oleh

Kasus Penganiayaan Tersangka Anak Pejabat DJP Kemenkeu

image_pdfimage_print

Kabar6-Anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang terlibat kasus penganiayaan remaja usia 17 tahun, menjadi perhatian Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

Dalam unggahan di akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Jumat, Mahfud MD mengatakan bahwa kasus tersebut harus diproses secara hukum.

Menurut Mahfud, tidak ada perdamaian dan maaf dalam hukum pidana, bahkan kasus tersebut bukanlah perkara ringan yang bisa diselesaikan dengan penerapan keadilan restoratif. Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo selaku orang tua dari pelaku Mario Dandy Satrio (20 tahun) yang melakukan penganiayaan itu harus diperiksa.

“Secara hukum administrasi, pejabat yang punya anak dalam tanggungan hedonis dan berfoya-foya harus diperiksa,” ungkapnya Mahfud MD di akun Twitter pribadinya pada Jumat (24/02/2023).

Sehari sebelumnya yaitu pada Kamis (23/02/2023), Rafael sudah meminta maaf terkait peristiwa penganiayaan yang dilakukan anaknya. Permintaan maaf tersebut dilakukan melalui tayangan video. Proses selanjutnya, Rafael menyerahkan kepada aparat penegak hukum.

Menanggapi unggahan Mahfud MD di Twitter tersebut, Komunikolog Politik dan Hukum dari Lembaga Kajian Politik Nasional, KRT Tamil Selvan, berpendapat: dalam Pasal 5 Ayat 2 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara, pada UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Aparatur Sipil Negara, serta dalam Pasal 3 sampai Pasal 5 pada PP No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, tidak mencantumkan bahwa gaya hidup hedon dan berfoya-foya keluarga PNS seperti yang dikatakan oleh Mahfud MD adalah sebuah pelanggaran Kode Etik dan Kode Prilaku ASN atau pelanggaran Disiplin PNS.

Aturan pada UU dan PP tersebut hanya berlaku pada diri individu ASN yang diambil sumpahnya ketika menjadi ASN, bukan kepada keluarganya maupun sanak saudaranya.

“Lantas hukum administrasi mana yang dimaksud Mahfud MD, yang dikatakan telah dilanggar oleh ASN jika keluarganya berfoya-foya dan hidup hedonis? Serta atas dasar landasan apa Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan pencopotan jabatan kepada Rafael Alun Trisambodo, sementara Rafael Alun Trisambodo sudah melaporkan harta kekayaannya pada LHKPN. UU mana yang melarang bahwa seorang ASN tidak boleh kaya raya?” ungkap KRT Tamil Selvan melalui keterangan tertulis yang diterima Kabar6, Sabtu (25/02/2023).

Lanjutnya, Rafael Alun Trisambodo dapat dinyatakan bersalah jika dia tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya, sehingga tentu dapat diduga kuat harta tersebut didapat atas pengaruh jabatan yang diembannya, atau terbukti bahwa harta kekayaannya didapat secara ilegal. Namun jika sebaliknya Rafael Alun Trisambodo dapat membuktikan bahwa asal-usul harta kekayaannya tersebut bukan hasil Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, ataupun bukan hasil dari perbuatan ilegal, maka secara UU Rafael tidak melakukan pelanggaran apapun atau melakukan kesalahan apapun.

“Namun saat ini, sayangnya, Mahfud MD menjustifikasi Rafael Alun Trisambodo berdasarkan dalil yang tidak berlandaskan pada hukum. Demikian juga Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang melakukan pencopotan jabatan kepada Rafael Alun Trisambodo dengan alasan pemeriksaan dugaan pelanggaran disiplin sesuai PP yang disebutkan di atas,” kata KRT Tamil Selvan yang akrab dipanggil Kang Tamil ini.

Sambung Kang Tamil, padahal, ada 13.885 pejabat dan pegawai di Kementerian Keuangan yang belum melaporkan harta kekayaannya, hal ini jelas melanggar pasal 4 huruf e, PP No 94 Tahun 2021, yang berbunyi ‘PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Artinya jika hal ini menjadi alasan pemberhentian Rafael Alun Trisambodo oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, maka 13.885 ASN tersebut juga harus diberhentikan dan dicopot dari jabatannya untuk dilakukan pemeriksaan, tapi nyatanya tidak.

“Maka tidak berlebihan jika saya menyimpulkan bahwa kedua menteri ini telah melakukan ‘intervensi hukum’. Jika, misalnya pun Rafael Alun Trisambodo dinyatakan melanggar Kode Etik dan Kode Prilaku ASN atau pelanggaran Disiplin PNS, itu harus atas dasar prilakunya, bukan karena gaya hidup keluarganya yang hedonis atau berfoya-foya, ataupun bukan karena kasus hukum yang menimpa anaknya yaitu Mario Dandy Satrio,” papar Kang Tamil.

**Baca Juga: Macet Cekcok, Supir Truk Ditusuk Obeng di Pasar Kemis

Secara Hukum, Mario Dandy Satrio merupakan subjek hukum yang sah, yang bertanggung jawab atas segala perbuatan hukumnya. Bahwa Mario Dandy Satrio masih berusia 20 tahun, maka berlaku baginya UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Maka Mario bertanggung jawab secara sah atas perilakunya. Pertanggungjawaban itu tidak bisa dilimpahkan menjadi kesalahan Rafael selaku ayahnya.

Maka timbul pertanyaan, atas dasar apa Rafael Alun Trisambodo dicopot atau diberhentikan dari jabatannya?

“Secara emosional sosial, saya pribadi tentu juga memiliki rasa ‘geram’ ketika melihat pejabat negara atau sanak keluarganya memamerkan harta kekayaan sementara masih banyak masyarakat kita yang mengalami kesulitan hidup. Namun rasa tersebut harus berada dalam koridor pribadi, dan tidak boleh emosional sosial menjadi alat intervensi hukum apalagi dikeluarkan oleh pejabat publik,” katanya.

Dalam konteks HAM, kata Kang Tamil, setiap orang miliki kemerdekaannya masing-masing yang dibatasi dengan UU atau Peraturan yang berlaku dan penerapan UU atau peraturan itu berlaku sama rata untuk setiap orang.

“Hukum mengajarkan kita asas praduga tidak bersalah, yang dimana saya tidak melihat asas ini di kedepankan oleh seorang Menkopolhukam yang berlatar belakang Profesor Hukum yang saya ilhami sebagai seorang Guru. Maka sebagai Pemerhati Hukum, saya bertanya apakah Indonesia Masih Negara Hukum atau kini telah berubah menjadi Negara Tekanan Sosial, sehingga Hukum tidak lagi diindahkan?” pungkas Kang Tamil. (Red)

Print Friendly, PDF & Email