1

Ternyata, Tiga Kue Khas Lebaran Ini Bukan Asli Indonesia

Kabar6-Tak sekadar menjadi momen kemenangan umat Muslim sekaligus untuk saling memaafkan, Hari Raya Idulfitri juga identik dengan sajian makanan dan kue yang khas. Tak jarang makanan khas tersebut, khususnya kue kering, dihidangkan pada setiap rumah di atas meja ruang tamu.

Nah, kue khas lebaran yang tak pernah absen setiap tahun biasanya adalah kastangel, nastar, dan putri salju. Namun tahukah Anda, ketiga kue khas lebaran itu ternyata bukan asli Indonesia. Melansir Hops, ini negara asal kue kering itu:

1. Kastengel
Kue berbentuk persegi panjang ini diolesi kuning telur dan parutan keju di atasnya. Kue kering ini berasal dari Belanda dengan nama kaasstengels, dari kata kaas yang berarti keju dan stengels yang berarti batangan atau disebut juga cheese fingers.

2. Nastar
Nastar juga berasal dari Belanda, berasal dari kata ananas dan taart yang artinya kue tar nanas. Nastar berbentuk bulat berdiameter sekira 2cm, di dalamnya berisi selai nanas dan sering dihiasi dengan potongan kismis kecil atau cengkeh.

Biasanya kue taart diisi dengan selai blueberry dan apel, tapi karena di Indonesia sulit menemukan buah tersebut, jadi isian taart diganti dengan nanas.

3. Putri Salju
Berbeda dengan nastar dan kastengel, putri salju populer di Austria dan Jerman. Putri salju biasanya disajikan pada Hari Raya Natal. Kue putri salju ini biasanya dibentuk seperti Bulan sabit, kuenya yang rapuh ketika dimakan seperti sedang memakan bunga es saat musim salju.

Kebanyakan orang menyukai kue ini karena taburan gula tepung yang manis sangat disukai terutama oleh anak-anak.

Kue mana yang menjadi favorit Anda?(ilj/bbs)




Edan, Pria di Austria Simpan Jenazah Ibunya dalam Kotoran Kucing Demi Uang Pensiun

Kabar6-Seorang pria berusia 66 tahun asal Austria yang tak disebutkan identitasnya mengakui menyimpan jenazah ibunya dalam kotoran kucing, semata-mata demi mendapatkan uang pensiun.

Dalam keterangannya, melansir Independent, pihak kepolisian di Innsbruck, Region Tyrol, mengatakan bahwa mereka menemukan mayat wanita malang berusia 89 itu di ruang bawah tanah, dan diketahui hanya tinggal bersama putranya. Wanita lansia tersebut diyakini menderita demensia. Pemeriksaan autopsi pun digelar, dan dinyatakan bahwa pria tadi tidak melakukan pembunuhan terhadap ibunya.

Hanya saja, dia dituding melakukan penipuan dengan memanfaatkan jenazah sang ibu. Pria tersebut membekukan mayat ibunya dengan kantong es untuk mencegah bau tidak sedap. Kemudian, dia membungkus jenazahnya menggunakan perban untuk mencegah cairan keluar. “Pria itu menyimpan jasad ibunya demi uang pensiun,” terang polisi.

Setiap kali saudaranya berkunjung dan menanyakan ibu mereka, pria itu menjawab sang ibu sedang dirawat di rumah sakit. Helmut Gufler, pejabat kepolisian di unit penipuan menuturkan, pelaku menyimpan mayat ibunya dalam kotoran kucing hingga menjadi mumi.

Gufler menerangkan, selama setahun pelaku mengantongi pensiun ibunya sekira Rp854 juta. Kejahatannya baru terkuak setelah petugas pos yang baru bersikeras untuk melihat langsung si penerima pensiun. Ketika pelaku menolak, maka petugas tersebut menghubungi polisi yang menggeledah rumahnya.(ilj/bbs)




Sering Diejek, Desa Bernama Fucking di Austria Terpaksa Ganti Nama

Kabar6-Sebuah desa di Austria harus menanggung rasa malu selama beberapa dekade karena nama yang dimiliki. Hingga akhirnya pada 2021 silam, sebuah keputusan dikeluarkan, desa Fucking itu berganti nama menjadi Fugging.

Desa Fugging, melansir dw, terletak 260 km sebelah barat ibu kota Austria, Wina, dan dengan meningkatnya pengaruh perjalanan, terutama dari negara-negara berbahasa Inggris, titik pemberhentian populer bagi wisatawan ini mulai mendapat kesan negatif. Para travel blogger ini memotret diri mereka di dekat rambu-rambu pintu masuk dan keluar desa dengan tulisan Fucking dan mengunggahnya ke media sosial.

