oleh

Paradigma Kelurahan Mandiri

image_pdfimage_print

Kabar6-Kelurahan Mandiri. Apanya yang mandiri sehingga sebuah kelurahan bisa disebut Kelurahan Mandiri? Disebut Kelurahan Mandiri karena kelurahan tersebut mampu membangun dirinya, diri kolektifnya, diri kelurahan tersebut dalam pengertian seutuh-utuhnya.

Menganggas Kelurahan Mandiri, mungkinkah?

Idealnya, sebuah kelurahan itu dikatakan dimulai jika ia mandiri dalam hal sikap kulturalnya, pembangunan kesejahteraan ekonominya, pembangunan kualitas pendidikan dan SDM nya, ketersediaan sumber energinya, pilihan strategis dan penentuan masa depan dirinya, bagi kebaikan seluruh warganya.

Kelurahan adalah sebuah geopolitik, geoekonomi, geobudaya yang dilindungi oleh undang-undang Desa tahun 2014. Di kelurahan ada SDA dan SDM. Pada keduanya ada kekayaan yang tak ternilai.

Pasti. Sesungguhnya, tidak ada kelurahan yang tidak mampu mandiri jika semua kita yang berada di kelurahan itu berpikir dan bertindaknya benar.

Siapa kita itu? Seluruh penduduk kelurahan berikut kepala kelurahannya, stafnya, masyarakatnya, para tokoh, dan para warganya.

Lalu siapakah tokoh kelurahan itu atau siapakah yang ditokohkan di kelurahan itu? Menurut hemat kami, paling tidak mereka adalah antara lain seperti tokoh agama, tokoh budaya, tokoh pengusaha, tokoh tani/nelayan, tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh politik, tokoh adat, tokoh profesional, tokoh buruh, tokoh penganggur, tokoh “preman”.

Di Kelurahan ada SDM dan SDA, SDA kelurahan semiskin apapun sesungguhnya masih berpeluang untuk menjadi modal kelurahan mandiri jika kelurahan tersebut memiliki SDM yang berkualitas.

Bayangkan jika warga kelurahan tersebut rata-rata bisa menciptakan kekayaan baru yang signifikan dalam setiap bulannya yang bersumber dari gagasan dan jasa keterampilan, kompetensi, talenta dan keahliannya.

Permasalahannya, maukah sebuah kelurahan dikelola diri besarnya untuk memenuhi seluruh syarat-syarat tersebut? Jawabannya ; diperlukan multi kontribusi dan multi aktivisme.

Jika asumsinya SDM suatu kelurahan masih rendah kualitasnya maka SDM kelurahan tersebut dipastikan memerlukan bukan saja pendampingan dan penyapihan tetapi juga fokus pembangunan SDM kelurahan tersebut sesuai dengan desain dan road mapnya.

Bukankah laksana sebuah diri, sebuah kelurahan harus memiliki ruh, jiwa, otak/pikiran, perasaan, dan tubuh yang sehat dalam arti yang sesungguhnya untuk mewujudkan mimpi kolektifnya dan keberhasilan pembangunan kebersamaan proporsionalnya.

Untuk menjadi kelurahan mandiri sebuah kelurahan memerlukan ruh yang malakuti; memerlukan tubuh yang tumbuh karena asupan yang sehat dan bergizi; otaknya harus terbangun dengan baik; jiwanya harus merdeka; pikiran dan gagasannya harus cemerlang; dan perasaannya harus halus.

Semua itu memerlukan bukan hanya pendidikan yang berkualitas, kesehatan mental dan psikhis yang baik, tetapi juga gizi dan kesejahteraan ekonomis yang memadai.

Dan untuk mewujudkan itu semua tentu dibutuhkan antara lain adalah mimpi besar, motivasi prestasi yang tinggi, konsep pembangunan yang inovatif, strategi pembangunan yang jitu, aksi yang spiritual, jejaring yang enterpreneurial, komitmen yang nasionalistik, dukungan budaya dan politik yang demokratis, profesionalitas yang wealth-creative.

Kelurahan mandiri seperti diatas wajib adanya sebagai sebuahmodel masa depan kelurahan indonesia. Untuk itu, diperlukan sinergi intelektual, enterpreneurial, kultural, manajerial dan bahkan politikal.

Kelurahan mandiri itu harus menjadi proyek peradaban bersama yang bersifat lintas disiplin ilmu, profesi, kelompok, golongan, etnis, agama, budaya, bahkan politik.

Model kelurahan mandiri sesungguhnya bisa diwujudkan secara bertahap, sesuai pilihan strategis dan berdasarkan kesepakatan kolektifnya.

Mungkin pada tahap awal, mendesak untuk mandiri secara ekonomi. Itupun pada tahap awal tidak harus dalam keseluruhan hajat ekonominya. Maka, pada tahap awal dapat dilakukan misalnya hal-hal dibawah ini :

1. Pembangunan sistem informasi kelurahan mandiri;

2. Berbasis sistem informasi tersebut akan segera terpetakan SWOT kelurahan tersebut;

3. Fokus aksi kemudian bisa dilakukan terutama terlebih dahulu pada penguatan strength dan bagaimana mengatasi weakness nya, misalnya kemiskinan warganya sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari tingginya tingkat pengangguran dikelurahan tersebut, misalnya.

Maka, aksi nyatanya adalah penciptaan lapangan kerja dengan pembangunan potofolio usaha (barang/jasa) dikelurahan tersebut terkoneksi langsung dengan pasar nasional dan global. Sebagai contoh saja.

Untuk jangka panjang, kemandirian kelurahan mandiri tentu akan terjadi jika SDM kelurahan tersebut memadai. Untuk itu, diperlukan percepatan pembangunan SDM yang tetap sesuai kebutuhan kelurahan tersebut.

Intervansi harus dilakukan baik secara cultural maupun kultural. Pembangunan SDM tersebut harus didesain sekaligus sebagai yang merupakan pembangunan keberdayaan enterpreneurial dan ekonomikal sejak awal.

Gagasan awal mengenai pembangunan kelurahan mandiri ini seharusnya menjadi concern bersama dan sekaligus sebagai laboratorium ilmiah bukan saja dunia perguruan tinggi, sesuai konteksnya masing-masing, tetapi juga pemerintah, masyarakat, kelompok, komunitas, Ormas,  Orsospol dan seterusnya.

Dengan kata lain, pembangunan kelurahan mandiri demikian harus berbasis aktivisme strategis dunia ilmu, dunia agama, dunia budaya, dan dunia politik.

Ia harus merupakan laboratorium menyeluruh bagi pengujian sekaligus berbagai teori ilmiah selama ini dan keyakinan teologis dalam pelahiran karya kebangsaan yang sejati.(*)

Penulis adalah Ir. Tomy Patria Edwardy M.Si, Lurah Serua, Kecamatan Ciputat, Kota Tangsel.

Print Friendly, PDF & Email