oleh

Ketika Pengacara Muda Tangerang Tertipu Seekor Burung

image_pdfimage_print

Kabar6-Orang pintar, paham hukum. Itulah yang terlintas dalam benak, manakala kita mendengar kata pengacara.

Maklum, pengacara merupakan profesi yang dalam prakteknya memberikan jasa pendampingan hukum terhadap orang lain, khususnya yang sedang bersoal dengan hukum.

Dilihat dari pola kerja yang umumnya berkutat pada penanganan masalah, profesi ini juga disebut-sebut memiliki tingkat stres yang cukup tinggi.

Hingga, wajar bila umumnya pengacara memiliki sikap kritis dalam menghadapi dan menyikapi setiap masalah.

Namun, hal berbeda justru dialami oleh dua pengacara muda di Tangerang, sebut saja Udin dan Ujang (bukan nama sebenarnya).

Ditengah embel-embel “pintar” yang melekat pada profesi pengacara, keduanya malah terperdaya oleh aksi sekelompok penipu dalam angkutan kota (angkot), yang menjadikan burung sebagai subjek kejahatannya.

Alih-alih bersikap kritis, kedua pengacara ini bahkan “menyodorkan” diri untuk dijadikan sebagai korban oleh kawanan penipu yang tengah beraksi.

Ya, kejadian berlangsung tiga hari lalu. Berawal ketika Udin dan Ujang naik angkot dari kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa menuju terminal bayangan Bitung di Kecamatan Curug.

Rencananya, dua pengacara muda itu hendak naik bus dari kawasan Bitung, guna melanjutkan perjalanan ke Jakarta untuk sebuah urusan yang berkaitan dengan profesinya.

Saat melintas di kawasan Perumahan Citra Raya, Kecamatan Cikupa, angkot distop oleh dua penumpang pria. Salah seorang diantaranya membawa bungkusan kertas warna cokelat, yang belakangan diketahui berisi burung.

Saat naik dan masuk ke dalam angkot, kedua pria itu memposisikan diri layaknya orang yang tidak saling mengenal satu sama lain.

Hingg akhirnya, angkot kembali melaju menyusuri ruas Jalan Raya Serang, sebagai akses protokol yang membelah wilayah Kabupaten Tangerang.

Tak lama setelah angkot berjalan, mulailah terdengar suara kicauan burung nan merdu di dalam angkot tersebut. Satu dari pria itu kemudian bertanya kepada pria yang membawa burung, terkait kicauan merdu burung dalam sangkar kertas.

Pembicaraan dua pria yang mengupas seputar kelebihan burung dalam sangkar kertas, belakangan juga menarik perhatian Ujang untuk turut bergabung dalam obrolan.

Puncaknya, satu dari pria itu memutuskan menawar burung dalam sangkar kertas dengan harga fantastis, yaitu Rp. 3 juta. Sementara, si pemilik burung justru membuka kesempatan bagi Ujang untuk turut menawar.

“Ya gak bisa, kan bapak ini yang lebih dulu naik angkot ini,” ujar pemilik burung sambil menunjuk Ujang, sebagaimana diceritakan Direktur Eksekutif LBH Gema Kosgoro, Irawan kepada kabar6.com, Jumat (20/9/2013).

Sebaliknya, Ujang yang merasa mendapat peluang, tanpa pikir panjang langsung menyambut tawaran tersebut. Padahal, saat itu Ujang sendiri belum melihat seperti apa bentuk burung yang ditawarnya.

Saking bersemangatnya, Ujang yang sedang tidak membawa uang tunai, spontan menawarkan BlackBerry jenis Gemini miliknya ditambah uang tunai Rp. 400 ribu (dipinjam dari Udin) sebagai tanda jadi, sementara dirinya akan mengambil uang di ATM.

Hingga akhirnya si pemilik burung menerima tawaran Ujang. BlackBerry Gemini berikut uang Rp. 400 ribu pun berpindah tangan. Ujang dan si pemilik burung sepakat akan melakukan transaksi saat angkot berhenti dikawasan Bitung.

Sesaat setelah kesepakatan terjadi, pria yang pertama kali menawar burung turun dikawasan Pasir Gadung, Kecamatan Cikupa. Sedangkan Ujang dan si pemilik burung terus menuju Bitung.

Setiba di Bitung, Ujang dan si pemilik burung turun dari angkot. Ujang meminta si pemilik burung untuk menunggu sebentar dilokasi, sementara dia dan Udin ke ATM tak jauh dari lokasi guna mengambil uang tunai.

Namun, sekembalinya Ujang dan Udin dari ATM, si pemilik burung yang telah menguasai BlackBerry dan uang Rp. 400 ribu dari Ujang, sudah tak terlihat dilokasi.

Saat itu, Ujangpun sadar bila dirinya telah tertipu. Tapi, pengacara muda ini hanya bisa meradang sambil menyesali apa yang telah terjadi. Terlebih, uang Rp. 400 ribu yang dipinjam dari Udin, adalah uang untuk membayar kontrakan.

Satu hal lagi yang membuat hati Ujang miris adalah, saat di cek ternyata burung dalam sangkar kertas itu hanyalah burung yang biasa dijual dipasar dengan harga Rp. 10 ribu tiga ekor.

“Ujang dilema. Mau lapor polisi tapi malu karena dia pengacara. Ya, setelah melepaskan burungnya, Ujang akhirnya curhat ke saya,” kata Irawan mengakhiri ceritanya.(din/tom migran)

 

Print Friendly, PDF & Email