oleh

Sidang Ditunda Lagi, Kuasa Hukum Abah Sobari Kecewa Hingga Sebut JPU Tak Profesional

image_pdfimage_print

Kabar6-Sidang terdakwa Sobari (72), kakek tua yang dipidanakan karena mempertahankan lahan/tanah negara yang didudukinya sejak berpuluh-puluh tahun lalu, lagi-lagi harus di tunda, karena ketidakhadiran saksi dari pihak penggugat/pelapor.

Ya, sidang itu, Kamis (8/8/2019) sore ini, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Namun, sama seperti pekan lalu, sidang kali ini juga tidak dapat dilanjutkan alias di tunda karena Suyono, mantan Kepala Desa Bunder (saksi) dan Suhardi (Kuasa Hukum Merna Sirianti) tidak hadir.

Dalam kesempatan itu, Majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Elly Noeryasmien meminta secara tegas kepada pihak JPU untuk menghadirkan saksi. Bahkan, Majelis Hakim juga meminta surat bukti pemanggilan saksi oleh JPU itu. Sehingga, apabila tidak hadir lagi, pihak PN dapat melakukan pemanggilan paksa.

Disamping itu, nyatanya ada hal tak biasa yang juga terlihat di persidangan ini, yaitu adanya pergantian jaksa yang menjadi JPU. Sebab, diketahui bersama bila sebelumnya JPU di perkara itu adalah Jaksa Tia Milla, namun kini terlihat di gantikan oleh Pradita.

Kepada Majelis Hakim, JPU Pradita berjanji akan menghadirkan saksi, pekan depan pada pukul 11.00 Wib. Sama hal nya, seperti dalam persidangan sebelumnya JPU juga berjanji akan menghadirkan saksi tepat waktu.

Diluar persidangan, tim kuasa hukum terdakwa abah Sobari mengaku sangat kecewa dengan kondisi tersebut. Kuasa hukum terdakwa dari Kantor LBH Nata itu menilai, bahwa sikap JPU merupakan cerminan ketidakkonsistenan dan keprofesionalan mereka dalam menangani perkara ini.

“Kami kecewa dengan sikap JPU yang menangani perkara ini. Terlalu mengulur ulur waktu, tidak konsisten terhadap waktu seperti yang disampaikan pada agenda sidang sebelumnya. Pada kesempatan kali ini JPU lagi-lagi gagal menghadirkan Saksi, sudah 4 kali persidangan JPU tidak bisa menghadirkan Saksi. Kami menilai, mereka tidak profesional dan serius dalam melakukan penuntutan,” ungkap Isram, Ketua Tim kuasa Hukum terdakwa, kepada wartawan.

Tidak hanya itu, pihaknya pun menduga bila JPU tidak bisa membuktikan tuntutannya terhadap klien mereka. Pasalnya, kata dia, untuk menghadirkan saksi saja JPU terlalu berbelit-belit sejak awal persidangan.

“Dan belum lagi tidak hadirnya JPU di persidangan yang berdmapak pada penundaan sidang prosesnya pun memakan waktu dan berlarut larut. Kasian Klien kami yang usianya sudah sepuh, harus bolak balik kepersidangan karena jeratan kasus yang tidak jelas ini. Kami menduga kasus yang menjerat Klien kami ini teralu dipaksakan sampai kemeja hijau, dan akibat nya seperti ini proses pembuktian oleh JPU di persidangan jadi tidak jelas,” tegas dia.

Diberitakan sebelumnya, Nasib nahas dialami Sobari (72). Kakek tua ini harus berurusan dengan meja hijau, lantaran tetap mempertahankan lahan garapan yang telah ia duduki selama berpuluh-puluh tahun, dikawasan Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.

Dia menjadi terdakwa dalam dugaan pasal 167 KUHP terkait penyerobotan tanah yang telah dia duduki sejak tahun 1988 lalu. Perkara tersebut berawal dari laporan beberapa pihak yang mengaku pemilik sah sebagian lahan yang Sobari duduki saat ini.

“Sebetulnya itu tanah negara, saya memang hanya menggarapnya sejak tahun 1988. Saya akan terima jika tanah itu negara yang kelola dan tidak diakui perorangan,” kata Sobari di PN Tangerang, Jumat (10/5/2019) lalu.

Lebih lanjut Sobari menjelaskan, pada 2013 seseorang berinisial MS mengklaim tanah yang digarapnya seluas 50 ribu meter persegi itu adalah miliknya. Bahkan, klaim atas tanah negara yang diduduki Sobari hingga hari ini, tidak hanya satu orang, sebelumnnya beberapa pihak, ada yang mengklaimnya dengan bukti Akta Jual Beli (AJB).

“Seluruh bukti surat kepemilikan atas klaim tanah itu sudah saya cek ke kelurahan dan kecamatan, tapi tanah itu tidak terdaftar dalam buku C, kalau pun ada objek tanahnya berbeda,” ungkapnya.

Berdasarkan penuturan dia, di tahun 1974 lalu, tanah yang dia garap sebagai usaha itu sebelumnya adalah tanah negara. Namun belakangan, beberapa pihak mengklaim kepemilikan lahan tersebut atas nama pribadi.

“Saya berkali-kali diminta mengosongkan, karena saya tahu sejarahnya, saya kekeh. Akhirnya di pidanakan seperti ini. Saya pasrah saja sambil menunggu ketetapan hukum yang sah,” kata dia.

**Baca juga: Begini Kata PLN Soal Kabel ‘Mengular’ di Jembatan Cisadane.

Sementara, Margono, anak Sobari juga ikut menjelaskan, bahwa kasus tanah yang saat ini di meja hijaukan tersebut, sebelumnya sudah di laporkan juga olehnya ke Polda Banten, dengan dugaan tindakan pindana pemalsuan dokumen yang di lakukan oleh MS.

“Namun hingga saat ini laporan tersebut masih dalam penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut di Subdit 2 Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Banten. Kenapa bapak saya sudah di persidangkan. Kan jadi pertanyaan,” kata Margono.

Pada sidang perdananya yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Juga sempat dibatalkan, dikarenakan satu orang dari saksi pelapor tidak hadir di persidangan.(ges)

Print Friendly, PDF & Email