oleh

RUU Pilkada Disahkan, Ini Kata Pakar Hukum Tata Negara

image_pdfimage_print

Kabar6-Drama akhir pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada terkesan menjadi ajang balas dendam pascakekalahan dalam bursa pemilihan presiden (Pilpres) pada 9 Juli kemarin. Lewat pemilihan suara atau voting di Gedung Senayan, lembaga legislatif memutuskan bahwa kedepannya pemilihan kepala daerah mesti lewat DPRD.

 

Demikian dikatakan pakar Hukum Tata Negara Refly Harun kepada kabar6.com ditemui dalam sebuah acara di Jakarta, Minggu (28/9/2014). “Kalah di Pilpres kemudian ingin menguasai Pilkada. Nah, dalam politik kita memang selalu bicara bagaimana bisa merebut kekuasaan,” katanya.

 

Tapi, terang Refly, kekuasaan itu juga harus dibatasi oleh kesepakatan bangsa. Artinya, prinsip-prinsip seperti kedaulatan rakyat tetap harus dikedepankan. Selain itu juga tujuan diberlakukannya otonomi daerah serta pemerintahan presidensil dan pemilihan demokratis.

 

Sehingga ada batas-batas konstitusional yang tidak bisa melompati pagar-pagar konstitusional di atas. Bersama sejumlah akademisi lainnya, Refly bilang, dirinya pernah mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membatalkan pengesahan RUU Pilkada.

 

Ia harus bisa memanfaatkan momentum ini untuk meninggalkan warisan yang baik. Demi terus bergeraknya arah demokrasi bangsa yang belakangan terus menunjukan dinamis. Refly melihat pembahasan RUU Pilkada di Parlemen Senayan sudah tidak rasional karena sistem blok lebih kentara.

 

“Bukan melihat plus dan minus lagi tapi sudah melihat blok politik. Ini yang sudah tidak boleh,” terangnya. Saat disinggung apakah ini menjadi sinyalemen SBY meninggalkan noda pascalengser dari pucuk pimpinan.

 

“Oh iya saya kan sudah berkali-kali bilang, dia (SBY-red) meninggalkan warisan yang buruk. Jadi dia akan meninggalkan legacy (warisan buruk).” **Baca juga: Ahli Waris Lahan di Desa Patrasana Resah

 

Padahal, tambahnya, selama sembilan tahun terakhir Indonesia sudah berproses demokrasi luar biasa. Melalui digelarnya ratusan Pemilukada, meski ada kelemahan tapi Indonesia masih tetap bisa bertahan.

 

“Bahkan kan trend belakangan muncul pemimpin yang out of the book (kebijakan yang diambil diluar pakem atau kebiasaan). Memang masih sedikit, tapi ingat politik itu yang penting trend positifnya,” tambah Refly.(yud)

Print Friendly, PDF & Email