oleh

Hindari Kekerasan, Polisi & Jurnalis Harus Duduk Bersama

image_pdfimage_print

Kabar6-Era keterbukaan informasi saat ini, kiranya belum diiringi dengan kebebasan insan pers dalam melaksanakan tugas jurnalistik dilapangan. Faktanya, kekerasan acap menghinggapi jurnalis saat bertugas.

Dan, tindak kekerasan terhadap jurnalis teranyar pecah saat polisi berupaya membubarkan demo penolakan kenaikan BBM yang disuarakan mahasiswa di Kampus Universitas Negeri Makasar (UNM).

Kala itu, 4 jurnalis yang tengah melakukan tugas peliputan turut menjadi korban tindak kekerasan polisi. Keempatnya adalah Waldy dari Metro TV, Iqbal (Fotografer Koran Tempo), Asep Iksan (Koran Rakyat Sulsel) dan Arman (MNC TV). **Baca juga: IJTI Banten Kecam Polisi Penyerang Wartawan di Kampus UNM.

Lalu, awak media juga sempat dilarang melakukan peliputan, saat terjadi peristiwa tabrakan beruntun yang melibatkan tiga truk Yonif 320 di Pandeglang, Banten. **Baca juga: Begini Cara Wartawan Tangerang Protes Aksi Polisi di UNM.

“Ketika kekerasan menghinggapi wartawan yang tengah melakukan peliputan, itu kan tidak benar,” kata Brigita Manohara, pembawa acara berita di salah satu televisi swasta usai menjadi pembicara di Musyawarah Daerah (Musda) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Banten, di Kota Serang, Sabtu (22/11/2014).

Menurutnya, wartawan dan polisi harus duduk bersama guna membahas batasan dan aturan dalam menjalankan tugas. Karena, tugas kedianya sama-sama dilindungi oleh Undang-undang.

“Polisi kerap terpancing hingga melakukan kekerasan. Tapi ada juga wartawan yang memancing. Ini harus ada batasan-batasan, supaya tidak ada garis abu-abu, supaya kekerasan dapat di minimalkan,” ujar dara manis yang mengaku masih jomblo itu lagi.

Hal senada disampaikan oleh Ketua IJTI Pusat, Yadi Hendriyana. Menurutnya, Polri dan awak media harus bisa saling menghargai profesi masing-masing.

Pihak kepolisian dihimbau agar mampu menahan diri dan tidak bertindak berlebihan, ketika awak media melakukan peliputan dilapangan. Terlebih saat meliput peristiwa kerusuhan, kecelakaan, ataupun bencana alam.

“Tindak kekerasan polisi terhadap awak media yang tengah melakukan peliputan, sudah menciderai kebebasan pers. Bahkan, kekerasan sudah melenceng dari kebiasaan kita sebagai bangsa yang beradab,” tegasnya.

Lalu awak media pun dilarang melakukan peliputan saat terjadi peristiwan tabrakan beruntun yang melibatkan tiga truk Yonif 320 di Pandeglang, Banten.(tmn/din)

Print Friendly, PDF & Email