oleh

PT Sulindafin Lakukan Pemutusan Kerja Sepihak, 1200 Buruh Meradang

image_pdfimage_print

Kabar6-PT Sulindafin lakukan pemutusan kerja sepihak, nasib 1200 buruh tak jelas hingga sekarang. Hal itu diungkapkan Dedi Isnanto selaku Ketua SBGTS GSBI PT Sulindafin.

Dikatakannya, PT Sulindafin telah menutup produksi pada 28 November 2019 dengan memberikan kompensasi 70 persen dari 1 kali ketentuan pasal 156 UU 13/2003. “Penutupan produksi yang dilakukan pengusaha PT Sulindafin ada indikasi kecurangan,” kata Dedi dilaporan tertulisnya, Selasa (14/1/2020).

Disisi lain, PT Sulindafin Bekasi pada Mei 2019 menutup produksi dengan alasan yang tidak jelas dan kompensasi yang ditawarkan sama yaitu 70 persen dari 1 kali pasal 156.

Namun, pada Juli 2019 perusahaan tersebut membuka lowongan kerja dengan status Harian lepas. Hal itu akan diterapkan pula di PT Sulindafin Tangerang.

“Buruh yang sudah bekerja puluhan tahun bahkan ada yang sampai 38 tahun di PHK dengan kompensasi seadanya lalu disuruh bekerja kembali dengan status Harian lepas,” paparnya.

Pada 01 Desember 2019 kepesertaan BPJS Kesehatan langsung di putus. Pihak BPJS Kesehatan menyatakan bahwa pemutusan kepesertaan BPJS sudah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No 82 tahun 2019 pasal 42 yang menyatakan apabila pengusaha tidak membayar iuran maka kepesertaan BPJS akan diputus sampai dibayarkan kembali iurannya.

Dampak dari diputuskanya kepesertaan BPJS Kesehatan bukan hanya bagi buruh PT Sulindafin tetapi keluarga yang ditanggungnyapun yaitu anak dan Istri. Dalam waktu satu bulan sudah tujuh kasus yang berhubungan dengan BPJS harus dialami buruh yang sudah tidak mendapat upah.

” BPJS Kesehatan juga di blokir tanpa ada pertimbangan. Akibatnya dua orang meninggal dunia karena tidak dapat dirawat di karenakan paskes kesehatan nya yang sudah terblokir,” terangnya.

Hingga saat ini, buruh PT Sulindafin belum mendapat penetapan dari PHI. “Jadi sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Ketenagekerjaan buruh PT Sulindafin yang belum mengambil kompensasi 70% dari 1x ketentuan statusnya masih buruh,” ungkapnya.

Hal itu sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 pasal 151 ayat 3 yang berbunyi “Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

**Baca juga: BPBD Banten: SK Tanggap Darurat Gubernur dan Walikota Tangerang Berakhir.

Buruh PT Sulindafin saat ini sudah tidak menerima upah, kepesertaan BPJS diputus dan pihak BPJS hanya menyarankan untuk menjadi peserta mandiri. “Tanpa berpikir bahwa buruh tidak mendapatkan upah, bagaimana membayar iuran yang saat ini sudah naik 100%,” keluhnya.

Menurut Pengawasan Ketenagakerjaan dalam suratnya, penutupan PT Sulindafin bukan tutup permanen tetapi menghentikan produksi sehingga semua hak-hak buruh PT Sulindafin tetap dibayarkan baik upah maupun jaminan kesehatan. Tetapi sampai saat ini pihak pengusaha tidak mengindahkan apa disampaikan pihak pengawasan.(Jic)

Print Friendly, PDF & Email