1

Astronaut Sergei Krikalev Tak Bisa Pulang ke Bumi Karena Negaranya Bubar

Kabar6-Sergei Krikalev, astronaut Uni Soviet, pernah mengalami kisah tidak bisa kembali ke Bumi karena negaranya bubar pada 1991. Diketahui, Uni Soviet adalah negara sosialis yang pernah ada antara 1922–1991 di Eurasia. Kini, Uni Soviet telah pecah menjadi 15 negara.

Krikalev, melansir Mashable, adalah seorang insinyur penerbangan yang dilatih dan disertifikasi oleh agen ruang angkasa Uni Soviet, melakukan misi ke Stasiun Ruang Angkasa Mir sebagai bagian dari awak Mir EO-9 pada 18 Mei 1991. Misi ini merupakan perjalanan keduanya keluar bumi. Krikalev melakukan tugas rutin layaknya rekan astronaut lainnya, yakni melakukan beberapa perbaikan dan pembaruan peralatan di MIR.

Dia meluncur ke luar angkasa dengan pesawat Soyuz bersama dua astronaut lain, yaitu Anatoly Artsebarsky dan Helen Sharman. Sesampainya di Mir, ketiganya berkegiatan sesuai tugas. Di pertengahan masa perbaikan, Artsebarsky dan Sharman pulang terlebih dahulu. Sementara, Krikalev tetap berada di Mir untuk menyelesaikan tugas dan menunggu astronaut lain datang.

Ketika hendak pulang, ada gonjang-ganjing hebat di Bumi yang tidak pernah ia ketahui selama menjalankan misi. Ternyata, Uni Soviet sedang dilanda perpecahan, negara-negara satelit Soviet mulai memisahkan diri dan gelombang reformasi mulai menggerogoti pemerintahan.

Hingga akhirnya, Uni Soviet dinyatakan bubar dan tidak ada lagi di dunia. Ketiadaan negara komunis itu praktis membuat nasib Krikalev terkatung-katung.

Pemerintah Rusia menolak Krikalev yang meminta pulang ke Bumi, karena dunia astronomi bukan lagi prioritas utama. Pemerintah lebih baik fokus mengurusi perbaikan ekonomi ketimbang mengeluarkan uang hingga jutaan dollar hanya untuk memulangkan satu orang astronaut. Kemudian, baru Krikalev diberi tahu bahwa pihak di Bumi tidak ada uang untuk membawanya pulang.

Pada saat itu, kondisi keuangan Uni Soviet sedang kolaps. Pemerintah sampai menjual berbagai peralatan ruang angkasa yang dimiliki, seperti kursi roket hingga Stasiun Ruang Angkasa Mir sendiri.

Dengan kondisi demikian, Krilalev dinyatakan telantar di luar angkasa. Dia memang tidak sendirian karena masih ada astronaut lain. Namun, Krikalev jadi astronaut terlama di Mir.

Setelah berada di luar angkasa selama 10 bulan atau 311 hari dan mengelilingi bumi 5.000 kali, Krikalev akhirnya bisa sampai kembali ke Bumi. Pada 25 Maret 1992, pemerintah Jerman membayari biaya kepulangan Krikalev.

Krikalev bisa pulang usai Jerman membayar US$24 juta untuk membelikan tiket bagi penggantinya, Klaus-Dietrich Flade. Krikalev pun pulang dengan selamat meski hampir sekarat. Setibanya di Bumi, ia terlihat masih menggunakan pakaian ruang angkasa yang bertuliskan USSR dan patch bendera Uni Soviet.

Saat tiba wajahnya pucat dan tulang-tulangnya tak bisa menopang berat tubuh Krikalev. Hanya satu hal positif yang didengarnya, yaitu fakta kalau dia lebih muda 0,002 detik dibanding manusia di seluruh Bumi.

