peringkat partai yang lolos ke Senayan, dan memenuhi PT 4 persen, dipastikan hal itu  merupakan pesanan pihak tertentu.

Rico menambahkan, lebih dari 50 persen pemilih itu sebenarnya memilihnya dekat-dekat waktu Pemilu.  Para pemilih masih melihat situasi, apakah ada partai yang bisa mewujudkan harapan mereka di tengah ketidakpastian situasi global saat ini.

“Jadi kenapa kok di tengah semua angka-angka yang kita baca itu memberi peluang. Ini tentang situasi ekonomi kita, orang masih ingin mencari harapan atau berlabuh ke sesuatu yang baru,” pungkas Rico Marbun.(Tim K6)




Fahri Hamzah: AI Bisa Jadi Pintu Kelahiran Agama dan Kitab Suci Baru

Kabar6-Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengundang partai politik (parpol) untuk menyampaikan proposal mengenai pandangannnya tentang masa depan umat manusia dan agama.

Hal ini penting untuk menjawab problem-problem bangsa saat ini di tengah tren penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang kian marak di Indonesia.

“Fisiknya, manusia itu sudah dicoba diganti dengan robot. Sekarang ini, pikiran manusia atau akal manusia, coba diganti artificial intelligence. Lalu, Bagaimana nasib the next generation, manusia yang akan datang,” kata Fahri, Rabu (12/7/2023) sore.

Pernyataan Fahri itu disampaikan saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Articial Intelegence: Ancaman atau Peluang? yang digelar secara daring dan disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV.

Diskusi ini dihadiri Kepala Pusat Riset Pendidikan BRIN Dr. Trina Fizzanty, Pengamat Kebijakan Publik Dr. Trubus Rahadiansyah dan Ketua Bidang Generasi Muda DPN Partai Gelora Hudzaifah Muhibullah.

Fahri menilai AI bisa menjadi pintu bagi kelahiran agama baru yang akan membuat kitab sucinya sendiri.

“Saya kira percakapan soal AI ini juga harus menjadi perhatian para agamawan. Makin lama makin mengkwatirkan, karena dia semakin mirip manusia. Dalam perspektif agama ini seperti Tuhan menciptakan manusia,” katanya.

Kehadiran AI ini, kata Fahri, seperti mengingatkan memori dialog penciptaan manusia yang dikwatirkan malaikat kepada Tuhan, bahwa manusia akan membuat kerusakan di bumi. Tetapi, kemudian Tuhan menjawab lebih mengetahui mengenai misteri ini.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menegaskan, bahwa kehadiran AI kelihatannya semakin mempermudah pekerjaan manusia dalam segala hal. Namun sebaliknya, justru ada disrupsi teknologi dan bahaya besar yang akan mengancam umat manusia.

“Kalau berkenan BRIN bisa mengundang kita untuk menyampaikan pandangan masa depan umat manusia atau masa depan agama. Partai Gelora akan memaparkan proposal konprehensif untuk menjawab problem-problem ini,” katanya.

Menurut Fahri, kehadiran parpol di BRIN untuk menyampaikan pandangannya tentang masa depan dapat menjawab mengenai kegamangan dan kegelisaan secara umum tentang masa depan kita dan umat manusia.

“Dan di kita ini, kita punya kontra naratif yang sangat banyak. Kita ini masih mengadu domba antara agama dan sains. Kita masih bertengkar antara budaya dengan pengetahuan, akibatnya antara peneliti dan politisi tidak mantap dalam meletakkan pilar-pilar inti peradaban,” katanya.

Karena itu, hal-hal seperti ini harus diselesaikan, apakah sains dibawa komando negara atau tidak. Sehingga para peneliti atau akademisi yang memiliki riset tidak terus di belakang layar, harus ada keberanian untuk tampil ke depan.

“Sekarang kita tidak punya mekanisme untuk menginterversi public education yang baik. Dan saya kira ini PR temen-temen BRIN. Lembaga pendidikan dan universitas harus memfasilitasi percakapan mengenai AI ini,” kata calon legislatif daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat dari Partai Gelora ini.

