oleh

Jaksa Marcos Terancam Kena Sanksi Mutasi ke Papua?

image_pdfimage_print

Kabar6-Sikap arogansi yang ditunjukan Jaksa Marcos Panjaitan usai pamer senjata api di SPBU 34-15317 di Jalan Raya Ciater, Rawa Mekar, Serpong, Kota Tangsel, secara spontan telah menuai reaksi keras dan kecaman dari publik.

Tindakan tidak elok itu dapat menjadi pukulan telak bagi institusi negara yang seharusnya mampu mengayomi penegakan supremasi hukum di Tanah Air.

“Jaksa Agung (Kepala Kejaksaan Agung-RI, Basri Arif-red) saja sampai harus minta maaf atas kasus ini,” ungkap Agus Chandra, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasie Pidum) Kejaksaan Negeri Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Kamis (5/9/2013).

Agus menjelaskan, setelah aksi pamer senjata api oleh jaksa Marcos mencuat hingga jadi konsumsi publik, petugas dari Tim Pengawas Internal di lembaga Gedung Bundar telah memanggil dan memeriksa jaksa pidana umum itu.

Saat disinggung apakah mungkin bawahannya tersebut bakal menerima sanksi berupa mutasi ke wilayah hukum bagian Indonesia Timur, misalnya di Provinsi Papua.

“Kalau memang harus begitu (mutasi) saya sangat setuju. Biar ada efek jera buat jaksa yang lain. Masalah arogansi seperti ini jangan terulang,” ujar Agus.

Tentu saja keputusan dan kebijakan tersebut harus didasari oleh pertimbangan secara matang. Meski suka atau tidak, seluruh aparat di lembaga Korps Adhyaksa harus menanggung beban moral atas kasus arogansi ini.

Padahal, tidak semua personal jaksa berprilaku tidak terpuji hingga membuat masyarakat resah.

Ditambah lagi, tegas Agus, setiap tindak-tanduk aparatur negara terus mendapatkan sorotan publik. Meskipun oknum Pamong Praja itu memiliki profesi dan latar belakang dari kasta kalangan atas, tetap saja tidak mempan.

Faktanya seperti masalah yang kini sedang membelit putra pertama mantan Kepala Persidangan Militer Utama di tahun 2006  berpangkat Mayjen Purnawiran TNI-AD ini.

Meski dipicu masalah sepele tapi berujung fatal, anak jenderal era Presiden Soeharto itu telah dilaporkan ke Mapolsek Metro Serpong atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan orang lain.

“Yang susah itu sekarang melawan masyarakat. Saya pasti yakin, orangtuanya juga enggak suka dan setuju dengan prilaku arogansi anaknya,” tegas Agus. Apalagi pada era reformasi, ditengah dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara berkembang secara pesat.

Sehingga kasus yang dialami pria kelahiran Ambon itu hendaknya bisa jadi sarana intropeksi dan mawas diri bagi seluruh aparat jaksa di seluruh wilayah nusantara. 

Agus mengaku, meski begitu dirinya selalu melakukan pengawasan internal di level bawahan termasuk terhadap Marcos. Jaksa diingatkan agar selalu bersikap dan memutuskan segala perkara sesuai dengan koridor hukum.
Sosok Marcos diklaim keseharian memiliki etos kerja baik. Mengenai soal intonasi gaya dan logat yang cenderung dianggap keras oleh lawan bicara, hal itu masih lumrah.

“Seperti saya ini yang harus mengawasi 40 orang jaksa. Tentunya juga enggak mudah mas,” ujarnya saat mendampingi dua pejabat pengawas yang sedang mencari informasi di lokasi Perkara SPBU 34-15317 di Jalan Raya Ciater, Rawa Mekar, Kecamatan Serpong, Kota Tangsel.(yud)

Print Friendly, PDF & Email