1

Untuk Dorong Vaksinasi COVID-19, Australia Didesak Berikan Uang Tunai dan Tiket Lotre

Kabar6-Untuk mendorong tingkat vaksinasi COVID-19 yang lambat, pemerintah Australia didesak untuk memberikan uang tunai dan tiket lotre sebagai insentif.

Sejumlah pakar kesehatan masyarakat dan pengiklan, melansir Okezone, mengatakan lebih banyak hal yang harus dilakukan untuk melawan keengganan dan kebingungan tentang program vaksinasi COVID-19 massal itu. Strategi yang sama juga telah dilakukan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (AS).

Riset yang dilakukan oleh dua suratkabar Australia, mendapati bahwa sepertiga responden tidak berniat untuk segera divaksinasi. Ada keraguan yang luas di kalangan masyarakat tentang potensi efek samping vaksin itu.

Survei itu juga menunjukkan bahwa banyak warga Australia percaya mereka tidak perlu segera divaksin selama perbatasan internasional negara itu masih ditutup.

Permintaan vaksinasi saat ini lebih rendah dibanding yang diharapkan. Dengan kecepatan vaksinasi sekarang yang mencapai sekira 500 ribu dosis vaksin per minggu, nantinya pada Oktober 2022 seluruh orang dewasa Australia baru selesai divaksin penuh.

Tetapi pihak berwenang memperingatkan bahwa ‘berpuas diri dapat membunuh’ merujuk pada ‘kebangkitan virus mematikan ini di negara-negara seperti Taiwan, Singapura dan Korea Selatan’ yang seperti Australia, sebelumnya merasa telah berhasil menekan perebakan COVID-19.

Pemerintah federal Australia baru-baru ini menanggapi keraguan soal vaksin dengan kampanye kesehatan masyarakat yang baru. Iklan layanan masyarakat itu mengatakan, vaksin COVID-19 kini diberikan kepada mereka yang paling rentan. Warga yang berusia 50 tahun ke atas kini dapat divaksin.

Disebutkan, vaksinasi ini sukarela, gratis dan merupakan cara terbaik untuk melindungi Anda dan komunitas. Para pakar yakin, memberikan tiket lotre atau uang tunai setelah divaksinasi akan mendorong tingkat vaksinasi.

Insentif utama bagi warga Australia dapat dikaitkan dengan perjalanan ke luar negeri. Para pejabat mengatakan pembukaan kembali perbatasan internasional yang telah ditutup selama lebih dari satu tahun, dapat bergantung pada tingkat vaksinasi.

Pakar bioetika di Murdoch Children’s Research Institute di Melbourne, Julian Savulescu, mengatakan warga Australia perlu didorong secara aktif agar mau divaksinasi. ** Baca juga: Dengan Perahu Karet, Seorang Pembelot Tiongkok Menyeberangi Laut 11 Jam Menuju Taiwan

“Kita bisa memberi mereka hal-hal yang jelas bermanfaat seperti uang tunai atau sejenisnya. Juga hal-hal seperti kemampuan lebih baik untuk melakukan perjalanan, tidak perlu mengenakan masker dalam situasi tertentu, dan lain lain. Amerika telah mencabut keharusan mengenakan masker bagi mereka yang telah divaksinasi penuh, atau memberi mereka uang tunai. Uang tunai jelas memberi dampak signifikan pada sejumlah besar orang,” terangnya.

Langkah-langkah pemantauan yang ketat di perbatasan, kebijakan lockdown, atau menutup sebagian wilayah dan menghentikan kegiatan ekonomi, dan tentunya uji medis massal terbukti membantu Australia mengatasi COVID-19.

Sejak pandemi merebak Maret 2020 lalu, lebih dari 30 ribu orang terjangkit virus Corona di Australia. Sebanyak 910 orang telah meninggal dunia. Pihak berwenang sejauh ini telah menyetujui penggunaan dua vaksin di negara kangguru itu, yaitu Pfizer-BioNTech dan Oxford-AstraZeneca.(ilj/bbs)




India Dilanda Penyakit Misterius Baru ‘Jamur Hitam’

Kabar6-Otoritas kesehatan di India mengeluarkan peringatan perihal epidemi penyakit misterius baru, ‘jamur hitam” (black fungus), yang mematikan ke berbagai negara bagian.