Kepulangan Krikalev membuatnya dijuluki sebagai ‘orang Uni Soviet terakhir’. Meski begitu, pengalaman pahit di luar angkasa tak membuatnya trauma.(ilj/bbs)




Berdiameter 25 Meter, Eropa Bakal Bangun Replika Bulan di Jerman

Kabar6-Badan Antariksa Eropa (ESA) tengah membangun fasilitas baru di Jerman, disebut Lunar Analog Test Facility (LATF), yang akan mereplikasi permukaan Bulan di Bumi.

LATF, melansir Wionews, akan digunakan untuk menguji teknologi dan peralatan yang akan digunakan dalam misi eksplorasi Bulan. LATF bakal memiliki diameter 25 meter dan kedalaman 10 meter, nantinya diisi dengan pasir dan batuan yang menyerupai permukaan Bulan. Fasilitas ini juga akan memiliki lingkungan yang mirip dengan Bulan, termasuk radiasi kosmik dan suhu ekstrem.

ESA mengatakan, LATF akan menjadi alat berharga bagi pengembangan misi eksplorasi Bulan. Fasilitas ini memungkinkan ESA untuk menguji teknologi dan peralatan dalam kondisi yang realistis, sehingga mengurangi risiko kegagalan di Bulan.

LATF dijadwalkan akan selesai pada 2024 ini, yang rencananya digunakan untuk menguji teknologi untuk misi Artemis NASA, bertujuan membawa astronaut kembali ke Bulan pada 2025 mendatang.(ilj/bbs)




Untuk Kurangi Pasokan Bahan dari Bumi, Urine Manusia Disebut Bisa Bangun ‘Pangkalan’ di Bulan

Kabar6-Badan Antariksa Eropa atau The European Space Agency (ESA) mengatakan, urine manusia suatu hari nanti bisa menjadi bahan yang berguna dalam membuat beton untuk ‘membangun’ pangkalan di Bulan.

ESA, melansir Space, menerangkan bahwa para peneliti dalam sebuah studi terbaru yang didukung ini menemukan bahwa urea, senyawa organik utama dalam urine, bisa membuat campuran untuk ‘beton Bulan’ yang lebih lunak sebelum akhirnya mengeras menjadi bentuk akhir yang kokoh. Badan antariksa itu mencatat, hanya menggunakan bahan yang tersedia di situs (di Bulan) untuk sebuah pangkalan di sana atau konstruksi lainnya akan mengurangi kebutuhan untuk memasok bahan dari Bumi.

Bahan utama dalam pembuatan ‘beton Bulan’ ini adalah tanah berbentuk bubuk yang ditemukan di permukaan Bulan yang dikenal sebagai regolith bulan.

ESA mengatakan urea, yang dapat memutus ikatan hidrogen dan mengurangi viskositas campuran fluida, akan membatasi jumlah air yang diperlukan dalam ‘resep’ pembuatannya.

“Berkat penghuni Bulan di masa depan, 1,5 liter limbah cair yang dihasilkan seseorang setiap hari dapat menjadi produk sampingan yang menjanjikan untuk eksplorasi ruang angkasa,” demikian pernyataan ESA.

Di Bumi, urea digunakan sebagai pupuk industri dan bahan baku oleh perusahaan kimia dan medis.

“Harapannya adalah bahwa air seni astronaut pada dasarnya dapat digunakan karena berada di pangkalan bulan di masa depan, dengan sedikit penyesuaian terhadap kadar air,” kata rekan penulis studi Marlies Arnhof dalam pernyataan ESA.

“Ini sangat praktis, dan menghindari kebutuhan untuk semakin mempersulit sistem daur ulang air yang canggih di ruang angkasa,” tambahnya.(ilj/bbs)




Suhu Bumi Makin Panas, Ilmuwan Prediksi Waktu Kepunahan Manusia

Kabar6-Terkait suhu Bumi yang makin panas, umat manusia diprediksi takkan hidup selamanya di masa depan, bahkan punah. Namun waktunya disebut terjadi masih lama sekali.

