oleh

Ini Analisa TRUTH atas Materi Raperda TDPP Kota Tangsel

image_pdfimage_print

Kabar6-Setelah melakukan kajian mendalam, Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH) menemukan sejumlah kelemahan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang “Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”.

Bahkan, TRUTH mengindikasikan bahwa Raperda inisiatif DPRD usulan Fraksi PKS tersebut tidak tepat dalam melihat semangat keterbukaan informasi publik seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2008.

Berikut catatan TRUTH seputar materi Raperda tentang “Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan” (TDPP) Kota Tangerang Selatan:

1. Secara umum, lebih dari 60 persen muatan pasal-pasal yang terdapat di Raperda ini mengadopsi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP.

– Kami menilai, hal ini adalah sesuatu yang tidak perlu, sebab pasal-pasal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang terkait.  

2. Terdapat ketidaksesuaian antara judul dengan materi Raperda.

– Kami menilai, bila judul Raperda adalah “Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, maka idealnya Raperda ini hanya mengatur seputar mekanisme keterbukaan informasi yang terkait dengan lembaga eksekutif.

– Namun kenyataannya, materi Raperda ini juga mengatur tentang institusi  publik di luar eksekutif, seperti: legislatif, yudikatif, partai politik, dan badan publik lain.

3. Dalam Bab X (Pasal 34 – 45) Raperda ini juga mengatur tentang (rencana) pembentukan Komisi Informasi Kota Tangerang Selatan.

– Kami menilai, ketentuan mengenai hal ini tidak diperlukan mengingat mekanisme pembentukan Komisi Informasi sudah diatur dalam UU No.14/2008.

– Di samping itu, kami melihat belum saatnya Kota Tangerang Selatan membentuk Komisi Informasi tingkat kota. Dalam UU No.14/2008 ditegaskan, yang wajib dibentuk dalam waktu 2 tahun setelah UU ini berlakukan adalah Komisi Informasi tingkat Provinsi.

– Sementara pembentukan Komisi Informasi tingkat kota/kabupaten dapat dibentuk “jika dibutuhkan”. Untuk sementara ini, Komisi Informasi Provinsi Banten masih cukup memadai untuk memediasi sengketa informasi yang terjadi di seluruh Banten.

– Setidaknya hal ini bisa dilihat dari jumlah kasus sengketa informasi yang masih relatif kecil. Artinya, pembentukan Komisi Informasi Tangsel dapat dianggap sebagai langkah pemborosan APBD mengingat akan ada alokasi anggaran untuk lembaga yang belum terlalu dibutuhkan saat ini.

4. Dalam Bab XIV (Pasal 61-66), Raperda ini juga mengatur tentang ketentuan pidana.

– Kami menilai, ketentuan mengenai hal ini tidak diperlukan mengingat hal tersebut sudah diatur dalam UU No.14/2008.  Dalam aturan perundang-undangan, ketentuan pidana dalam sebuah Perda harus lebih ringan dari pada UU.

– Maka dengan dimuatnya ketentuan pidana dalam Raperda ini, hal tersebut bisa dianggap “mengerdilkan” ganjaran yang telah ditetapkan dalam UU No.14/2008.

5. Dalam Bab XV (Pasal 67), Raperda ini juga mengatur tentang penyidikan.

– Raperda ini juga mengatur tentang pembentukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Kami menilai, ketentuan mengenai hal ini agak berlebihan sebab sudah melebihi kewenangan yang diatur dalam UU No.14/2008, di mana penyidikan atas kasus sengketa informasi dapat dilakukan oleh penyidik umum.

– Keberadaan ketentuan ini dapat menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya untuk melakukan “pengalihan” kasus penyidikan dari penyidik umum ke Penyidik PNS yang akan dibentuk melalui Raperda ini, hingga kami menilai keberadaan PPNS tidak diperlukan.(rilis/tom migran)

Print Friendly, PDF & Email