oleh

Penggunaan Bahasa Asing “Mewabah” di Banten

image_pdfimage_print

Kabar6-Melihat perkembangan akhir-akhir ini, dimana penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan nasional banyak mengalami degradasi.

Terutama, penggunaan Bahasa Indonesia di ruang-ruang publik, gedung pemerintah dan industri properti di Provinsi Banten, seperti nama-nama kawasan dan klaster perumahan yang ditemukan banyak menggunakan istilah asing, dimana selalu membawa embel-embel Residance, Hill, City dan lainnya.

Ade Awaludin, Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten, menyoroti minimnya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi publik yang jela-jelas telah diatur dalam UU Nomor 24/2009, Tentang Bahasa Indonesia.

Pasal 36, jelas bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan diruang publik, gedung pemerintah dan swasta.

“Yang terpenting lagi adalah Bahasa Indonesia wajib dikuasai oleh Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di seluruh wilayah NKRI, sebagaimana Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 12/2013, Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Asing (TKA) yang mewajibkan tenaga asing menguasai Bahasa Indonesia,” ungkap Ade, kepada Kabar6.com, Sabtu (25/11/2017).

Namun, kata politisi Partai Gerindra ini, sangat disayangkan bahwa Pemerintahan sekarang telah melakukan revisi terhadap regulasi itu dengan Permenaker Nomor 16/2015 yang menghapus kewajiban soal penguasaan Bahasa Indonesia tersebut.

Padahal, regulasi itu bisa menjadi instrumen pengawasan terhadap penggunaan tenaga asing dan sebagai perlindungan kepada tenaga kerja lokal, karena itu bukan hanya soal izin yang harus kita perketat tapi juga mereka harus lulus Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI) di Balai Bahasa.

“Kalau skema ini diatur lewat Peraturan Daerah, saya yakin itu adalah bagian dari solusi kita dalam melindungi peluang kerja di Tanah Air, agar tidak tergerus oleh gempuran tenaga asing yang akhir-akhir ini marak terjadi diberbagai daerah,” katanya.

Oleh karenanya, lanjut Ade, momentum inisaitif Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tersebut harus dijemput oleh Pemerintah Daerah pada Prolegda 2018 yang akan digelar 30 November 2017 mendatang.

Tujuannya, agar memudahkan koordinasi dan sinkronisasi dengan lembaga- lembaga terkait. Keresahan ini didapat dari hasil diskusi dan kunjungan ke Balai Bahasa di Bandung beberapa waktu silam dan diterima langsung oleh Kepala Balai Bahasa Drs. Sutedjo.**Baca juga: Hotel Yasmin Karawaci Diduga “Kemplang” Pajak.

“Provinsi Sumatra Utara misalnya, sekarang sudah mengeluarkan Perda tentang pengutamaan Bahasa Indonesia dan perlindungan bahasa daerah, yaitu Perda Nomor 8/2017, dan skema perlindungan ini hanya bisa dilakukan melalui Peraturan Daerah,” tuturnya.(Tim K6)

Print Friendly, PDF & Email