oleh

Nah Lho, Walikota Tangerang Sempat Dituding Jual Lahan Fasos Fasum, Benarkah?

image_pdfimage_print

Kabar6-Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah belum lama kemarin namanya berkali-kali sempat menjadi trending topik dalam beberapa materi pemberitaan baik di skala lokal, maupun nasional.

Ya, salah satunya mungkin yang masih sangat bisa diingat oleh publik adalah, terkait ‘drama’ perseteruan dengan pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI, dimana gejolaknya sempat meruncing hingga ke ranah hukum. Beruntung, pertikaian itu tak sampai berlangsung panjang setelah keduanya saling mengakui bahwa kondisi itu hanyalah sebuah mis komunikasi saja.

Kata damai pun akhirnya sepakat di suarakan keduanya setelah beberapa pihak, yaitu Gubernur Banten, Wahidin Halim beserta pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun tangan membantu memediasi pihak-pihak berseteru dengan baik sehingga berhasil memadamkan api emosi tersebut.

Kembali jika kita harus mengingat awal mula gejolak yang terlihat di moment panas ini, tepatnya mungkin di kala Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah melayangkan surat klarifikasi kepada pihak Kemenkum HAM, dikarenakan merasa tak nyaman dengan sindiran sang Menteri, Yasonna Laoly.

Arief keberatan dengan kalimat sindiran pak menteri dalam pidatonya, khususnya pada kalimat ‘Walikota Tangerang Tak Ramah Terhadap Pihak Kemenkum HAM’, lantaran dianggap mempersulit pihak Kemenkum HAM, dalam memproses pengurusan perizinan pembangunan Gedung Kampus Politeknik Permasyarakatan (Politekip) dan Politeknik Imigrasi (Politekim).

Kondisinya pun terus memburuk dan semakin memanas hingga muncul edaran resmi walikota tangerang, yang berisikan penghentian sejumlah pelayanan dan fasilitas dikawasan pemukim dan perkantoran milik Kemenkumham diwilayah setempat.

Namun, akhirnya tak lama kemudian kepala daerah yang tengah melanjutkan kepemimpinan di periode keduanya ini, dapat luluh dan membuka lagi akses pelayanan dan fasilitas publik itu, usai di datangi puluhan warga masyarakat yang bermukim dikawasan berdampak.

Tetapi, kebijakan penghentian pelayanan dan fasilitas seperti pengangkutan sampah serta Penerangan Jalan Umum (PJU) bagi area perkantoran milik Kemenkum HAM di Kota Tangerang masih tetap dilanjutkan.

Alasannya sederhana, Walikota Arief, merasa bila kebijakannya mungkin tak dinilai menggangu kawasan itu, sebab ia tak melihat adanya respon keberatan seperti yang disuarakan warga kepadanya langsung.

Selain itu, Walikota Arief juga menyindir pihak Kemenkum HAM yang hingga kini tak kunjung menunaikan kewajibannya dalam penyerahan lahan fasos fasum kepada Pemkot Tangerang. Bahkan, urusan lahan fasos fasum itu, beberapa kali menjadi salah satu materi yang cukup lantang dan sering disuarakan Arief, kala insiden masih berlangsung.

Walau permasalahan itu telah selesai, namun jejak-jejak pro kontra atas reaksi yang timbul karenanya, sampai sekarang masih nampak membekas di berbagai media sosial. Diketahui pula, saat itu banyak masyarakat dari berbagai element di Kota Tangerang, merespon pembelaan untuk orang nomor satu di wilayah ini, dengan antusias dan cukup militan.

Tetapi, ya tidak sedikit juga para tokoh dan masyarakat arus bawah yang tak sepakat dengan langkah sang walikota yang dinilai tak elok jika hingga harus demikian.

Tak lama viralnya pemberitaan soal perseteruan Walikota Tangerang Vs Kemenkumham berlalu, kabar6.com, secara ekslusive mendapati sebuah informasi cukup mengejutkan, mengenai lahan fasos fasum yang berada diarea kawasan perumahan elite dan ternama diwilayah Kota Tangerang.

Informasi mengejutkan itu adalah soal adanya dugaan praktik jual beli lahan Fasos Fasum yang diduga dilakukan oleh segelintir elite pemerintahan setempat, pada Tahun 2018 lalu.

Tak main-main, tudingan keras yang di layangkan dalam bentuk surat somasi dari salah satu organisasi LSM itu pun, bahkan secara gamblang dan berani langsung ditujukan teruntuk Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah selaku orang/pihak yang diduga juga terlibat kuat didalamnya.

