oleh

Peneliti SIAT Berinovasi Membuat Saklar Otak Agar Manusia Bisa Hibernasi Selama Petualangan Luar Angkasa

image_pdfimage_print

Kabar6-Tim peneliti dari Shenzhen Institute of Advanced Technology (SIAT) melakukan percobaan untuk membantu manusia menjelajah luar angkasa dengan lebih jauh, dengan berinovasi membuat sebuah saklar otak.

Nantinya, saklar otak ini bisa diaktifkan agar manusia dapat hibernasi selama petualangan luar angkasa dilakukan. Petualangan luar angkasa yang sangat besar membutuhkan waktu sangat panjang, sedangkan teknologi yang dimiliki manusia sangat terbatas. Hal itu membuat manusia butuh waktu yang sangat lama untuk sampai ke ujung luar angkasa.

Hal inilah, melansir Sciencealert, yang membuat para ilmuwan di SIAT tertarik untuk mencari solusi agar penjelajahan luar angkasa bisa dilakukan sejauh mungkin. Salah satu caranya adalah dengan hibernasi, dikenal sebagai mati suri, adalah kondisi fisiologis yang memungkinkan hewan bertahan dari kondisi buruk, misalnya cuaca dingin yang ekstrem dan oksigen yang rendah.

Selama hibernasi, temperatur di badan akan sangat rendah, begitu juga dengan metabolisme tubuh berjalan pelan. Ini membuat tubuh berada dalam mode pemeliharaan. Minimal untuk tetap hidup sambil mencegah terjadinya atrofi. Hibernasi hanya bisa ditemukan di beberapa hewan berdarah panas dan sebagian mamalia. Namun tidak ada pada primata, apalagi pada manusia.

Proses itulah yang coba diterapkan ilmuwan di SIAT kepada manusia saat ingin menjelajah luar angkasa. Hanya saja, manusia sangat berbeda dengan hewan yang mampu hibernasi. Mereka kemudian mencoba memasang sebuah saklar di bagian preoptik hipotalamus yang bisa mengaktifkan kondisi hibernasi.

Saat ini metode itu mereka sudah coba kepada tiga ekor monyet penelitian. “Di sini, kami menunjukkan bahwa mengaktifkan subpopulasi neuron area preoptik (POA) dengan strategi chemogenetic secara andal menginduksi hipotermia pada kera yang dibius. Dalam keadaan itu mereka masih bisa bergerak bebas,” demikian tulis tim peneliti dalam makalah mereka.

Dalam kondisi dibius dan tidak dibius, tim peneliti menerapkan obat yang dirancang untuk mengaktifkan reseptor spesifik yang dimodifikasi di otak. Obat tersebut dinamakan Designer Receptors Exclusively Activated by Designer Drugs atau DREADDs. ** Baca juga: Picu Kemarahan Publik, Ratu Kecantikan Vietnam Pakai Gaun Tembus Pandang di Atas Panggung

Obat itu kemudian mengaktifkan kondisi hibernasi pada ketiga kera baik dalam kondisi terbius maupun terjaga. Pada monyet yang dibius, hipotermia yang diinduksi mengakibatkan penurunan suhu inti tubuh dan mencegah pemanasan eksternal. Para peneliti mengatakan, bahwa itu menunjukkan peran penting neuron preoptik area dalam termoregulasi primata. Para peneliti mencatat perubahan perilaku pada monyet yang terjaga dan membandingkannya dengan tikus yang dinduksi hipotermia.

Biasanya, tikus mengurangi aktivitas, dan detak jantungnya menurun dalam upaya menghemat panas. Sebaliknya pada monyet, menunjukkan detak jantung dan tingkat aktivitas yang meningkat, dan sebagai tambahan, mulai menggigil. Ini menunjukkan bahwa termoregulasi pada primata lebih kompleks daripada pada tikus.

Tim peneliti lantas mempelajari hasilnya menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional, perubahan perilaku, serta perubahan fisiologis dan biokimia. Hasilnya upaya itu bisa memberikan efek hipotermia pada primata berdasarka manipulasi saraf.

“Dengan meningkatnya upaya untuk penerbangan luar angkasa yang lebih jauh lagi, model monyet hipotermia ini merupakan tonggak sejarah dalam perjalanan panjang menuju hibernasi buatan,” terang Wang Hong dari SIAT.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email