Infeksi yang biasanya jarang terjadi, disebut mukormikosis, memiliki tingkat kematian 50 persen, dan beberapa pasien hanya dapat diselamatkan dengan membuang mata atau tulang rahang.

Namun dalam beberapa bulan terakhir, melansir theguardian, India mengalami ribuan kasus jamur hitam yang memengaruhi para pasien COVID-19 yang telah pulih dan sedang dalam pemulihan. Para dokter menduga, mungkin ada hubungan penyakit itu dengan steroid yang digunakan untuk mengobati pasien COVID. Para penderita diabetes berada pada risiko tertentu, dan dokter mengatakan penyakit itu tampaknya terjadi 12-15 hari setelah pemulihan dari COVID.

Sekretaris Bersama Kementerian Kesehatan India, Lav Agarwal, menulis surat kepada 29 negara bagian India untuk meminta mereka menyatakan penyakit jamur hitam itu sebagai epidemi. Dengan melakukan itu, kementerian akan dapat lebih dekat memantau apa yang terjadi di setiap negara bagian, dan memungkinkan integrasi pengobatan yang lebih baik.

Tidak jelas persis berapa banyak kasus yang telah terjadi di penjuru negeri, yang saat ini berada dalam cengkeraman gelombang COVID-19 kedua yang mematikan, hingga telah menewaskan puluhan ribu orang.

Menteri Kesehatan Negara Bagian Maharashtra, Rajesh Tope, mengatakan ada 1.500 kasus infeksi di negara bagian itu, yang merupakan salah satu yang terkena dampak terburuk dalam gelombang kedua COVID-19 di India.

Satu rumah sakit di Mumbai mengungkapkan, mereka telah menangani 24 kasus dalam dua bulan, dibandingkan dengan enam kasus sepanjang tahun lalu. Dokter juga mengatakan bagaimana mereka dipaksa menghilangkan mata dan tulang rahang pasien untuk mencoba menghentikan penyebaran sebelum mencapai otak penderita, tetapi tindakan medis itu membuat pasien cacat permanen.

Lonjakan kasus telah menyebabkan kekurangan Amfoterisin B, obat yang digunakan untuk mengobati mukormikosis, meskipun diproduksi banyak perusahaan India. Ini telah menyebabkan banyak keluarga beralih ke pasar gelap dengan putus asa.

Mucormycosis adalah infeksi yang sangat langka. Hal ini disebabkan paparan jamur mukosa yang banyak ditemukan di tanah, tanaman, pupuk kandang, serta buah dan sayuran yang membusuk.

“Ini ada di mana-mana dan ditemukan di tanah dan udara dan bahkan di hidung dan lendir orang sehat,” terang Dr Akshay Nair, ahli bedah mata yang berbasis di Mumbai. ** Baca juga: Pemimpin Korut Marah Besar Karena Pejabat Kesayangannya Tewas Usai Disuntik Obat Buatan Tiongkok

Jamur ini mempengaruhi sinus, otak dan paru-paru dan dapat mengancam jiwa pada penderita diabetes atau penderita kekebalan tubuh yang parah, seperti pasien kanker atau orang dengan HIV/AIDS.(ilj/bbs)




Vaksin COVID-19 Disebut Korut Bukan Obat Mujarab

Kabar6-Sebuah peringatan perihal prospek pertempuran panjang melawan virus Corona baru dilontarkan media pemerintah Korea Utara (Korut). Termasuk mengingatkan bahwa vaksin yang dikembangkan oleh produsen obat global terbukti bukan obat mujarab universal.

Korut hingga saat ini, melansir Indiatoday, belum secara resmi mengkonfirmasi kasus infeksi COVID-19, meski para pejabat Korea Selatan (Korsel) mengatakan wabah di sana tidak dapat dikesampingkan, karena Korut memiliki hubungan perdagangan dan ‘orang-ke-orang’ dengan Tiongkok sebelum menutup perbatasannya awal tahun lalu.

Surat kabar resmi Partai Buruh yang berkuasa, Rodong Sinmun, mengatakan bahwa pandemi hanya memburuk meskipun vaksin sudah dikembangkan.

“Vaksin virus Corona baru yang diperkenalkan secara kompetitif oleh berbagai negara pernah dianggap sebagai secercah harapan bagi umat manusia yang dapat mengakhiri perang melawan penyakit menakutkan ini,” demikian tulis Rodong Sinmun.

