oleh

RUU Pilkada, Abaikan Semangat Desentralisasi Daerah

image_pdfimage_print

Kabar6-Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang, Ahmad Badawi mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan disahkan oleh elite di Gedung Senayan, bisa jadi akan ditentang keras oleh rakyat.

Pasalnya, hak politik setiap warga negara untuk bisa menunjuk langsung calon pemimpinnya akan direbut oleh kalangan legislatif.

“Karena, partisipasi masyarakat pun belum begitu tinggi sebab Pilkada kerap menimbulkan gejolak di daerah,” katanya.

Terpisah, pengamat politik asal Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, memberikan saran agar pemilihan kepala daerah bisa dilakukan dengan kesesuaian karakteristik dan kesiapan daerah.

Bisa dilakukan dengan pemilihan langsung, lewat DPR, penunjukan langsung atau lelang jabatan dan lainnya. “Pluralitas mekanisme memilih kepala daerah ini sejalan dengan semangat desentralisasi,” terang Zaki.

Diakui Zaki, bila pemilihan kepala daerah secara langsung menghabiskan biaya yang sangat besar. Misalnya saja di Jawa Timur hingga Rp1 Triliun. Bila anggaran itu untuk pembangunan, maka akan sangat lebih bermanfaat.

“Terkadang, daerah yang memiliki anggaran kecil, harus melaksanakan pilkada dengan cara meminjam uang atau berhutang. Maka itu, jangan sampai pilkada menghambat pembangunan daerah,” paparnya.

Padahal, lanjut Zaki, walikota/bupati atau gubernur adalah kepanjangan tangan Pemerinah Pusat di daerah. Biaya yang sangat besar bisa ditekan untuk kepentingan lainnya. **Baca juga: Elite Gedung Senayan Dianggap Paksakan RUU Pilkada.

“Dalam kurun lima tahun, biaya untuk Pilkada sangat besar. Perlu ada evaluasi untuk perbaikan. Tetapi, pemilihan lewat DPR pun harus memperbaiki yang sebelumnya bila disahkan,” ujarnya.(yud)

Print Friendly, PDF & Email