Pemodelan iklim dari komputer super, melansir Newsweek, menunjukkan dalam 250 juta tahun lagi, hampir semua mamalia akan punah karena suhu Bumi naik dalam level yang mengerikan di mana kehidupan sulit bertahan. Dalam skenario yang dimuat pada jurnal Nature Geoscience ini, manusia pun terancam lenyap. Namun, manusia lebih cenderung lebih mungkin survive dibanding makhluk lain karena kemajuan teknologi kita.

“Jika kita hanya melihat kemampuan alami manusia bertahan hidup dalam cuaca panas ekstrem (tanpa teknologi) maka ada beberapa ambang batas panas yang tak dapat dilewati secara umum,” kata Alexander Farnsworth, penulis utama makalah tersebut dan periset di University of Bristol.

Ditambahkan, “Paparan suhu yang memasukkan panas serta kelembapan di atas 35 derajat selama lebih dari 6 jam akan berakibat fatal. Demikian pula, suhu bola kering (diukur dengan termometer) di atas 40 derajat C dan kelembapan rendah untuk jangka waktu yang lama juga mematikan.”

Tapi dengan bantuan teknologi seperti pendingin udara, manusia bisa lebih bertahan. Masalahnya di 250 juta tahun lagi, kondisi Bumi diprediksi sangat menyeramkan. Suhu mungkin antara 40 derajat sampai 70 derajat Celcius terkait naiknya level karbondioksida.

Peningkatan suhu di masa depan itu tidak hanya karena ulah manusia. Sebagian besar disebabkan oleh aktivitas tektonik yang memicu letusan gunung berapi, serta karena Matahari menghasilkan radiasi sekira 2,5 persen lebih banyak.

“Dalam penelitian kami, suhu global bisa menjadi sekira 10-15 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan saat ini dan di daratan saja, suhunya bisa menjadi antara 25-30 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan hari ini,” kata Farnsworth.

Belum lagi saat itu, benua super berikutnya, Pangea Ultima, terbentuk. Pasalnya, benua tersebut akan terletak di sekitar ekuator Bumi yang cuacanya paling panas, serta adanya CO2 yang dibuang oleh aktivitas tektonik akibat pergeseran benua.

Farnsworth memaparkan, “Hal ini saja telah meningkatkan suhu permukaan daratan secara signifikan, terutama disebabkan oleh sebagian besar daratan permukaannya berada di daerah tropis sekarang. Matahari juga jadi sekira 2,5 persen lebih terang dalam 250 juta tahun, sehingga menambah lebih banyak energi yang masuk ke Bumi dan semakin memanaskan dunia.” (ilj/bbs)




Ilmuwan Swiss Ungkap Alasan Alien Tidak Pernah Menghubungi Manusia

Kabar6-Studi terbaru yang dilakukan tim ilmuwan dari Swiss menyatakan, Bumi mungkin saja berada pada titik ‘buta sinyal’ radio alien.

Diketahui, saat ini terdapat banyak teori mengenai keberadaan alien di luar sana, seperti zoo hypothesis, yang menyatakan bahwa aliens sadar akan keberadaan Bumi, hanya saja mereka enggan untuk mengontak kita.

Penemuan terbaru yang dipublikasikan jurnal akademik ‘The Astronomical Journal’, ditulis Claudio Grimaldi, dari Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne (EPFL) Swiss, mencoba untuk menjawab teka-teki tersebut.

Studi Grimaldi, melansir Nypost, menyatakan bahwa letak Bumi saat ini menjadikan lokasinya sebagai titik buta bagi gelombang radio alien. Selain itu, Grimaldi juga menyatakan bahwa sinyal dari alien sangat jarang meraih Bumi akibat disparitas teknologi di angkasa dan kurangnya pemancar sinyal.

Akibat jarangnya terdapat pemancar sinyal dari angkasa, sinyal tersebut diperkirakan hanya akan dapat dibaca oleh Bumi setelah 60 hingga 2.000 tahun. ** Baca juga: Prancis Gratiskan Kondom dan Kontrasepsi untuk Kendalikan Penyebaran Penyakit Menular Seksual

Untuk saat ini, alien mungkin saja belum dapat menjangkau manusia, jadi kita masih harus menunggu jangka waktu yang panjang agar hal tersebut terjadi.