Dengan memahami kemajuan teknologi terbaru ini, lanjut Fahri, menjadi kesempatan Indonesia untuk mendaur ulang literasi bangsa kita, sehingga memiliki kesadaran sainstifik.

“Sehingga kita betul-betul bisa tumbuh menjadi bangsa yang punya kapasitas dalam menghadapi masa depan. Ini adalah proyek besar Partai Gelora, membuat revolusi pendidikan. Kita perlu kerjasama dengan para akademisi untuk berani mengambil tanggung jawab dan tantangan-tantangan masa depan,” katanya.

Fahri menegaskan, hilangnya pekerjaan-pekerjan rutin manusia yang akan digantikan robot dan jiwanya diganti AI pada masa akan datang harus segera diantisipasi negara.

“Negara harus lebih cepat punya antisipasi terhadap perkembangan seperti ini. Bangsa Indonesia tidak boleh terus-menerus menjadi konsumen bagi perkembangan seperti ini,” katanya.

Perkembangan ini, lanjutnya, juga harus menjadi percakapan serius antara pejabat dan politisi agar masyarakat tidak cemas, serta menjadikanya sebagai peluang untuk memperbaiki masa depan kita.

“Artificial intelligence yang dibuat manusia harus menjadi peluang kita untuk memperbaiki masa depan kita. Harusnya digunakan untuk merevisi begitu banyak kerusakan yang dibuat oleh manusia, bukan untuk menambah kerusakan baru di masa yang akan datang,” pungkasnya.

**Baca Juga: Pimpin Gelora Kabupaten Tangerang, Sukardin : Kami Optimis Dapat Satu Fraksi

Ancaman dan Peluang

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Pendidikan BRIN Dr. Trina Fizzanty mengatakan, perkembangan AI sekarang menjadi tantangan bagi para ilmuwan. Perbincangan soal ini menjadi hangat, karena yang dibicarakan mengenai ancaman dan peluang

“Di bidang pendidikan dan manajemen waktu, munculnya teknologi ini sangat membantu. Sehingga semua negara saling kejar-kejaran dalam dalam mengembangkan teknologi ini,” kata Trina.

Di Indonesia sendiri, kata Trina, penggunaan AI baru sebatas untuk pendidikan online untuk mempermudah para siswa atau mahasiswa.

“Tetapi pemanfaatan AI ini perlu memperhatikan aspek kemanusiaannya seperti etik, bahkan nilai-nilai karakter Pancasila menjadi bahasan riset kami. Karena nanti akan ada pergeseran nilai dari tadinya produktif, menjadikan kurang produktif dengan adanya perkembangan teknologi,” ujarnya.

BRIN berpandangan jika berbicara peluang maka, penggunaan AI ini harus dibarengi dengan pembelajaran berbasis karakter dan memasukkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat.

“BRIN khawatir, bahwa ini akan menyebabkan persoalan tentang etika, sehingga bisa menjadi perhatian kita semua. Jadi kalau kita bicara ancaman atau peluang, pada intinya sebenarnya soal kode etik. Disinilah perlunya kita regulasi-regulasi untuk mengantipasinya,” kata Kepala Pusat Riset Pendidikan BRIN ini.

Pengamat Kebijakan Publik Dr. Trubus Rahadiansyah mengatakan, pemerintah belum memiliki aturan yang jelas mengenai penggunaan AI dari segi undang-undang, maupun aturan perundang-undangan lainnya.

“Sehingga kalau ada pengaduan-pengaduan selama ini yang terkait penggunaan AI, kebanyakan akhirnya masuk angin. Aduan masalah penggusuran, kemacetan, banjir dan lain-lain akhirnya tidak berjalan efektif,” kata Trubus.

Kebijakan yang diterapkan pemerintah, lanjut Trubus, harus bertanggungjawab sebagai bentuk inovasi, sehingga tidak menjadi beban masyarakat dan menimbulkan persoalan baru.

“Di pendidikan, penggunaan AI justru akan membuat mahasiswa semakin malas dengan adanya peluang untuk menciptakan aplikasi-aplikasi yang mempermudah dirinya,” paparnya.