Lusinan rambu-rambu dicuri, sehingga pemerintah setempat terpaksa memasangnya di ketinggian dua meter serta memasangnya di beton anti maling saat memasang rambu pengganti.

Penduduk desa disebut ‘Fuckingers’ yang menambah penghinaan terhadap harga diri penduduk setempat yang sudah terluka. Mereka menjadi bahan lelucon di media sosial, sehingga berujung pada keputusan untuk mengubah nama tempat tersebut.

Fugging sendiri adalah bagian dari kotamadya Tarsdorf, sebelah utara Salzburg dan dekat perbatasan Jerman. Desa tersebut, yang secara resmi dihuni sekira tahun 1070, mungkin dinamai menurut nama seorang bangsawan setempat bernama Adalpert von Vuckingen.

Ini meskipun pengetahuan setempat menunjukkan bahwa seorang bangsawan Bavaria abad keenam bernama Focko sebenarnya yang mendirikan pemukiman tersebut.(ilj/bbs)




Demi Keamanan, Austria Larang Pegawai Pemerintah Instal TikTok di Ponsel

Kabar6-Pemerintah Austria mengumumkan bakal melarang pegawai pemerintah federal menginstal TikTok di ponsel mereka demi alasan keamanan. Keputusan ini juga mengikuti saran dinas intelijen dan beberapa pakar kementerian Austria.

Artinya, jumlah negara Barat yang melarang penginstalan media sosial dari Tiongkok itu terus bertambah. Melansir Indiatimes, tindakan serupa baru-baru ini diambil oleh Amerika Serikat, Inggris, Australia, Prancis, Belanda, dan Komisi Eropa.

“Pemerintah federal melarang penggunaan pribadi dan penginstalan TikTok pada perangkat kerja pegawai federal,” demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Austria. “Menghapus aplikasi bertujuan menghilangkan potensi akses ke informasi pemerintah sebanyak mungkin.”

Namun Kementerian Dalam Negeri Austria belum menentukan kapan tindakan ini mulai berlaku. Adapun perangkat atau gawai pribadi tidak akan termasuk dalam kebijakan ini.

Diketahui, TikTok yang memiliki lebih dari satu miliar pengguna global, sangat populer di seluruh dunia karena berisi video pendek dan viral. ** Baca juga: Ilmuwan Temukan 5 Prasasti Yunani Kuno Berisi Kutukan Mengerikan Berusia 2.400 Tahun

Kekhawatiran keamanan atas TikTok berasal dari undang-undang Tiongkok pada 2017 yang mewajibkan perusahaan lokal menyerahkan data pribadi kepada negara jika relevan dengan keamanan nasional.

Tetapi Beijing membantah aturan itu menimbulkan ancaman bagi pengguna biasa.(ilj/bbs)




JAM-Pidum Hadiri Pertemuan Sesi ke-32 CCPCJ di Austria

Kabar6-Bertempat di Vienna International Center, Austria, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana hadir mewakili Delegasi Kejaksaan RI dalam Pertemuan Sesi ke-32 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) dengan tema “Enhancing the Functioning of the Criminal Justice System to Ensure Access to Justice and to Realize a Safe and Secure Society”.

Adapun pertemuan yang berlangsung pada Senin 22 Mei 2023 ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan upaya internasional dalam mencegah serta menanggulangi kejahatan nasional dan transnasional. Selain itu, pertemuan ini juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keadilan sistem peradilan pidana. Dalam pertemuan ini, telah dilakukan pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan administratif, penganggaran, dan manajemen strategis UNODC.

Delegasi Kejaksaan RI Bernadeta Maria Erna Elastiyani mewakili Delegasi Republik Indonesia menyampaikan intervensi pada agenda ke-5 “thematic discussion on enhancing the functioning of the criminal justice system to ensure access to justice and to realize a safe and secure society”, dimana terdapat tiga poin penting yaitu pertama mengenai perlunya melanjutkan implementasi restorative justice dalam menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, kedua terkait akses keadilan bagi anak dan wanita, serta ketiga tentang pembangunan sistem penegakan hukum dalam perkara terorisme.

Selanjutnya, Delegasi Kejaksaan RI dengan dukungan KBRI Wina mengadakan pameran berjudul “The Success Story of Indonesian Prosecution Office’s Restorative Justice for Community Development”. Adapun tujuan dari pameran tersebut dalam rangka mempromosikan keberhasilan Kejaksaan RI dalam penyelesaian perkara tindak pidana.

