Penurunan Keyakinan Konsumen dan Ancaman Pertumbuhan Ekonomi 2024?

Keyakinan Konsumen

Kabar6 – Penurunan keyakinan konsumen (Indeks Keyakinan Konsumen/IKK) yang dicatat oleh Bank Indonesia baru-baru ini patut menjadi perhatian serius.

Pada September 2024, IKK berada di level 123,5, turun tipis dari 124,4 pada Agustus. Meski terlihat kecil, penurunan ini, jika berlanjut, dapat memberikan sinyal negatif terhadap pertumbuhan ekonomi tahun ini, yang ditargetkan mencapai 5%.

Terlebih lagi, kinerja penjualan eceran yang menurun 2,5% pada bulan yang sama menunjukkan bahwa konsumen mulai menahan pengeluaran mereka.

Di tengah situasi ini, muncul sejumlah pertanyaan yang perlu dijawab untuk memahami implikasi lebih lanjut dari fenomena tersebut.

1. Apa Indikasi dari Penurunan Keyakinan Konsumen?

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) adalah salah satu indikator penting yang mencerminkan tingkat optimisme atau pesimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi.

Ketika IKK mengalami penurunan, ini berarti konsumen mulai merasa kurang yakin terhadap prospek ekonomi saat ini dan masa depan.

Keyakinan ini biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat inflasi, prospek lapangan kerja, pendapatan rumah tangga, dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok.

** Baca Juga: Jaminan Makanan Halal di Indonesia Diklaim Meningkat 700 Persen

Penurunan IKK juga mengindikasikan adanya kekhawatiran di kalangan konsumen terhadap situasi ekonomi yang mungkin sedang tidak stabil.

Dalam hal ini, konsumen cenderung menahan pengeluaran mereka, mengurangi konsumsi, atau menunda pembelian barang-barang yang tidak mendesak.

Dalam jangka panjang, penurunan konsumsi rumah tangga dapat berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi rumah tangga merupakan komponen terbesar dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB).

2. Apakah Penurunan Penjualan Eceran Mencerminkan Tren Menurunnya Daya Beli?

Penurunan kinerja penjualan eceran sebesar 2,5% di bulan September juga mencerminkan penurunan daya beli masyarakat.

Jika sektor-sektor penting seperti makanan dan sandang mengalami penurunan, ini menandakan bahwa tekanan ekonomi sedang dirasakan oleh rumah tangga.

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat biasanya mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pokok atau barang-barang esensial.

** Baca Juga: PPIR Tegak Lurus Menangkan Jagoan-jagoan Prabowo di Pilkada Banten

Penurunan daya beli bisa terjadi akibat beberapa faktor, seperti kenaikan harga barang dan jasa, inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi, serta kebijakan ekonomi yang kurang mendukung stabilitas harga.

Jika tren penurunan ini berlanjut, maka akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil, karena konsumsi rumah tangga akan terus menurun.

3. Apakah Ini Menjadi Penghalang Bagi Target Pertumbuhan Ekonomi 5%?

Dengan penurunan IKK dan kinerja penjualan eceran, beberapa pengamat menilai bahwa target pertumbuhan ekonomi 5% tahun ini akan sulit dicapai.

Meskipun pemerintah optimis, penurunan konsumsi rumah tangga yang berkelanjutan bisa menjadi penghambat besar. Ketika konsumen mengurangi belanja, permintaan terhadap barang dan jasa berkurang, yang pada gilirannya akan memengaruhi sektor-sektor lain dalam perekonomian.

Selain itu, penurunan IKK juga dapat memperburuk kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Jika konsumen tidak yakin dengan prospek ekonomi, mereka mungkin juga menunda investasi atau pengeluaran besar lainnya, seperti pembelian properti atau kendaraan. Hal ini dapat memengaruhi sektor-sektor lain, seperti perbankan, konstruksi, dan industri otomotif, yang semuanya berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

4. Apakah Penurunan Proporsi Pengeluaran Konsumen untuk Tabungan Sejak Maret Mencerminkan Tekanan Ekonomi yang Semakin Berat?

Selain penurunan IKK dan kinerja penjualan eceran, penurunan proporsi pengeluaran konsumen untuk tabungan sejak Maret 2024 menambah bukti bahwa tekanan ekonomi sedang membebani masyarakat.

Jika proporsi pengeluaran konsumen untuk tabungan terus menurun sejak Maret, ini bisa menjadi indikasi bahwa tekanan ekonomi memang sedang berat. Penurunan tabungan menunjukkan bahwa konsumen mungkin menghadapi kesulitan keuangan, sehingga mereka harus menggunakan lebih banyak penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, energi, atau biaya hidup lainnya.

** Baca Juga: Garuda Indonesia Raih Penilaian Sangat Baik dari BPKP atas ICORPAX 2023

Faktor-faktor seperti inflasi yang tinggi, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan ketidakpastian ekonomi global dapat memaksa konsumen untuk mengurangi tabungan mereka.

Dalam kondisi ini, konsumen tidak hanya menahan pengeluaran untuk barang-barang non-esensial, tetapi juga harus mengorbankan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan mendesak.

Fenomena ini mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang signifikan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan menekan pertumbuhan konsumsi, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

5. Stimulus Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah untuk Memperbaiki Kondisi Ini?

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dapat mengambil sejumlah langkah strategis yang bertujuan meningkatkan daya beli masyarakat dan mengembalikan keyakinan konsumen.

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memberikan stimulus fiskal berupa subsidi langsung kepada kelompok masyarakat yang paling terdampak, terutama pada barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan dan energi.

Selain itu, pemerintah juga bisa memperkuat program padat karya untuk menciptakan lapangan kerja baru, sehingga pendapatan rumah tangga meningkat dan konsumsi dapat kembali tumbuh.

Kebijakan moneter yang akomodatif dari Bank Indonesia juga bisa menjadi faktor pendukung, misalnya dengan menurunkan suku bunga guna mendorong pinjaman dan investasi.

Di sisi lain, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga dan mengurangi ketidakpastian dengan memperkuat koordinasi antar sektor dan mempercepat proyek-proyek ekonomi strategis.

Dengan kombinasi stimulus fiskal, moneter, dan kebijakan ekonomi yang tepat, pemerintah dapat membantu memperbaiki situasi dan mendorong pemulihan konsumsi domestik, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Penurunan Indeks Keyakinan Konsumen dan kinerja penjualan eceran menjadi sinyal awal bahwa ekonomi Indonesia sedang menghadapi tantangan besar.

Jika tren ini terus berlanjut tanpa intervensi yang tepat, target pertumbuhan ekonomi 5% tahun ini akan sulit dicapai.

Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk memulihkan keyakinan konsumen dan mendorong konsumsi rumah tangga agar ekonomi bisa terus bergerak ke arah yang positif. (Achmad Nur Hidayat, MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)