Bagaimanapun, perlu diingat bahwa manusia di Bumi seringkali tidak sengaja memancarkan sinyal radio ke angkasa secara tidak disengaja, terutama dengan berkembangnya teknologi 5G, sehingga kondisinya mungkin saja berubah.

Grimaldi menjelaskan, tantangan terbesar dari penelitian ini adalah untuk mencari lokasi pasti dari kehidupan alien di angkasa yang sangat luas. Sementara ini, Grimaldi menyatakan bahwa metode terbaik untuk mencari alien adalah untuk menyurvei data di angkasa melalui penelitian astrofisika lain.(ilj/bbs)




Setelah 9 Bulan Mengorbit, Pesawat Luar Angkasa Misterius Asal Tiongkok Berhasil Kembali ke Bumi

Kabar6-Pesawat luar angkasa asal Tiongkok yang diluncurkan pada Agustus 2022 lalu dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan di barat laut Tiongkok, telah berhasil kembali ke Bumi setelah 276 hari atau sekira sembilan bulan mengangkasa di orbit.

Hal yang misterius, melansir Gizmodo, tujuan mengangkasanya pesawat ini masih tidak diketahui secara jelas, namun kantor berita Tiongkok, Xinhua, membagikan pernyataan yang mengatakan bahwa eksperimen mereka dengan pesawat ruang angkasa ini berjalan sukses.

“Keberhasilan percobaan ini menandai terobosan penting dalam penelitian Tiongkok tentang teknologi pesawat ruang angkasa yang dapat digunakan kembali, yang akan menyediakan metode perjalanan pulang pergi yang lebih nyaman dan terjangkau untuk penggunaan ruang secara damai di masa depan,” demikian laporan Xinhua.

Pesawat luar angkasa milik Tiongkok ini memiliki badan yang mirip dengan pesawat luar angkasa USAF. Melalui pesawat ini, Tiongkok menyatakan bahwa ini adalah salah satu upaya dari negara tersebut untuk memperluas jangkauannya ke luar angkasa. ** Baca juga: Di Kenya, Ratusan Anggota Sekte ‘Mati Kelaparan untuk Bertemu Yesus’ Menemui Ajalnya

Tiongkok saat ini juga sedang mengerjakan misi luar angkasa mereka sendiri untuk Bulan melalui penjelajah Zhurong-nya, yang menemukan bukti air cair di Mars. Namun, mereka masih belum membagikan misi apa yang sesungguhnya dibawa dengan pesawat luar angkasa misterius ini.

Keberhasilan pendaratan pesawat ini mungkin cukup mengkhawatirkan bagi banyak negara lain, karena misi rahasia di balik terbangnya pesawat ini masih disembunyikan.(ilj/bbs)




Benarkah Jauh di Bawah Permukaan Bumi Ada Kehidupan Lain?

Kabar6-Tim ilmuwan internasional mengungkapkan bagaimana miliaran demi miliaran mikroorganisme hidup ribuan kilometer jauhnya di bawah permukaan Bumi.

Saat mempresentasikan temuan mereka dalam pertemuan tahunan American Geophysical Union pada 2018, para peneliti menghitung ukuran harta karun kehidupan yang misterius ini untuk pertama kalinya, dan itu jauh lebih besar dari yang mereka perkirakan sebelumnya.

Menurut laporan tim ilmuwan, melansir Phys, sekira 70 persen dari jumlah total mikroba di planet ini hidup di bawah tanah. Secara total, mikroba ini mewakili sekira 15-23 miliar ton karbon, yang artinya ratusan kali lebih besar dari massa karbon semua manusia di permukaan. Angka itu diperkirakan baru sedikit yang diketahui.

