oleh

Jaksa Agung : Keadilan Restoratif Solusi Pemenuhan Hak Korban

image_pdfimage_print

Kabar6-Jaksa Agung menyatakan belakangan ini keadilan restoratif yang dijalankan oleh Kejaksaan telah menarik perhatian dunia akademik dan praktik hukum, baik di level nasional maupun internasional.

Pada Mei 2022 lalu, masyarakat internasional melalui United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) memberikan apresiasi atas kinerja Kejaksaan dalam melakukan penegakan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif.

Penyataan tersebut disampaikan dalam diskusi yang bertajuk Bersama Praktisi “Restorative Justice, Apakah Solutif?” yang digelar oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sabtu (16/7/2022).

“Saya atas nama pribadi sekaligus Pimpinan Kejaksaan Republik Indonesia, menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan pihak penyelenggara yang telah bekerja keras dan cerdas dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Semoga Universitas Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia serta pihak lainnya yang terlibat dalam kegiatan ini dapat terus secara konsisten bekerjasama dalam menghadirkan ide-ide dan pemikiran dalam agenda pembangunan dan pengembangan hukum di Indonesia,” ujar Burhanuddin.

Menurutnya apabila ditelaah secara seksama, pelaksanaan sistem peradilan pidana dan pemidanaan di Indonesia secara umum masih dominan bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku, sehingga penegakan hukum yang dilakukan kadang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Sebab, penegakan hukum yang dilakukan cenderung mengabaikan kemanfaatan dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

Jaksa Agung mencontohkan penanganan kasus yang sempat mencederai nilai dan rasa keadilan masyarakat misalnya kasus Nenek Minah dan Kakek Samirin, dimana masyarakat tidak menghendaki mereka untuk dihukum. Bahkan pada umumnya dalam proses penegakan hukum beberapa perkara pidana, cenderung mengabaikan kepentingan pemulihan hak korban.

“Sebenarnya kegaduhan penegakan hukum pada kasus nenek Minah dan kakek Samirin bukanlah kesalahan dari aparat penegak hukum karena secara teknis hukum dan pemenuhan alat bukti, mereka hanya menjalankan hukum acara pidana yang berlaku. Hukum acara yang terjebak dengan kekakuan pemenuhan kepastian hukum, namun lalai dalam mewujudkan keadilan dan kemanfaatan,” ujar Jaksa Agung.

**Baca juga: Jaksa Agung Burhanuddin Melaunching Tiga Buku, Komisi Kejaksaan Berikan Apresiasi

Seiring dengan berjalannya waktu, Jaksa Agung menegaskan dalam rangka mengakomodir pergeseran nilai keadilan masyarakat tersebut, saat ini telah berkembang alternatif penyelesaian perkara dan pemidanaan yang menitikberatkan pada pentingnya solusi untuk memulihkan keadaan korban, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku. Alternatif ini dikenal sebagai keadilan restoratif atau restorative justice.

“Keadilan restoratif menjadi solusi dimana kepentingan atau hak korban diutamakan dalam penyelesaian perkara. Dalam hal ini perbaikan keadaan korban dan pemberian maaf dari korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara. Selain itu, di sisi lain tetap memperhatikan kondisi tertentu dari pelaku kejahatan sebagai bahan pertimbangan penyelesaian perkaranya,” tandasnya. (red)

Print Friendly, PDF & Email