oleh

Indonesia Kuasai Teknologi Baterai Lithium

image_pdfimage_print

Kabar6-Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memastikan bila saat ini Indonesia telah menguasai teknologi baterai lithium.

Dan, salah satu keuntungan baterai lithium, karena mempunyai energi densitas yang lebih tinggi, lebih ringan dan lebih tahan lama, dan dapat diisi ulang.

Hal itu diungkap Kepala Batan, Prof. Djarot  Wisunubroto, dalam Konferensi Internasional Materials Sains dan Teknologi atau International Conference on Materials Science and Technology 2014 (ICMST 2014) di Gedung Dewan Riset Nasional (DRN) Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (13/10/2014).

“Peran material energi dan material padat ionic sangat penting, khsususnya dalam pengembangan sumber energi baru dan terbarukan. Pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik dan peralatan elektronik, sudah menjadi kebutuhan dunia,” kata Djarot.

Selain untuk peningkatan ketahanan energi baru dan terbarukan, teknologi baterai lithium juga memiliki aplikasi sangat beragam baik untuk transportasi, peralatan elektronika, portable gadget, peralatan rumah tangga bahkan untuk pesawat puna, dan stasionary power.

Sejak diperkenalkan oleh Sonny pada 1990, teknologi baterai lithium berkembang sangat pesat dan telah menggantikan teknologi baterai sebelumnya yang berbasis Ni-Cd dan lead-Acid.

Peneliti Utama Batan, Prof Evy Kartini mengatakan, jika lima tahun lalu orang masih belum mengerti, sekarang justru orang sudah menguasai teknologi itu. Intinya, baterai lithium adalah baterai yang digerakkan ion metal lithium (rumus kimia Li).

“Baterai itu dimanfaatkan dalam berbagai bidang, di antaranya sebagai baterai telepon seluler maupun baterai mobil listrik hingga baterai untuk alat pacu jantung yang mampu bertahan hingga dua puluh tahun tahun tanpa henti,” ujar Evy.

Sedianya, Evy mengklaim bila baterai sebagai catu daya masih menjadi persoalan serius dalam pengembangan dan produksi wahana transportasi. Bobot baterai, sebagai misal, masih mengambil hampir 35-50 persen bobot kendaraan listik.

“Jika menggunakan teknik neutron atom ringan maka lithium dan hidrogen dapat diidentifikasi. Teknik neutron bisa mengetahui pergerakan lithium. Setelah itu kita bisa memodifikasi,” paparnya.

Batan sendiri telah berhasil memproduksi baterai dalam skala laboratorium yaitu prototype baterai pouch, yang berbentuk persegi dan baterai cylinder ukuran 18650. Sedangkan dalam skala produksi massal dilakukan LIPI.

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp100 miliar untuk pengembangan dan produksi baterai yang akan digunakan untuk mobil listrik itu.

Batan mendapatkan dana sebesar Rp20 miliar untuk pembuatan laboratorium dan pengembangan baterai, sedangkan LIPI mendapat Rp80 miliar untuk produks.**Baca juga: Handal Bermain Bola, SSB MS Indoor Soccer Solusinya.

Yang menjadi persoalan, dalam memproduksi baterai belum ditemukannya sumber Lithium, yang berasal dari batuan, karbonat, dan air laut.(asri)

Print Friendly, PDF & Email