Studi ini menunjukkan keragaman genetik kehidupan di bawah permukaan Bumi mungkin sebanding, atau bahkan melebihi, kehidupan di atas permukaan. Inilah mengapa ekosistem ini dijuluki ‘Galapagos bawah tanah’. ** Baca juga: Nasa Temukan Planet ‘Neraka’ yang Atmosfernya Disebut Panas Seperti Api

Kehidupan di bawah permukaan Bumi didominasi oleh bakteri dan ‘sepupu’ evolusi mereka, archaea. Namun para peneliti juga mencatat cukup banyak eukarya di bawah sana. Misalnya, para peneliti menggambarkan ada nematoda tak dikenal sedalam 1,4 kilometer di tambang emas Afrika Selatan (Afsel)

Untuk mencapai temuan tersebut, tim menyatukan puluhan penelitian yang mengamati sampel yang diambil dari pengeboran antara 2,5 dan 5 kilometer ke dalam kerak Bumi, baik di dasar laut maupun benua pedalaman.

Hal yang juga mengejutkan, mereka menemukan bahwa biosfer dalam di bawah permukaan hampir dua kali volume semua samudra.(ilj/bbs)




Dalam 12 Tahun ke Depan, Ilmuwan Inggris Siap Hasilkan Bayi Luar Angkasa Pertama

Kabar6-Ilmuwan Inggris bekerja sama dengan perusahaan Belanda, Spaceborn United, dalam inseminasi buatan di satelit yang mengorbit di luar angkasa. Mereka dilaporkan berencana untuk menghasilkan bayi luar angkasa dengan menggunakan fertilisasi in vitro (IVF).

Langkah tersebut dikatakan dapat membuka jalan bagi manusia untuk mendirikan koloni di luar planet Bumi. Melansir Dailystar, tes penerbangan untuk tujuan itu diharapkan akan diluncurkan dari Kanada dalam waktu tiga bulan. “Tujuannya adalah agar manusia pada akhirnya dapat tumbuh dari planet ini dengan cara alami,” ungkap Dr Egbert Edelbroek, CEO Spaceborn.

Ditambahkan, “Namun, untuk mencapai ini dengan cara yang paling etis dan optimal secara medis, kita perlu mempelajarinya dengan teknologi reproduksi.” ** Baca juga: Masih Diselimuti Misteri, Temuan Hutan Tak Terjamah di Puncak Gunung Wilayah Mozambik

Awalnya, mereka akan menggunakan sperma tikus dan sel telur dan upaya tersebut didukung oleh Asgardia, komunitas antariksa internasional yang didirikan pada 2016 untuk menciptakan koloni manusia luar angkasa pertama. Dikatakan Dr Edelbroek, pada 2019 bayi pertama bisa lahir di luar angkasa dalam 12 tahun ke depan.

Namun, saat berbicara di Kongres Antariksa dan Sains pertama Asgardia, The Space Nation di Darmstadt, Jerman, Dr Edelbroek mengatakan bahwa bayi antariksa pertama akan terjadi pada 2031.(ilj/bbs)




Para Astronom Kanada dan India Tangkap Sinyal dari Galaksi Hampir 9 Miliar Cahaya

Kabar6-Tim astronom dari Kanada dan India mampu mendeteksi sinyal dari galaksi yang dikenal sebagai SDSSJ0826+5630, menggunakan teleskop raksasa di dekat Pune di Maharashtra.

Ya, mereka berhasil mendeteksi sinyal radio, diyakini dikirim dari galaksi yang terletak sekira sembilan miliar tahun cahaya dari Bumi. Melansir Cnet, disebutkan bahwa gelombang radio memungkinkan para astronom untuk memahami awal pembentukan alam semesta yang diyakini berusia sekira 13,7 miliar tahun.

Menurut ahli kosmologi dan salah satu penulis studi deteksi gelombang, Arnab Chakraborty, sinyal radio memungkinkan mereka untuk melihat kembali ke masa lalu. “Ini setara dengan melihat kembali ke masa lalu dalam kurun waktu 8,8 miliar tahun,” kata Chakraborty.