Disebutkan, “Tetapi situasi di banyak negara dengan jelas membuktikan bahwa vaksin tidak pernah menjadi obat mujarab universal.” ** Baca juga: Monumen Misterius Tempat Manusia Dijadikan Tumbal Ada di Irlandia Utara

Media itu lantas mendesak orang untuk bersiap menghadapi pandemi yang berkepanjangan, menggambarkannya sebagai kenyataan tak terhindarkan yang menyerukan upaya untuk memperkuat langkah-langkah anti-virus dan menumbuhkan loyalitas kepada pemimpin Korut, Kim Jong-un dan partainya.

Korut diharapkan menerima hampir dua juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca pada paruh pertama tahun ini, melalui program berbagi vaksin COVAX. Namun bulan lalu perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Korut bernama Edwin Salvador, mengatakan pengiriman ditunda karena kekurangan pasokan, mengutip aliansi GAVI.

Salvador mengungkapkan, Korut sedang menyelesaikan persyaratan teknis yang diperlukan untuk menerima vaksin, tetapi tidak merinci lebih lanjut. Aliansi GAVI, yang memimpin COVAX dengan WHO, tidak segera menanggapi permintaan komentar.(ilj/bbs)




Sesaat Sebelum Dikremasi, Pasien COVID-19 Mendadak Menangis

Kabar6-Seorang lansia wanita 76 tahun yang diyakini telah meninggal dunia, tak disangka hidup kembali beberapa saat sebelum dikremasi oleh anggota keluarganya.

Kejadian tak biasa ini, melansir Indiatoday, terjadi di Desa Mudhale di Baramati, India. Wanita yang diidentifikasi sebagai Shakuntala Gaikwad, dinyatakan positif COVID-19 beberapa waktu lalu. Ia pun diisolasi di rumah, tetapi kondisinya memburuk karena usia tua. Kemudian, keluarga Gaikwad memutuskan untuk memindahkannya ke rumah sakit di Baramati.

Gaikwad lantas dibawa ke Baramati dengan kendaraan pribadi. Pihak keluarga mencoba untuk mendapatkan tempat tidur rumah sakit untuknya di Baramati, namu tidak berhasil. ** Baca juga: Coba Berjalan di Atas Air, Seorang Pendeta Zimbabwe Tewas Dimakan Buaya

Saat mereka menunggu di dalam mobil, Gaikwad jatuh pingsan dan berhenti bergerak. Keluarga pun berasumsi, Gaikwad telah meninggal dunia. Mereka pun memberitahu seluruh kerabat tentang ritus terakhir.

Pihak keluarga membawa Gaikwad pulang dan mulai mempersiapkan kremasi. Ia ditempatkan dalam usungan untuk perjalanan terakhir. Sesaat kemudian, tiba-tiba Gaikwad mulai menangis dan kemudian membuka matanya. Karena terkejut, pihak keluarga pun membawa Gaikwad ke rumah sakit.

Gaikwad lalu dibawa ke Rumah Sakit Silver Jubilee untuk perawatan lebih lanjut.(ilj/bbs)




Kepolisian Spanyol Tangkap Oknum Apoteker yang Jual Sertifikat Tes COVID-19 Negatif Palsu

Kabar6-Kepolisian Spanyol mengamankan oknum apoteker yang menjual sertifikat tes COVID-19 negatif palsu. Oknum tersebut menjual hasil tes palsu kepada warga Maroko yang hendak pulang ke negara mereka.

Menurut Polisi Nasional Spanyol, melansir Torontosun, oknum apoteker tadi memungut biaya sebesar sekira Rp2,2 juta untuk hasil tes palsu. “Pria berusia 24 tahun, yang ditangkap di El Ejido, Spanyol selatan, mematok harga US$156 kepada orang Maroko untuk setiap sertifikat palsu yang memungkinkan mereka terbang pulang dari Spanyol,” demikian pernyataan Polisi Nasional Spanyol.