Trubus menilai masyarakat Indonesia belum siap menggunakan AI, karena sebagian besar masyarakatnya masih di kategorikan menengah terdidik, kalah jauh dengan masyarakat di Amerika, Rusia atau Jepang.

“Masyarakat kita belum siap menggunakan aplikasi-aplikasi berbasis AI ini. Aplikasi-aplikasi yang ada banyak yang tidak digunakan. Dari riset kita misalnya, masyarakat yang akan membeli minyak goreng Rp 14.000 harus menggunakan aplikasi, itu tidak digunakan karena kesulitan. Masyarakat kita sebagian masih dikategorikan menengah terdidik,” katanya.

Trubus menilai penggunaan AI agar tepat sasaran sebaiknya digunakan untuk mencegah penyimpangan administrasi yang menimbulkan praktik-praktik korupsi.

“Kecerdasan buatan ini sangat tepat digunakan untuk penyaluran bansos agar tepat sasaran, sehingga keberadaan teknologi bisa bermanfaat bagi masyarakat, mencegah penyimpangan administrasi dan praktik-praktik korupsi,” katanya.

Ketua Bidang Generasi Muda DPN Partai Gelora Hudzaifah Muhibullah menambahkan, kehadiran AI ini seperti pisau bermata dua, tergantung siapa yang menggunakan bisa menjadi peluang atau ancaman.

“Ibarat pisau buat masak saja, itu bisa menjadi ancaman kalau yang memegang pisau itu adalah penjahat. Jadi ancaman itu timbul dari siapa yang menggunakan, bisa fatal akibatnya. Tapi kalau istilahnya peluang, itu begitu besar terutama bagi anak muda seperti saya yang sedang merintis usaha,” kata Hudzaifah.

Udef sapaan akrab Hudzaifah Muhibullah menegaskan, dampak penggunaan AI sangat besar bisa menghapus peradaban manusia, karena itu orang-orang seperti Elon Mask, Bill Gates dan lain-lain sebenarnya menyesal telah mengembangkan AI ini.

“AI ini bisa memusnahkan manusia, dalam bidang militer bisa digunakan untuk peperangan persaingan global. Peperangan menggunakan AI sangat berbahaya, bisa kita tonton di film terbaru Tom Cruise, Mission Impossible 7, itu lawannya AI,” katanya.

Selain itu, kata Udef, kehadiran AI juga menghilangan banyak pekerjaan dan menciptakan pengangguran. “Kekhawatiran generasi muda pada umumnya, takut kehilangan lapangan pekerjaan ke depannya,” pungkas Udef.

Di akhir acara diskusi, dilakukan demonstrasi penggunaan teknologi AI, dimana Ketua Bidang Rekuitmen Anggota DPN Partai Gelora Endy Kurniawan yang bertindak sebagai host memberikan pertanyaan kepada Miss AI Gelora mengenai peran partai politik baru seperti Partai Gelora dalam memberikan usulan kebijakan agar AI lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Miss AI Gelora pun memberikan jawaban tentang peran parpol baru dalam mempengaruhi kebijakan tentang pemanfaatan AI bagi negara.

Dalam era digital, menurut Miss AI Gelora, yang terus berkembang terus menjadi topik yang relevan dalam kebijakan negara.

“Kesimpulan partai politik baru punya peran signifikan terhadap kebijakan pemanfaatan untuk masyarakat,” kata Miss AI Gelora.(Tim K6)




Desak Pemerintah Hapus Sistem Zonasi, Kader Gelora Tangerang : Kami Siap Advokasi Korban PPDB

Kabar6-Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Kabupaten Tangerang Sukardin, mendesak Pemerintah untuk menghapus sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Pasalnya, sistem zonasi itu dianggap sangat merugikan warga karena ketersediaan gedung sekolah tak sebanding dengan jumlah calon peserta didik.

Akibatnya, hak warga untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah negeri dirampas sepihak oleh kebijakan tersebut.

“Ini sangat merugikan warga. Untuk itu kami memohon kepada Pemerintah agar segera menghapus sistem zonasi tersebut,” ungkap Sukardin, kepada wartawan, Selasa (11/07/2024).

