oleh

Imlek 2566, Tokoh YLKTI Rindukan Sosok Gus Dur

image_pdfimage_print

Kabar6-Bagi warga etnis Tionghoa, Tahun Baru Imlek adalah bentuk dari ungkapan rasa syukur. Tentunya, syukur atas keberkahan yang telah didapatkan.

Hal itu diungkap Budiman Tandiono, tokoh Tionghoa sekaligus owner PT Selaras Prima Perkasa, sebuah perusahaan suplayer alat berat yang bermarkas di Kabupaten Tangerang, kepada kabar6.com, Jumat (20/2/2015).

“Buat saya, makna terdalam Imlek itu adalah ungkapan rasa syukur. Karena Imlek itu adalah perayaan menyambut datangnya Musim Semi,” ujar Budiman.

Dan, lanjut Budiman, saat inipun dirinya tak henti bersyukur. Karena perayaan Imlek sekarang sudah bebas. Tidak seperti dulu, perayaannya dibatasi.

“Kalau dulu, borongsai dibatasi, bahkan tempat ibadah juga tidak boleh pakai nama kelenteng, tapi vihara,” ujar Budiman.

Menurut Budiman, Imlek bukanlah perayaan keagamaan. Karena hakikatnya Imlek adalah tahun baru warga Tionghoa sesuai penanggalan Tiongkok.

“Jadi, warga Tionghoa datang ke kelenteng pada malam Imlek, itu adalah untuk berdoa. Memanjatkan harapan. Agar mendapat keberkahan hidup dimasa sekarang dan yang akan datang,” ujar Budiman.

Dan, pada perayaan Imlek tahun ini (2566), Sekjen Yayasan Lestari Kebudayaan Tionghoa Indonesia (YLKTI) ini, juga mengaku sangat merindukan sosok mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur.

Bagi Budiman, Imlek tak bisa dilepaskan dari sosok seorang Gus Dur yang begitu nasionalis.

Karena, pada era Gus Dur menjabat Presiden, muncul Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001, yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

Hingga kemudian pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, dan berlaku mulai tahun 2003.

“Bagi saya pribadi dan kami dalam wadah YLKTI, Gus Dur itu adalah pahlawan bagi etnis Tionghoa,” ujarnya.

Gus Dur jualah yang telah mengizinkan pertunjukan barongsai yang sekaligus menghidupkan kembali barongsai sebagai tradisi Tionghoa.

“Karena pada era Presiden Soeharto, pertunjukan barongsai itu dilarang,” ujarnya.

Gus Dur bahkan tidak sungkan untuk terlibat langsung dalam perayaan Imlek perdana dan Cap Goh Meh. “Ini tentu tidak pernah kami lupakan. Apalagi pelopor Imlek itu adalah YLTKI,” ujarnya.

Dan, Budiman merasakan bila Imlek era Gus Dur dan Imlek sekarang nuansanya jauh berbeda. Evoria Imlek saat ini, kalah jauh dibandingkan dengan Imlek era Gus Dur.

“Yah, buat kami bisa dibilang imlek tidak gegap gempita lagi, sejak kepergian sosok Gus Dur pada akhir tahun 2009 lalu,” ujarnya.

Terlebih, panitia penyelenggara Imlek nasional, MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia), kini juga menjadikan YLKTI sebagai tamu undangan.

“Kami (YLKI) didukung 160 LSM yang menggolkan Imlek menjadi hari besar. Tapi justru sekrang Imlek Nasional diberikan kepada MATAKIN. Ini sedih sekali, kami hanya sebagai tamu undangan,” katanya.

Hal senada juga dilontarkan Ketua Umum YLKTI, The Eng Tjai atau yang biasa disapa Suhu Acai. **Baca juga: Begini Perayaan Imlek di Kelenteng Boen Hay Bio.

Menurutnya, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun YLKTI tidak pernah dilibatkan dalam perayaan Imlek nasional. **Baca juga: Kisah Putri Ong, Sunan Gunung Jati dan Vihara Avalokitesvara.

“Saya menganggap wajar bila teman-teman di YLKTI kecewa. Karena YLKTI yang berjuang hingga Imlek menjadi hari libur nasional, tapi justru diabaikan,” ujarnya saat ditemui di Kelenteng Ciu Lung Wang, Jalan Raya Puspitek, Gunung Sindur, yang berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Untuk imlek 2566 ini, Suhu Acai berharap bisa tetap menjadi moment bagi bagi warga Tionghoa untuk tetap bersyukur dan berbagi rezeki pada golongan yang tidak mampu.(irsa)

Print Friendly, PDF & Email