Disebutkan Polisi Nasional Spanyol, menurut pengakuan para korban, sang apoteker yang namanya tidak disebutkan itu mengaku memiliki pekerjaan sampingan menjalankan bisnis perjalanannya sendiri dan menjual tiket pesawat. ** Baca juga: Seorang Turis Terjebak di Jembatan Kaca Setinggi 100 Meter Setelah Lantai yang Diinjak Hancur

“Kami telah menemukan tujuh kasus tersangka yang menjual sertifikat tes PCR palsu dan penyelidikan sedang berlangsung,” kata Polisi Nasional Spanyol.(ilj/bbs)




Pemerintah Serbia Berencana Beri Uang untuk Warganya yang Suntik Vaksin COVID-19 Sebelum Akhir Mei

Kabar6-Presiden Serbia, Aleksandar Vucic, mengumumkan rencana pemberian uang sekira 3.000 atau Rp438.500 dalam upaya meningkatkan penyerapan vaksin COVID-19 di kalangan masyarakat.

Hal ini ditujukan bagi warganya yang menerima suntikan vaksin COVID-19 sebelum akhir Mei. Presiden Vucic, melansir rferl, mengambil langkah tersebut setelah peluncuran vaksinasi negara itu terhenti karena jumlah partisipan yang sedikit. Serbia telah menginokulasi sekira 1,3 juta dari tujuh juta penduduknya.

Pemerintah berharap, dengan menawarkan insentif tunai untuk ‘memberi penghargaan kepada orang-orang yang menunjukkan tanggung jawab’, mereka akan melipatgandakan jumlah yang divaksinasi dalam sebulan.

Bersamaan dengan mengungkap insentif baru, Presiden Vucic memperingatkan bahwa individu yang menolak menerima vaksin COVID-19 akan ditolak cuti sakit yang dibayar jika mereka tertular virus Corona.

Untuk membantu memenuhi potensi peningkatan permintaan, Serbia akan memperluas pusat vaksinasi termasuk pusat perbelanjaan.

Sementara ahli epidemiologi Serbia, Zoran Radovanovic, mengatakan bahwa proposal Serbia tampaknya menjadi yang pertama di dunia. ** Baca juga: Cisse, Wanita Asal Mali yang Lahirkan 9 Bayi Kembar

Namun, ia memperingatkan bahwa pemerintah harus berhati-hati, karena tindakan tersebut mungkin mendorong beberapa orang untuk divaksinasi, hal itu dapat menimbulkan kecurigaan pada orang lain tentang pemerintah yang perlu membayar orang untuk mendapatkan vaksinasi.

Kampanye vaksin COVID-19 di Serbia sendiri menggunakan suntikan Sputnik V Rusia dan BBIBP-CorV Sinopharm, serta Pfizer-BioNTech dan Oxford-AstraZeneca.(ilj/bbs)




COVID-19 Telan Ribuan Korban Jiwa dalam Sehari, India Akan Gunakan Krematorium Anjing

Kabar6-Rekor kematian tertinggi sejak pandemi terjadi di India, dengan sebanyak 3.689 orang meninggal dunia terkait COVID-19 dalam tempo sehari pada hari Minggu lalu.

Menurut data worldometers, melansir Sindonews, hingga Senin (3/5/2021) pagi negara berpenduduk 1,3 miliar tersebut mencatat jumlah kematian 3.422 dalam sehari. Total kematian terkait virus corona SARS-CoV-2 di negara itu sudah mencapai 218.945 jiwa. Total kasus COVID-19 mencapai 19.919.715 karena ada tambahan 370.059 kasus baru.

Angka kasus itu menjadikan India sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS) yang mencatatkan jumlah kasus 33.179.285.

Sementara itu, karena Delhi terus kehabisan ruang untuk kremasi, maka krematorium anjing akan digunakan untuk manusia yang meninggal terkait COVID-19. Bantuan internasional sedang dalam perjalanan tetapi tidak dapat tiba cukup cepat karena India terus mencatat jumlah kematian tertinggi dalam satu hari sejak pandemi dimulai.

Upaya besar internasional sedang dilakukan untuk mengirimkan oksigen yang sangat dibutuhkan ke kota-kota di sekitar India di mana kasus virus Corona telah meroket ke titik di mana orang yang terinfeksi, termasuk bayi, meninggal dunia saat menunggu perawatan di luar rumah sakit.