**Baca Juga: Mengulik Cerita Fantasi Buku ‘Lembah Kucing dan Permen Kebahagian’ Karya Anak Tangerang

JAM-Pidum secara resmi membuka booth pameran tersebut dan menyampaikan bahwa keadilan restoratif merupakan terobosan hukum dengan tujuan memberikan penerapan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan, serta kesempatan terhadap pelaku kejahatan untuk memulihkan hubungan dan memperbaiki kesalahannya terhadap korban di luar pengadilan.

Sementara itu, Anna Giudice, Team Leader Access to Justice (mewakili UNODC) memberikan apresiasi terhadap program restorative justice yang diinisiasi oleh Kejaksaan RI dengan membentuk Rumah Restorative Justice di 30 provinsi Indonesia dan menilai jumlah perkara yang dihentikan melalui pendekatan keadilan restoratif cukup mengesankan.

Hadir dalam kegiatan ini yaitu Duta Besar LBBP RI untuk Republik Austria di Wina, Deputi Kerja Sama Internasional BNPT, Sekretaris Umum BNPT, Deputi Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Wina, Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral BNPT, Direktur Oharda JAM PIDUM, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, Kepala Bagian Kerja Sama Hubungan Luar Negeri Kejaksaan RI, Kepala Bagian Sunproglapnil JAM PIDUM, serta Pejabat Eselon 3 dan Fungsional di lingkungan Kejaksaan RI yang tergabung dalam Delegasi RI. (Red)




Hueek, Ada Kepala Ular dalam Makanan Pesawat

Kabar6-Insiden menjijikkan menimpa maskapai SunExpress yang berbasis di Antalya, Turki. Seorang pramugari diduga menemukan kepala ular yang terpenggal dalam salah satu makanan.

Disebutkan, maskapai tadi memiliki rute dari Ankara ke Dusseldorf. Sementara situs lain mengklarifikasi, pesawat itu terbang dari Antalya ke Wina, Austria. ** Baca juga: 43 Tahun Berkuasa, Mbasogo dari Guinea-Ekuatorial Jadi Presiden Terlama di Dunia

“Seorang pramugari rupanya baru saja menyelipkan makanan yang terdiri dari berbagai macam kentang, sayuran, dan tomat. Setelah beberapa gigitan, kepala ditemukan di nampan,” demikian tulis sebuah laporan.

Dalam sejumlah postingan video di media sosial, melansir Mothership, terlihat benda asing yang diduga sebagai kepala kadal. Setelah insiden kepala ular, SunExpress merilis pernyataan yang mengatakan apa yang terjadi tidak dapat diterima.

“Ini adalah prioritas utama kami bahwa layanan yang berikan kepada tamu di pesawat kami memiliki kualitas tertinggi. Baik tamu maupun karyawan kami memiliki pengalaman penerbangan yang nyaman dan aman,” sebut SunExpress.

Ditambahkan, “Tuduhan dan pemberitaan di media tentang layanan makanan dalam penerbangan benar-benar tidak dapat diterima dan penyelidikan terperinci telah dimulai tentang masalah ini. Sampai proses penelitian yang bersangkutan selesai, semua tindakan dan tindakan pencegahan, termasuk menghentikan pasokan produk terkait, telah segera diambil.”

Namun, Sancak Inflight Services, perusahaan katering yang memasok SunExpress di Ankara, mengklaim bahwa kepala ular itu tidak mungkin berasal dari dapur perusahaan karena protokol yang ketat.

Perusahaan pemasok makanan bersikeras mengatakan, ini karena kondisi teknis dan termal yang digunakan di fasilitas katering dalam penerbangan. Mereka mengaku tidak menggunakan benda asing apa pun yang diduga ada dalam makanan saat memasak.

Sancak mengklaim, makanannya dimasak pada suhu 280 derajat Celsius. Ditegaskan juga, tidak ada hidangan yang terlihat keluar dari makanan yang diproduksi oleh perusahaan.

Hal ini tentu saja menimbulkan spekulasi bahwa kepala ular yang terlihat relatif segar pasti telah ditambahkan setelah proses memasak, dengan kemungkinan lain adalah bahwa makanan tersebut bahkan bukan oleh perusahaan katering. Sancak juga mengklaim, SunExpress telah gagal memberi mereka sampel makanan dari insiden tersebut.

