oleh

Peringati Hari Perempuan Internasional, Puluhan Mahasiswa Lakukan Aksi di Bundaran Pamulang

image_pdfimage_print

Kabar6-Peringati hari perempuan Internasional, puluhan mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia DPK Universitas Pamulang (GMNI DPK Unpam) bersama Lingkar Study Feminis (L.S.F) dan Perempuan Mahandika lakukan aksi di Bundaran Pamulang, Kota Tangerang Selatan.

Koordinator Lapangan, Agnes Monica menerangkan, pada aksi ini pihaknya ingin membukakan mata kepada masyarakat bahwa beban perempuan dimasa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) semakin berat.

Ditambah, Agnes mengatakan, kekerasan terhadap perempuan tidak ada habisnya, apalagi dimasa Covid-19 seperti ini.

Setiap perempun, menurut Agnes, adalah pekerja, baik itu di ranah domestik maupun ranah produksi yang selama masa pandemik mayoritas perempuan diwaktu yang sama harus melakukan 2 pekerjaan sekaligus.

“Yaitu bekerja di luar rumah dan di dalam rumah, berhadapan dengan kekerasan serta tidak adanya perlindungan yang maksimal atas  kesehatan mereka,” ujarnya kepada Kabar6.com, Senin (8/3/2021).

Agnes menjelaskan, perempuan dimasa Pandemi Covid-19 ini pihaknya menyoroti 4 hal yang membuat hak perempuan seperti dirampas.

Pertama, Agnes mengatakan, lapangan pekerjaan yang peruntukkan bagi perempuan adalah lapangan kerjaan yang upahnya rendah, sistem kerja yang tidak layak, dan tidak ada jaminan K3.

Dimana, menurut Agnes, hal itu rentan akan kesehatan reproduksi yang seakan diabaikan, lalu sarat dengan pelecehan seksual, seperti sektor garmen, pekerja rumah tangga, pekerja rumahan, pekerja toko, dan pekerja sektor kreatif.

“Ketika pandemic COVID 19 melanda sebagian besar perempuan kehilangan pekerjaan, kehilangan sebagian besar penghasilannya, dan tidak memiliki kepastian kerja yang berkelanjutan,” ungkapnya

Kedua, Agnes menerangkan, perempuan masih harus melakukan pekerjaan-pekerjaan di rumah seperti merawat rumah, anak dan orang tua.

Agnes mengatakan, saat Pandemi Covid-19 beban pada perempuan bertambah, karena semua anggota keluarga harus berdiam dirumah, harus menemani anak-anak belajar, dan memastikan asap dapur tetap mengepul, dan semua dilakukan tanpa dibayar.

“Ketiga, perempuan masih berhadapan dengan kekerasan baik kekerasan di tempat kerja maupun kekerasan di rumah tangga. Seperti yang dicatat oleh Komnas Perempuan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan meningkat dimasa pandemi,” terangnya.

Terakhir, Agnes menjelaskan, sistem kesehatan yang tidak berfungsi memberikan perlindungan yang maksimal pada masa Covid-19, sehingga banyak perempuan terpaksa mengabaikan kesehatannya agar bisa bertahan dan melanjutkan hidup.

Maka dari itu, pihaknya menuntut kepada pemerintah 5 hal. Yang pertama adalah adanua upah layak untuk pekerja perempuan dimanapun berada.

“Lalu akui kekerasan seksual sebagai pelanggaran HAM dengan mensahkan RUU PKS. Kemudian, akui PRT sebagai pekerja dengan mensahkan RUU PPRT,” paparnya.

**Baca juga: Pembahasan Revitalisasi Pasar Ciputat, RDP di DPRD Tangsel Bersambung

Kemudian, pihaknya juga menuntut agar segera Ratifikasi Konvensi ILO 190 beserta Rekomendasi 206. “Agar semua pekerja bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan berbasis gender. Dan terakhir adalah, cabut Undang-undang Cipta Kerja,” tutupnya.(eka)

Print Friendly, PDF & Email