“Orang-orang terkadang sekarat di depan rumah sakit. Mereka tidak memiliki oksigen lagi. Kadang-kadang (mereka sekarat) di dalam mobil mereka,” kata duta besar Jerman untuk India, Walter Lindner. ** Baca juga: Hunian di Gua Wonderwerk yang Berusia 2 Juta Tahun Menjadikannya ‘Rumah Tertua dalam Sejarah Manusia’

Antrean panjang terlihat di pusat-pusat vaksinasi sepanjang akhir pekan, dengan orang-orang yang sangat ingin diinokulasi untuk melawan penyakit yang telah membebani sistem perawatan kesehatan.

Platform media sosial telah dibanjiri permintaan dari orang-orang yang mencari tabung oksigen, obat-obatan, dan tempat tidur rumah sakit karena gelombang COVID-19 menyebabkan kekurangan yang meluas.

New Delhi, salah satu wilayah paling terpukul di India, memperpanjang lockdown seminggu pada hari Sabtu lalu, dan negara bagian timur Odisha juga telah memerintahkan lockdown.

Dr Anthony Fauci, penasihat pandemi utama AS, mengatakan dalam komentar yang diterbitkan Sabtu bahwa seluruh India harus mengunci diri untuk melawan gelombang ini.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi sendiri telah menolak memberlakukan lockdown nasional, tetapi banyak negara bagian di India telah memberlakukan pembatasan yang ketat.(ilj/bbs)




Biadab! Oknum Karyawan RS di India Lakukan 2 Kali Percobaan Perkosaan pada Pasien COVID-19 Berusia 50 Tahun

Kabar6-Polisi menangkap oknum karyawan sebuah rumah sakit di India atas tuduhan mencoba memerkosa seorang pasien wanita COVID-19 berusia 50 tahun. Tersangka beraksi dua kali pada Sabtu malam dan Minggu.

Oknum karyawan yang tidak disebutkan namanya itu, melansir indiatoday, bekerja sebagai ward boy (perawat pasien lansia atau pasien dengan gangguan mental) pada rumah sakit swasta di Gwalior. Sedangkan korban si pasien dirawat pada unit perawatan COVID-19 rmah sakit setempat. Kasus itu terungkap setelah korban mengajukan aduan ke kantor polisi Kampoo. Menurut polisi, tersangka mencoba memerkosa pasien dua kali.

Pejabat polisi bernama Hitika Vasal mengatakan, tersangka sempat melarikan diri dari rumah sakit setelah korban membunyikan alarm dan menelepon keluarganya bahwa dia telah diserang. Diketahui, korban saat itu dirawat dengan bantuan oksigen.

Anggota keluarga pasien menuduh staf rumah sakit ikut membantu tersangka melarikan diri. Menurut keluarga korban, manajemen rumah sakit tidak melakukan tindakan apa pun meski sudah menerima aduan dan malah menyerang mereka.

“Perawatan keponakan saya juga dihentikan oleh rumah sakit,” kata saudara ipar korban yang tidak disebutkan namanya. ** Baca juga: Pesawat Kargo Jepang Mendarat Darurat di Rusia Gara-gara Pilot Pingsan

Menurut Vasal, tersangka berhasil ditangkap tak lama setelah melarikan diri. Tersangka dijerat dengan pasal 376 dan 354 dari undang-undang pidana.(ilj/bbs)




Kena Denda Hampir Rp50 Juta Akibat Langgar Karantina 8 Detik

Kabar6-Seorang pekerja migran dari Filipina dikenai denda sebesar 100 ribu dolar Taiwan atau sekira Rp49,8 juta karena pelanggaran karantina singkat saat menjalani masa isolasi wajib pada sebuah hotel di Kaohsiung, Taiwan.

Otoritas Taiwan memberi denda walaupun pria yang tidak diungkap identitasnya itu hanya beberapa detik meninggalkan kamarnya saat menjalani karantina wajib COVID-19.

Dalam rekaman kamera pengawas yang dirilis oleh otoritas setempat, melansir news18, menunjukkan pria tersebut meninggalkan kamarnya tanpa izin untuk memberikan sesuatu kepada sesama individu yang dikarantina. Keduanya terlihat mencoba untuk mempertahankan jarak sosial, karena ‘pelaku’ hanya meninggalkan barang di atas meja untuk diambil oleh pria lain.

Seluruh ‘pelanggaran karantina’ tersebut berlangsung sekira delapan detik, tetapi dampaknya ternyata sangat mahal. Masih belum jelas apakah individu kedua juga mendapat konsekuensi atas keterlibatannya dalam pelanggaran itu.