Diketahui, maskapai SunExpress dimiliki bersama oleh Turkish Airlines dan Lufthansa dan didirikan pada 1989. Maskapai ini terbang ke lebih dari 90 tujuan di seluruh Eropa.(ilj/bbs)




Denda Puluhan Juta, Dokter di Austria Salah Amputasi Kaki Pasien

Kabar6-Pengadilan di Kota Linz, Austria, memvonis seorang dokter bedah berusia 43 tahun dengan denda sebesar sekira Rp44 juta karena melakukan kelalaian besar.

Dokter yang tak diungkap identitasnya ini, melansir theguardian, salah mengamputasi kaki seorang pasien. Seharusnya kaki kiri pasien lansia itu yang diamputasi, tapi dua hari setelah operasi dilakukan baru disadari ternyata kaki kanannya yang justru dipotong.

Pasien menyadari kesalahan itu saat pergantian perban setelah operasi. Pihak rumah sakit pun memberitahu jika kaki kirinya juga harus diamputasi. Saat itu, pihak rumah sakit mengatakan insiden tersebut menjadi ‘serangkaian kejadian yang malang’. ** Baca juga: Wanita Lebanon Sandera Pegawai Bank Karena Tak Bisa Tarik Uang Tunai Miliknya

Direktur rumah sakit lantas menyampaikan permohonan maaf kepada publik dalam konferensi pers. Dalam sidang di pengadilan, dokter bedah mengaku ada kekeliruan pada rantai komando di ruang operasi. Ketika ditanya mengapa dia menandai kaki kanan, dokter tadi mengaku dirinya tidak mengetahui.

Sejak insiden itu, dokter tersebut telah dipindah ke klinik lain, dan setengah dari jumlah dendanya ditangguhkan. Sementara itu, istri pasien tadi juga mendapat uang kerugian sebesar Rp81,3 juta. Adapun sang pasien meninggal dunia sebelum kasus ini diajukan ke pengadilan.(ilj/bbs)




Anti Mainstream, Warga di Pegunungan Alpen Bermain Sepak Bola di Tanah Curam

Kabar6-Jika pertandingan sepak bola biasanya dimainkan di lapangan yang datar, hal berbeda dilakukan sejumlah pemain di pegunungan Alpine, Austria.

Sekelompok penggemar sepak bola di Pegunungan Alpen, melansir Odditycentral, bermain di lapangan dengan kondisi tanah yang curam, diklaim sebagai cara terbaik untuk memainkan olahraga favorit mereka. Cara unik ini mereka sebut ‘sepak bola Alpine’.

Para pemain merasa bahwa perlu tantangan dan hal yang tidak membosankan. Terlebih saat ini tengah menyambut Piala Dunia. “Kami menonton pertandingan dan menganggapnya sangat membosankan,” kata Franz Mair, salah satu penemu sepak bola Alpine.

Diketahui, tanah datar memang sangat sulit ditemukan di Pegunungan Alpen, hingga mereka tak ada pilihan selain bermain sepak bola di tanah curam. ** Baca juga: Adanya Pembatasan Perceraian Sebabkan Banyak Warga Korut Sogok Hakim Hingga Rp3,3 Juta

Aturan sepak bola Alpine sama dengan versi reguler. Satu-satunya perbedaan adalah membutuhkan kekuatan kaki dan stamina yang cukup untuk melawan gravitasi di lapangan yang tidak rata.

Sepak bola Alpine ekstrem terlihat menarik, menyenangkan dan punya tantangan. Pasalnya bola yang bergulir lebih cepat turun karena kondisi tanah yang curam.(ilj/bbs)




Tragis, Dokter Austria Bunuh Diri Setelah Dibully Kelompok Antivaksin COVID-19

Kabar6-Seorang dokter asal Wina, Austria, bernama Lisa-Maria Kellermayr (36) mengakhiri hidupnya akibat dibully dan menjadi bulan-bulanan kelompok antivaksin pekan ini. Masyarakat Austria pun terkejut dan marah atas kabar tersebut.

Dr Kellermayr, melansir France24, telah lama menjadi target ancaman pembunuhan karena kritik yang disampaikannya terhadap unjuk rasa anti-lockdown yang meluas di negara itu pada 2021 lalu. Klinik milik Dr Kellermayr yang terletak di wilayah Austria utara, di mana tingkat vaksinasi tergolong rendah, seringkali mengalami perundungan.