Benarkah, informasi tersebut ? Info Hoax atau memang bisa di pertanggungjawab kan ?

Bila dilihat dari fisik surat, somasi ditulis dengan kertas yang resmi dilabeli nama organisasi LSM dimaksud, lengkap dengan rincian alamat kantor beserta kontak personnya.

Perihal dalam surat itu pun, dikemukan cukup jelas, dengan judul ‘Diduga Kuat Penggelapan Aset dan Jual Beli Aset Berupa Lahan Yang Diperuntukan Sebagai Fasilitas Sosial (Fasos) dan Fasilitas Umum (Fasum) Di Dalam Kawasan Modernland, Kota Tangerang’.

Dalam pembukaan suratnya, pihak LSM nampak berusaha menegaskan bila somasi ini merupakan langkah kedua mereka, dalam upaya mencari klarifikasi dan jawaban atas dugaan praktik atau dugaan tindak pelanggaran hukum, yang mana pertama kali sudah dilayangkan tertanggal 30 Juli 2018.

Melalui surat klarifikasi kedua ini, somasi yang dibubuhi tandatangan para ekskutif nya, yaitu Drs. Bonar T.S.H, MM selaku Direktur Eksekutif Lembaga Independen Bela Rakyat (LIBRA) serta sang Sekretaris Eksekutif nya, Edi Sapros, disebutkan bahwa pada poin pertama, LIBRA menjelaskan, kalau lahan yang diduga di transaksikan ini, adalah berasal dari HGB 127, Peta Bidang Nomor : 00846 dan dengan Surat Ukur Nomor 175 Tahun 2008.

Selanjutnya, dalam poin kedua dituliskan berdasarkan keyakinan mereka (LIBRA), bila lahan HGB 127, Peta Bidang Nomor : 00846 dan Dengan Surat Ukur Nomor 175 Tahun 2008 itu, dan khusus bidang yang diduga telah ditransaksikan oleh terduga, baik selaku pribadi maupun sebagai Walikota Tangerang adalah bagian dari surat induk tersebut / dimaksud.

Sehingga, lewat poin ketiganya, pihak LIBRA mengamati bahwasannya tidak berdasar, bila tanah tersebut dianggap sebagai tanah pribadi, alias kuat dugaan kalau tanah itu merupakan tanah Fasos Fasum.

Anehnya, Edy Sapros, salah satu punggawa LIBRA yang juga bertanda tangan di surat somasi itu, kini malah terkesan malas dan enggan membicara kan hal tersebut. Kejelasan maupun keseriusan pihak LIBRA dalam soal tudingan mereka atas adanya dugaan jual beli tanah fasos fasum di Kota Tangerang pun, masih harus terus di gali dan di cek n ricek kembali.

Meski begitu, birunya stampel resmi pihak bagian Setda Pemkot Tangerang, sudah nampak mengecap dikedua surat somasi LIBRA itu. Setidaknya, hal itu menjadi tanda bila somasi mereka telah diterima.

Sayang di sayang, upaya konfirmasi yang disampaikan melalui ruang percakapan whatsapp milik pribadi sang Walikota Tangerang, tak menuai respon apapun. Namun, Tatang Sutisna yang kini sebagai Penjabat (Pj) beberapa waktu lalu sempat sedikit menjelaskan perihal perkara ini.

**Baca juga: Diam-diam WF Ternyata Ingin Wujudkan Konsep Humanis & Persuasif di Tubuh Satpol PP.

Orang yang belakangan disebut-sebut sebagai orang kepercayaan walikota, membantah keterlibatan pimpinannya dalam dugaan praktik seperti yang di tuding LIBRA.

“Yang itu ya, fasos fasum. Ah itu mah Edy Sapros, kaya gak tau aja. Lagian, itu mah bukan pak Wali (Arief Wismansyah). Itu mah zaman yang lama banget sih ih. Lagian emang gimana, masa bisa,” ucap Tatang saat ditemui kabar6.com, malam lalu, sebelum ia bertolak pulang.

Saat disinggung apakah surat klarifikasi LIBRA ini, sudah dijawab secara resmi, mengingat hal itu merupakan tudingan yang cukup serius. Pimpinan definitif di Dinas Perkim ini, justru malah berbalik tanya, apakah itu penting atau harus dijawab.

“Emang harus di jawab ya. Dari mana bagian hukum apa pak wali langsung. Kan yang disurat itu ke pak wali. Oh ya sudah, berarti nanti biar dibuatkan surat jawabannya, terus kasih ke siapa, dia apa kamu aja,” tutupnya.(ges)

Print Friendly, PDF & Email