oleh

Sidang 3 Terdakwa Kelompok Anarko di PN Tangerang, Begini Kata Haris Azhar

image_pdfimage_print

Kabar6- Ketiga terdakwa kelompok anarko, Riski Rijanto, Rio, dan Rizki terkait dugaan vandalisme di Tangerang menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengar pendapat saksi ahli di Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang, Selasa (25/8/2020). Saksi ahli yang dihadirkan adalah Dr Ahmad Sofyan sebagai saksi Pidana, dan Haris Azhar sebagai saksi ahli Hak Asasi Manusia (HAM). Hadirnya para saksi ahli tersebut meringankan tuntutan atas dakwaan kepada terdakwa.

Saksi ahli Hariz Azhar mengatakan, dalam melihat perjalanan kasus para terdakwa itu dituduh terlalu jauh untuk melakukan gerakan makar. Dalam kasus ini kita mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri, bukan untuk menentukan merdeka atau tidak. Tapi ini menentukan dalam situasi ini untuk melakukan apa.

“Selain itu pasal 25 tentang partisipasi. Ekspresi bagian dari partisipasi baik dalam menyampaikan kepentingan kebijakan publik, dipilih dan dipilih,” ujar Hariz di Pengadilan Negeri Klas 1A Tangerang, Selasa (25/8/2020).

“Karena kasus individual, kalau menurut saya kasus ini harus diputus bebas,” tandasnya.

Sementara itu, Ahmad Sofyan, saksi ahli pidana yang meringankan tuntutan atas dakwaan Riski Rijanto, Rio dan Rizki terkait dugaan vandalisme di Tangerang menyebut dalam kesaksiannya tiga terdakwa ini tidak bisa dituduhkan dengan pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Menurutnya, penggunaan pasal 160 tidak serta merta bisa ditujukan kepada orang yang menghasut kepada penguasa. Menghasut saja dapat dipidanakan tentu hal tersebut dipengaruhi oleh rezim.

“Rezim menafsirkan sebuah kritik sebagai penghasutan, karena itu penghasutan mana yang layak dipidana maka kita mengacu pada putusan MK nomor 7 tahun 2009 yang menyatakan pasal 160 harus ditafsirkan sebagai delik materil,” ujar Sofyan.

Sofyan melanjutkan meski demikian delik materil itu harus menimbulkan akibat apa yang dilakukan dari perbuatan tersebut. Artinya penghasutan saja belum bisa dijadikan delik karena belum menimbulkan keonaran, tidak timbul kekacauan, tidak timbul huru hara.

“Jadi tidak bisa digunakan pasal 160 meskipun kita mengkritik keras Pemerintah, gak bisa. Kalau ternyata kritik kita itu tidak menimbulkan gangguan keamanan. Dan gangguan keamanan itu bisa membuktikan akibat dari ucapan kita,” katanya.

Selain pasal 160 KUHP para terdakwa itu juga dijerat Pasal 14 ayat 2 dan pasal 15 ayat 1 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1946. Ahmad juga menyoroti jeratan pasal tersebut yang disebutnya mengindikasikan sebagai pasal yang menimbulkan akibat apa yang dilarang.

“Meskipun pasal tersebut menurut saya agak riskan juga karena pasal itu UU yang sudah kuno dan UU ITE digunakan untuk mengatasi kekacauan saat Belanda menguasai Indonesia. Jadi sebetulnya itu pasal pasal kolonial,” katanya.

**Baca juga: Pakai Jebakan, Kodim Tangerang Tangkap TNI Gadungan di Teluk Naga.

“Jadi tidak tepat lagi digunakan untuk dalam alam demokrasi kebebasan menyampaikan pendapat,” tambahnya.

Dirinya melihat kasus yang melibatkan tiga terdakwa tersebut tidak memenuhi unsur pidana. Sebab tidak ada gerakan masyarakat atas dalam ajakan tersebut. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email