“Selama lebih dari tujuh bulan, kami telah menerima ancaman pembunuhan dari mereka yang menentang langkah-langkah pembatasan COVID-19 dan vaksinasi,” demikian tulis Dr Kellermayr suatu waktu, sambil membagikan sebuah pesan dari seorang pengguna internet yang mengatakan bahwa mereka akan berpura-pura menjadi pasiennya agar bisa menyerang Dr Kellermayr dan staf kliniknya.

Wanita menuturkan, dirinya telah ‘mengeluarkan lebih dari sekira Rp1,5 miliar’ untuk langkah-langkah pengamanan bagi pasiennya dan hampir bangkrut. ** Baca juga: Demi Punya Bisep, ‘Hulk Brasil’ Nekat Suntik Tubuhnya dengan Minyak

Kemudian pada akhir Juni, Dr Kellermayr mengumumkan melalui situs profesionalnya bahwa dia tidak akan menerima pasien sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Daniel Landau, yang mengadakan aksi solidaritas dan penghormatan bagi mendiang Dr Kellermayr di Wina mengatakan bahwa Dr Kellermayr menjadi penyendiri selama beberapa minggu. “Ia tidak berani meninggalkan kantornya,” ungkap Landau.

Sementara ketua asosiasi dokter Austria, Johanner Steinhart, menerangkan bahwa meskipun perilaku agresif terhadap tenaga kesehatan sudah sering terjadi, perdebatan soal COVID-19 dan masalah vaksin ‘memicu dan memperparah’ agresi tersebut.

Pihak kepolisian, yang sebelumnya sempat menyebut Dr Kellermayr mengeksploitasi situasi untuk mendapat perhatian, berkukuh mereka telah melakukan segalanya untuk melindunginya.

Kejaksaan setempat juga menolak gagasan bahwa mereka masih bisa berbuat lebih banyak.(ilj/bbs)




Kota di Austria Rekrut Karyawan Bertugas Berikan Hukuman untuk Warga yang Tolak Vaksin COVID-19

Kabar6-Sebuah iklan lowongan pekerjaan dipasang oleh pemerintah Kota Linz di Austria. Ya, mereka sedang mencari karyawan yang akan ditugaskan untuk menegakkan denda terhadap warga yang tidak mau disuntik vaksin COVID-19.

Perekrutan sendiri dilakukan beberapa minggu sebelum mandat vaksin yang luas di negara Eropa. Melansir Wionews, kandidat yang berhasil akan memberikan hukuman, memproses banding dan mengambil tindakan terhadap mereka yang gagal membayar denda karena tidak divaksinasi.

Kalimat pembuka mengatakan bahwa pekerjaan itu akan cocok untuk mereka yang ‘senang bekerja dengan undang-undang dan prosedur administrasi’ Karyawan akan mendapat gaji mulai dari Rp45 juta per bulan.

Syaratnya kandidat adalah harus memiliki kewarganegaraan Austria, lulusan sekolah menengah, tangguh dan siap untuk bekerja lembur, tidak memiliki catatan kriminal, dan yang tak kalah penting, memiliki vaksinasi COVID-19 atau sertifikat pemulihan yang valid. Selain itu, wanita akan diprioritaskan dengan kualifikasi yang sebanding.

Penduduk Kota Linz sendiri berjumlah 200 ribu, dengan tingkat vaksinasi COVID-19 terendah di seluruh Austria. Menurut situs web yang melacak penerbitan sertifikat vaksinasi digital di negara itu, sejauh ini hanya 63 persen dari populasi kota yang telah menerima dosis lengkap vaksin COVID-19.

Sebelumnya, kaum konservatif yang berkuasa dan dua dari tiga partai oposisi sepakat untuk mewajibkan vaksinasi COVID-19 bagi semua warga Austria, melarang mereka yang berusia di bawah 14 tahun atau mereka yang memiliki pengecualian medis, pada 1 Februari 2022 mendatang.

Mereka yang tidak mau disuntik akan didenda berat setiap tiga bulan. Menurut laporan media, jika seseorang terus menolak vaksinasi selama satu tahun, mereka mungkin harus mengeluarkan total Rp58 juta selama 12 bulan. ** Baca juga: Tolak Bergabung dalam Sebuah Aliran Sesat, Mahasiswa Nigeria Dibakar Hidup-hidup

Austria adalah negara pertama di Eropa yang mengumumkan mandat vaksin menyeluruh untuk semua warganya. Wina menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan penguncian nasional yang ketat khusus untuk yang tidak divaksinasi pada November lalu.

Penguncian telah berakhir pada 12 Desember lalu, tetapi orang Austria yang tidak divaksinasi masih tetap dilarang hadir dalam acara yang tidak penting.(ilj/bbs)