oleh

Ngobrol Bareng Legislator ‘Sosial Media Indah dan Penuh Toleransi’

image_pdfimage_print

Kabar6-Kemajuan teknologi yang terjadi seiring dengan penerapan Revolusi Industri 4.0 turut berdampak juga pada pola peilaku dan aktivitas manusia. Hal itu tegambar melalui interkonektivitas yang cepat satu dengan yang lainnya.

Kemajuan teknologi juga telah menjadikan pertukaran informasi tanpa sekat dan batasan sesuai dengan slogan IoT (Internet of Things).

Beragam informas pun kin dengan sangat mudahnya didapat dan disebarkan meski hanya dengan satu kali ketukan jari. Kemajuan teknologi ini mengakibatkan perubahan perilaku pada sebagian orang, khususnya generasi millenial dan generasi Z yang gemar berselancar di dunia maya.

Interaksi yang dahulu leih sering dilakukan dengan tatap muka, kini sudah beralih melalui ruang digital yang disebut sosial media. Semua dibahas dalam Webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator : Sosial Media Indah dan Penuh Toleransi”.

Kegiatan tersebut, turut diramaikan oleh Anggota Komisi 1 DPR RI Kresna Dewanata Prosahk, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc, dan Direktur Komunikasi Perdana Syndicate, Pangeran Ahmad Nurdin.

Dalam materi yang disampaikan, Pangeran Ahmad Nurdin selaku Direktur Komunikasi Perdana Syndicate menyampaikan bahwa media sosial bukanlah hal yang baru.

Tetapi waktu untuk mengadopsi media sosial itu berbeda-beda, tentunya, hal itu akan mempengaruhi juga cara untuk berinteraksi dalam media sosial itu sendiri.

Lanjutnya, sebelum menuju media sosial yang indah dan penuh toleransi semua perlu tahu seperti apa media sosial di Indonesia.

Selanjutnya, landscape media sosial di Indonesia sangat beragam dan penggunanya sangat masif, Indonesia di dalam lingkupan di South East Asia merupakan pengguna internet terbesar, sebanyak 96 persen orang Indonesia memiliki smartphone.

“Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan internet lebih dari 8 jam dan 3 jam dalam sehari yang digunakan untuk mengakses sosial media,” ujarnya, ditulis Sabtu (2/4/2022).

Dijelaskannya, sepanjang waktu itu manusia cenderung kerap untuk melaukan hal yang tak terkontrol hingga merusak hal-hal indah yang dapat dijumpai di sosial media.

Selain itu, kebiasaan tersebut dinilai juga dapat menghilangkan toleransi saat berkomunikasi. Untuk itu, dalam hal ini sangatlah diperlukan untuk menanamkan filter pada pribadi masing-masing.

Dikatakannya, media sosial dan kebebasan berpendapat, inti dari demokrasi adalah freedom of expression atau kebebasan berpendapat. Lanjutnya, hak bisa dilaksanakan tapi jika dilaksanakan secara penuh dapat mengganggu toleransi.

“Sesuatu too good to be true kita wajib curiga dan tidak yakin, jika kita tidak yakin maka jangan kita share ke orang lain karena bisa membahayakan. Yang kedua itu no hate speech, perlakukan sosial media seperti kita bersosisalisasi seperti kita bersosialisasi seperti biasa. Edukasi safety and privacy,” paparnya.

Menurutnya, ada beberapa cara untuk menekan intoleransi, di antaranya membangun rational public discourse, menghindari bullying terhadap pendapat yang berbeda, tidak memberikan ruang berkembang bagi pendapat yang intoleran.

Lanjut Ahmad, kemudian tidak melakukan banning atau pemblokiran terhadap tindakan intoleran hanya akan membuat individu yang intoleran merasa benar dan mencari wadah media sosial baru tetapi mematahkan argumennya dahulu dan menjelaskan tindakan intoleransinya.

“Membangun sosial media yang indah adalah hal yang inklusif. Ketika kita menembakan kebohongan dalam skala yang besar pada satu titik orang aakn menganggap itu adalah hal yang benar,” terangnya.

Sementara itu, Anggota Komisi 1 DPR RI, Kresna Dewanata Prosahk memaparkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling toleran, dengan banyaknya suku, agama, ras dan budaya semuanya menyatu di Indonesia. Keberagaman ini bukan tercipta untuk dijaga.

Sehingga, diungkapkannya, semua jangan sampai membuat peluang untuk kaum-kaum intoleran untuk mengganggu negeri ini.

Saat ini, dijelaskannya, dengan banyaknya grup, kemudian platform-platform media sosial yang digunakan untuk mendoktrin anak-anak, adik-adik, serta masyarakat untuk terpengaruh dan mereka terpecah belah.

“Salah satunya yaitu adu domba, menggunakan isu-isu gama dan ras. Jangan sampai kita menjadi bagian tersebut. Mari kita gunakan media sosial dengan baik. Sehingga kita bisa lebih produktif, inovatif, kemudian kita juga bisa membuat kegiatan untuk membesarkan bangsa ini,” ungkapnya.

**Baca juga: Webinar Ngobrol Bareng Legislator ‘Kreatif dan Produktif di Dunia Digital’

Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, B.Sc menerangkan, Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.

“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” pungkasnya.(eka)

Print Friendly, PDF & Email