oleh

Mengapa Psikopat Tak Mampu Ekspresikan Rasa Takut?

image_pdfimage_print
Ilustrasi/bbs
Ilustrasi/bbs

Kabar6-Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat, karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya.

Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental.

Menurut penelitian, sekitar satu persen total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80 persen lebih banyak yang berkeliaran, dibanding mendekam dalam penjara atau di rumah sakit jiwa. Pengidapnya juga susah untuk disembuhkan.

Psikopat sering digambarkan sebagai sosok yangd dingin dan tidak memiliki perasaan. Namun seperti dikutip dari National Geographic, penelitian terbaru dalam Psychological Bulletin menantang asumsi tersebut. Dalam penelitian itu, diklaim bahwa psikopat dapat merasakan ketakutan, namun mungkin mereka memiliki masalah dalam merasakan bahaya.

Untuk menunjang penelitian mereka, peneliti melakukan tinjauan ulang pada penelitian yang sebelumnya pernah ada mengenai psikopat. Mereka mencoba untuk memberi perhatian lebih mengenai bagaimana penelitian-penelitian tersebut mendefinisikan ketakuan, dan bagaimana mereka menguji kemampuan psikopat untuk merasakan hal tersebut.

Mereka menemukan kebanyakan dari penelitian tersebut tidak memberikan bukti bahwa psikopat memiliki kapasitas untuk mengalami ketakutan, hal tersebut dikarenakan mereka tidak melakukan pengujian secara menyeluruh.

Ketakutan sendiri merupakan sebuah konsep yang kompleks. Kebanyakan penelitian tentang psikopat gagal alam menguji kedua elemen tersebut. Sebagai contohnya, terdapat tiga model terbesar dari psikopat yang telah muncul.

Pertama adalah model emosi terintegrasi dan bagian yang terdefisiensi dari daerah otak bernama amygdala merusak ekspresi sedih dan takut pada wajah orang lain, dan membuat psikopat tidak mampu untuk merespon rasa itu.

Respon kemudian memodulasi hipotesis, sementara itu, psikopat sendiri tidak mampu memproses stimuli yang seharusnya secara normal mampu merespon ketakutan. Akhirnya, proses ganda itu menyebabkan psikopat mampu merespon bahaya atau stumuli yang merusak, namun mereka tidak bisa belajar mengasosiasikan stimuli ini dengan respon-respon yang ada.

Ketiga teori tersebut menunjukkan bahwa psikopat menderita cacat neurobiologis tertentu yang menyebabkan mereka memiliki masalah dalam bereaksi atas suatu ketakutan. ** Baca juga: The Asskicker, Kopi “Mematikan” dari Australia

Pada akhirnya, para peneliti kembali pada literarur yang telah ada mengenai psikopat, dan menemukan bahwa orang-orang yang didiagnosa psikopat sebenarnya merasakan ketakutan, namun mereka tidak mampu untuk mengekspresikannya. Perkara ini mirip mereka yang kesulitan untuk mengekspresikan kebahagiaan, dan lebih sering marah.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email