Taiwan diketahui telah menerapkan beberapa pembatasan virus Corona terberat di seluruh dunia, menjadikan setiap orang yang datang, warga negara dan orang asing, karantina ketat. ** Baca juga: Pria AS Nekat Berenang di Akuarium Ikan Sebuah Toko Olahraga

Negara dengan populasi sekira 23 juta penduduk ini hanya melaporkan 700 kasus virus Corona sejak awal pandemi.(ilj/bbs)




Peneliti Filipina Buru Kelelawar untuk Kembangkan Model Simulasi Agar Bantu Dunia Hentikan Pandemi

Kabar6-Dengan memakai baju pelindung, para peneliti berusaha melepaskan sayap kelelawar yang terjebak dalam jaring besar, di Provinsi Laguna, Filipina. Sejumlah hewan kecil itu ditempatkan dalam kantong kain.

Kelelawar tadi selanjutnya akan diukur dan diusap air liurnya serta kotoran. Semuanya dikumpulkan untuk dianalisis sebelum dikembalikan ke alam liar.

Para peneliti yang menyebut diri mereka sebagai ‘pemburu virus’, melansir newsbeezer, bertugas menangkap ribuan kelelawar untuk mengembangkan model simulasi yang diharapkan akan membantu dunia menghindari pandemi serupa dengan COVID-19, yang telah menewaskan hampir 2,8 juta orang.

Penelitian yang didanai Jepang ini akan dikembangkan selama tiga tahun ke depan oleh Universitas Filipina Los Banos, dengan harapan bahwa kelelawar akan membantu dalam memprediksi dinamika virus Corona dengan menganalisis faktor-faktor seperti iklim, suhu, dan kemudahan penyebaran ke manusia.

“Apa yang kami coba lihat adalah jenis lain dari virus corona yang berpotensi menular ke manusia,” ungkap Phillip Alviola, ahli ekologi dan pemimpin kelompok yang telah mempelajari virus kelelawar selama lebih dari satu dekade.

“Jika kami mengetahui virus itu sendiri dan kami tahu dari mana asalnya, kami tahu cara mengisolasi virus itu secara geografis,” kata Alviola.

Selain penelitian di laboratorium, ilmuwan juga harus terjun ke lapangan melalui hutan hujan lebat dan pendakian malam yang berbahaya di pegunungan yang tertutup bebatuan, akar pohon, lumpur dan lumut.

Kelompok itu pun menargetkan tempat bertengger kelelawar di gedung-gedung, memasang jaring kabut sebelum senja untuk menangkap kelelawar dan mengambil sampel.

Setiap kelelawar diambil sampel air liurnya, ukuran sayapnya untuk mengetahui mana dari 1.300 spesies ini yang paling rentan terhadap infeksi dan mengapa. Peneliti juga memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan saat bersentuhan dengan kelelawar, sebagai pencegahan terhadap tertular virus.

“Sangat menakutkan akhir-akhir ini. Anda tidak pernah tahu apakah kelelawar sudah menjadi pembawa atau belum,” ujar Edison Cosico, yang membantu Alviola.

Sebagian besar dari mereka yang tertangkap adalah kelelawar tapal kuda yang diketahui mengandung virus Corona, termasuk kerabat terdekat yang diketahui dari virus Corona baru.

Kelelawar tapal kuda berperan dalam dua skenario ahli Organisasi Kesehatan Dunia yang menyelidiki asal-usul virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19. ** Baca juga: Fosil Hiu Elang yang Hidup 93 Juta Tahun Lalu Ada di Meksiko

Spesies inang, seperti kelelawar, biasanya tidak menunjukkan gejala patogen, meski dapat merusak jika ditularkan ke manusia atau hewan lain. Virus mematikan yang berasal dari kelelawar termasuk Ebola dan virus corona lainnya, Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), dan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS).

“Paparan manusia dan interaksi yang lebih dekat dengan satwa liar berarti risiko penularan penyakit sekarang lebih tinggi dari sebelumnya,” jelas Kirk Taray, ahli ekologi kelelawar.

Ditambahkan, “Dengan memiliki data dasar tentang sifat dan kemunculan virus yang berpotensi zoonosis pada kelelawar, entah bagaimana kami dapat memprediksi kemungkinan wabah.” (ilj/bbs)