Sukardin menegaskan, pihaknya akan mengerahkan sejumlah kader partai besutan Anis Matta ini untuk turun langsung ke masyarakat guna mengadvokasi calon peserta didik korban dari sistem zonasi tersebut.

Dia mengaku prihatin dengan nasib generasi bangsa yang ingin menikmati pendidikan berbiaya murah namun dibatasi oleh aturan.

**Baca Juga: Dorong Perda Kuliah Gratis Bagi Anak Yatim di Banten, Sukardin : Gelora Siap Berlaga di Pemilu 2024

“Kami juga telah menyiapkan posko pengaduan PPDB yang berada di kawasan Tigaraksa. Bagi warga yang butuh advokasi silakan hubungi kami lewat WhatsApp 08-777-13-555-76,” ujar Calon Anggota DPRD Banten Dapil Kabupaten A ini.

Terpisah, Koordinator Partai Gelora Indonesia Dapil Banten III Sarah Azzahra mengatakan, pihak mendukung langkah- langkah penyelamatan generasi bangsa yang dilakukan kader Partai Gelora Kabupaten Tangerang.

Dengan langkah ini, kata Sarah, warga bisa sedikit terbantu dengan kehadiran kader-kader Gelora yang peduli terhadap masalah pendidikan.

“Pendidikan adalah hak dasar warga negara sebagaimana diatur dalam konstitusi kita. Saya sangat mendukung langkah rekan- rekan pengurus Partai Gelora Indonesia Kabupaten Tangerang. Kita semua memiliki kewajiban yang sama dan harus turun tangan membantu warga supaya bisa mendapatkan pendidikan layak. Saya juga meminta Pemerintah untuk segera mencari solusi terbaik menyelamatkan para korban PPDB ini,” Calon Anggota DPR-RI Dapil Tangerang Raya ini.(Rez/Tim K6)




Ratih Sanggarwati Janjikan sekitar 30 Ribu Beasiswa Jika Terpilih sebagai Anggota DPR RI Periode 2024-2029

Kabar6-Politisi Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Ratih Sanggarwati, calon anggota legislatif (caleg) dari daerah pemilihan Jawa Timur V Malang Raya (Kota/kabupaten Malang dan Kota Batu) dari Partai Gelora membagikan pengalaman uniknya saat menjadi Anggota DPR RI Periode 2014-2019 lalu.

Ketika itu, Ratih duduk di Komisi X yang membidangi pendidikan selama 18 bulan dari Mei 2018 hingga Oktober 2019 dari partai lamanya.

Ratih mengatakan, pentingnya seorang wakil rakyat memberikan kontribusi yang berarti kepada masyarakat. Salah satu kontribusi diungkapkannya adalah upayanya membawa beasiswa ke dalam lingkup Komisi X DPR.

“Dalam pengalaman tersebut, kami berhasil membawa beasiswa untuk masyarakat. Apabila saya terpilih akan duduk di Komisi X, maka akan menyampaikan kepada masyarakat bahwa terdapat sekitar 30.000 beasiswa yang dapat kami berikan. Ini adalah hal yang ingin kami sampaikan kepada mereka,” ujar Ratih, Selasa (11/7/2023).

Hal itu disampaikan Ratih Sanggarwarti saat menjadi narasumber dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Caleg Artis Dobrak Hegemoni Politik’ yang digelar di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta.

Diskusi ini juga dihadiri Anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Arzeti Bilbina dan caleg Partai Solidaritas Indonesia Diadbadai Hollo (Badai Krispatih).

Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora ini mengatakan, setiap caleg yang maju di Pemilu 2024 harus memperhatikan dengan seksama kebutuhan khusus daerah pemilihannya.

Ratih menggambarkan Malang Raya sebagai kota yang kaya akan perguruan tinggi dengan sekitar 90 institusi pendidikan tinggi.

Sehingga setiap kali berkesempatan bertemu dengan akademisi, Ratih berusaha untuk menyampaikan pesan yang relevan dengan dunia pendidikan.

Bahkan, ketika melakukan kunjungan kerja di Universitas Brawijaya, Ratih dan Rekan2 dari Komisi X mendengarkan para calon profesor tentang beratnya tugas Jurnal.

