1

Batasan Maksimal Usia Pelamar Perlu Dihilangkan Dalam Rekrutmen Pekerjaan

Kabar6-Pemerhati Ketenagakerjaan Dani Satria menilai bahwa batasan maksimal usia pelamar perlu dihilangkan dalam rekrutmen pekerjaan. Hal ini dikarenakan, saat ini masih banyak masyarakat yang tidak bisa melamar suatu pekerjaan karena terbentur pada kualifikasi maksimal usia saat melamar.

Dengan tidak adanya pembatasan maksimal usia saat melamar pekerjaan, maka siapapun menjadi berhak menempati suatu posisi dalam pekerjaan dan tentunya dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Kualifikasi usia minimal 18 tahun dan maksimal tidak dibatasi, maka akan menciptakan lowongan kerja (loker) formal yang lebih inklusif. Tentunya, visi dari penghapusan batas maksimal usia pelamar sesuai dengan visi pemerintah untuk menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia.

**Baca Juga:Rugikan Rakyat dan Negara, AHY Janji Sikat Mafia Tanah di Indonesia

“Terkait dengan batasan maksimal usia pelamar kerja ini perlu dikaji lagi oleh pemerintah agar dapat dihilangkan dalam proses rekrutmen. Saat ini, tak jarang juga iklan loker di perusahaan-perusahaan yang masih menampilkan batas maksimal pelamar sebagai syarat dalam rekrutmennya. Maka dari itu, harapannya syarat usia ini dapat dihilangkan agar semua warga negara memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pekerjaan,” kata  Dani Satria melalui siaran persnya, Rabu (27/03/2024).

Menurut Dani, gugatan dari Warga Bekasi, yang bernama Leonardo Olefins Hamonangan, terhadap aturan syarat usia dalam loker ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah langkah yang perlu didukung. Gugatan tersebut yang disampaikan dalam sidang Perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian materiil Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang digelar di Gedung MK.

“Berdasarkan observasi dan fakta di lapangan, masih banyak para pencari kerja yang usianya di atas 35 hingga usia 40 tahunan. Karena tidak masuk persyaratan rekrutmen di sektor formal, akhirnya mereka bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang jauh dari kata layak. Harapannya, dengan penghilangan syarat batasan maksimal usia pelamar ini, kesempatan-kesempatan bagi masyarakat di usia matang dapat kembali terbuka,” imbuh Dani.

Dani menilai, dengan menghapus batasan usia ini akan membuka pintu bagi individu dari berbagai kelompok usia untuk tetap terlibat dalam kegiatan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan tetap berkarya di tempat kerja. Tentunya, masyarakat akan merasakan manfaat yang signifikan, mulai dari memudarnya kesenjangan ekonomi hingga berkurangnya jumlah pengangguran usia produktif.(red)




Pemerhati Ketenagakerjaan: Pelaksanaan Job Fair Perlu Berinovasi

Kabar6-Pelaksanaan acara job fair atau bursa kerja sudah menjadi agenda rutin dari pihak lembaga pendidikan ataupun lembaga pemerintahan. Agenda job fair sendiri pada umumnya dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun pada tiap-tiap instansi, baik itu pendidikan maupun pemerintahan.

Misalnya, Pemkot Tangerang kerap kali menggelar kegiatan tersebut guna menekan angka pengangguran.

Pemerhati Ketenagakerjaan, Dani Satria menilai bahwa sampai saat ini job fair masih menjadi pilihan utama bagi para pencari kerja atau job seeker untuk mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu, penting untuk melakukan inovasi dalam penyelenggaraan job fair agar serapan tenaga kerja dapat efektif dan maksimal.

“Ini catatan bagi pihak penyelenggara job fair agar benar-benar memastikan para perusahaan yang mengikuti job fair tersebut memang sedang membutuhkan kandidat untuk mengisi manpower planning di sebuah perusahaan. Hal ini dilakukan agar berkas yang diajukan oleh para pencari kerja tidak ada yang terbuang percuma atau tidak diproses karena tidak adanya lowongan kerja yang real time,”.

“Maka dari itu, inovasi yang dapat diterapkan pada job fair offline antara lain yaitu dengan menampilkan layar dashboard yang berisi nama perusahaan beserta lowongan yang sedang dibuka, jumlah kebutuhan karyawan beserta status jumlah pelamarnya secara real time. Inovasi ini diimplementasikan agar para pencari kerja dapat mengetahui bagaimana perkembangan status lowongan kerja pada job fair berlangsung tersebut,” ujar Pemerhati Ketenagakerjaan, Dani Satria melalui siaran persnya di Kendal, Jawa Tengah, Rabu (2/8/2023).

**Baca Juga: Bayi Lobster Senilai Rp 5,3 Miliar Hendak Diselundupkan Lewat Bandara Soetta Gagal

Menurut Dani, meskipun saat ini sudah banyak diselenggarakan job fair secara virtual atau online, namun daya tarik job fair offline masih sangat besar. Berdasarkan riset, job seeker atau pencari kerja cenderung merasa lebih yakin ketika dapat mengajukan berkas kepada human resources (HR) secara langsung sekaligus untuk berbincang mengenai kualifikasi yang dibutuhkan. Hal itu mereka dapatkan ketika mengikuti job fair secara offline.

“Selain itu, perlu adanya konsep sinergi ketenagakerjaan yang solid antara kegiatan pelatihan, talent pool, job fair sampai ke fulfilment lowongan kerja. Sebisa mungkin program sourcing, recruitment, training dan event job fair tidak terpecah-pecah. Sehingga alur penyerapan tenaga kerja dapat berjalan secara solid,” kata Dani.

Dani menambahkan, kegiatan job fair yang diadakan oleh pemerintah tersebut jangan sampai menjadi acara seremonial belaka. Perlu adanya target penyerapan tenaga kerja setiap acara job fair yang diselenggarakan tersebut, sehingga kegiatan akbar ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

“Pada kenyataannya, sampai saat ini job fair bukanlah sarana yang ampuh untuk mengurangi angka pengangguran di masyarakat,” tandasnya. (Oke)