Sinyal radio yang diterima tidak dikirim oleh alien, melainkan berasal dari galaksi pembentuk bintang yang dipancarkan saat alam semesta baru berusia 4,9 miliar tahun. Itu adalah sinyal radio pertama dari jenisnya yang terdeteksi dari jarak sangat jauh.

Chakraborty menambahkan, galaksi memancarkan berbagai jenis sinyal radio. “Sampai saat ini kita baru bisa mendeteksi sinyal tertentu dari galaksi-galaksi terdekat sehingga membatasi pengetahuan kita untuk mengetahui galaksi-galaksi yang ada di sekitar bumi,” ujarnya.

Sementara itu, Royal Astronomical Society mengumumkan deteksi sinyal radio tersebut dalam pemberitahuan bulanan mereka. ** Baca juga: Lucu, Seekor Beruang di AS ‘Sabotase’ CCTV dengan Berpose Selfie Ratusan Kali dalam Semalam

Dijelaskan, gelombang sinyal yang terdeteksi merupakan penemuan penting karena frekuensinya berada pada panjang gelombang tertentu yang dikenal dengan ‘garis 21 cm’, juga dikenal sebagai garis hidrogen dan merupakan garis spektrum radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 1420.(ilj/bbs)




Bikin Penasaran, Ini Alasan Mengapa Alien Belum Juga Berkontak dengan Manusia

Kabar6-Banyak kalangan yang masih bertanya-tanya, mengapa manusia belum juga bertemu dengan alien. Nah, jawaban dari pertanyaan itu bervariasi, dari mulai yang paling ekstrem hingga paling mengerikan.

Sebuah teori baru, melansir iflscience, mencoba menjelaskan mengapa alien di planet lain tidak bisa menjelajah alam semesta atau di tata surya mereka sendiri, mereka mungkin terjebak di planet mereka sendiri, tidak bisa keluar dari atmosfernya. Untuk pergi dari planet kita sendiri, Bumi, kita harus mampu bergerak dengan kecepatan 11 kilometer per detik atau 40,2 kilometer per jam.

Itulah kecepatan yang kita butuhkan. Dengan begitu, maka kita butuh banyak sekali bahan bakar untuk meninggalkan planet kita, belum lagi jika kita membawa barang bawaan. Seperti halnya peluncuran roket, ada begitu banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk meluncurkan roket ke luar angkasa.

Teori baru ini menyatakan, kemungkinan alien harus menghadapi gravitasi yang sangat kuat dibanding kita, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan planetnya sama sekali. Mereka harus punya kekuatan yang maha besar untuk bisa meluncur keluar dari planet mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Michael Hippke, peneliti dari Sonneberg Observatory, mengatakan bahwa peluncuran roket menjadi makin mahal dalam hal bahan bakar seiring gaya gravitasi yang meningkat. ** Baca juga: Tim Ilmuwan Tel Aviv Ciptakan Robot dengan Kemampuan Mengendus 10 Ribu Kali

Jika kita melihat planet Bumi super yang 10 kali lebih besar massanya dari Bumi, maka roket berbahan bakar kimiawi tidak bisa lagi membawa alien terbang ke luar angkasa karena dibutuhkan bahan bakar setara massa piramida terbesar di Mesir.

“Makin besar planet yang berbatu,” terang Hippke. “Dibutuhkan cara lain untuk meninggalkan planet, misalnya tenaga nuklir. Makin besar massa suatu planet, maka penerbangan luar angkasa akan makin mahal. Peradaban semacam itu tidak akan punya TV satelit, misi ke Bulan atau teleskop Hubble.”

Tanpa kemampuan itu dan tanpa komunikasi satelit atau teleskop luar angkasa untuk mendeteksi planet lain, kemungkinannya kecil bagi alien untuk mereka mampu mencapai kemampuan berkontak dengan dunia lain.

Bisa jadi, mereka terjebak di luar sana, di planet mereka sendiri tanpa seorang pun bisa tahu.(ilj/bbs)