**Baca Juga: Pemilu 2024, Dokumen Persyaratan 55 Bacaleg Partai Gelora Kabupaten Tangerang Memenuhi Syarat

Ratih kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hingga ada kesepakatan.

“Tidak mudah menyampaikan visi dan misi kepada orang-orang yang anti politik, karena mereka selalu berpendapat bahwa memilih seorang calon hanya menghasilkan janji-janji kosong,sesuai dengan pengalaman mereka dalam memilih yang lalu.
Namun, ketika kita sudah bekerja, kita dapat menyampaikan segala hal yang telah kita lakukan,” tegas Ratih.

Penting juga menyampaikan kepada konstituen Tugas utama Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), adalah terkait pembuatan undang-undang, penganggaran, dan pengawasan.

Ratih sangat menyadari bahwa dengan popularitasnya sebagai figur publik, ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap masyarakat. Oleh karena itu, ia selalu berusaha untuk memberikan konten yang berkualitas.

“Para sahabat tidak boleh malas mengisi diri. Jika, misalnya, di komisi IV mencari hal-hal yang berkaitan dengan pemilih, contoh umpamanya Mas Badai, seorang penyanyi, tampil, dia telah berhasil mendapatkan setengah dari perhatian konstituen,tapi jika dapat menyampaikan apa saja yg dapat disampaikan ke mereka yg berkaitan dengan mitra komisi lV ,waaah perhatian bisa penuh itu” jelas Ratih.

“Karena pengalaman di Komisi X maka saya menyampaikan bahwa saya akan membawa hal-hal yg berkaitan dengan para Mitra ,yaitu Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemuda dan Olah Raga ,Kemeterian Pariwisata serta Perpustakaan Nasional kepada masyarakat melalui komisi ini, suara saya akan terdengar jelas. Inilah beban berat yang kami, sebagai figur publik, harus pikul. Ketika kita terlibat dalam partai politik, jangan hanya menjadi pengumpul suara semata,” tambah Ratih.

Ratih menekankan pentingnya memanfaatkan posisinya untuk memberikan manfaat yang nyata kepada masyarakat.

Ia menjelaskan bahwa menjadi pengumpul suara hanya merupakan langkah awal, namun setelah memperoleh suara yang banyak dan kursi yang signifikan, tanggung jawab tidak berhenti di situ.

Ratih selalu berpendapat bahwa setelah terpilih, ia harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan tugas di komisi yang akan dijalani.

Ratih mengungkapkan bahwa ia harus menentukan sikap dalam memilih antara panggung busana dan posisinya di Komisi X. Ia mempertimbangkan dengan matang sebelum mengambil keputusan.  Jika ia terlibat sebagai juri atau pelatih di acara busana, itu merupakan hal yang berbeda.

“Pengalaman seorang penyanyi atau bidang seni lain berbeda dengan pengalaman kami sebagai peragawati. Tetapi yang paling penting, kami merasa beruntung,bahwa orang sudah mengenal nama kami ,pungkasnya.

Ratih menambahkan akan menggandeng para selebgram lokal untuk mempromosikan dirinya sebagai caleg dapil Malang Raya.

Ia menilai para selebgram lokal ini punya follower atau pengikut sendiri, sehingga akan efektif sebagai media pemenangan.

“Tentu kami juga bekerja di media sosial sendiri, karena punya komunitas saya sendiri yang terhubung dengan politik. Tapi kami akan ajak selebgram lokal bersama-sama untuk promosi kita. Jadi ini keuntungan kami maju di Malang Raya,” katanya.

Ratih yakin Partai Gelora yang mendapatkan nomor urut 7 sebagai peserta Pemilu 2024 lolos ke Senayan dan memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary treshold) 4 %, meskipun statusnya sebagai partai baru atau pendatang baru dalam kancah perpolitikan nasional, yang baru ikut kontestasi Pemilu 2024.

“Semua pada nanya ke saya, suami saya sampai tanya, susah nggak sebagai partai baru meraih 4% ? susah kalau ketua umumnya bukan Anis Matta. Dan susah kalau Wakil Ketua Umumnya bukan Fahri Hamzah. Itu jawaban saya,” pungkas Ratih.(Tim K6)