oleh

Hah, Menikah Karena Cinta Rentan Tidak Bahagia?

image_pdfimage_print

Kabar6-Rasa cinta kerap menjadi tolok ukur seseorang untuk mantap memilih menikahi pasangannya. Diyakini, setiap pasangan akan menjalani pernikahan yang bahagia dan langgeng bila mereka menikah dengan orang yang cinta dengan mereka atau mencintai mereka.

Nyatanya, untuk mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan tergantung hormon yang bekerja. Sebuah penelitian, melansir Grid, menunjukkan bahwa hormon oksitosin berperan besar dalam hal menguatkan perasaan suami istri. Hormon tersebut diproduksi di otak dan memiliki banyak fungsi, antara lain dibutuhkan saat persalinan dan menyusui bayi.

Namun hormon ini juga dilepaskan tubuh saat seorang wanita mencapai orgasme. Hormon oksitosin juga sering disebut sebagai ‘hormon bermanja-manja’. Ketika tubuh dibanjiri hormon ini, terutama saat kita sedang jatuh cinta, yang kita inginkan adalah berpelukan dan bermanja dengan pasangan.

Menurut studi yang dilakukan oleh ilmuwan dari Bonn University Medical Centre, Jerman, hormon oksitosin juga berpengaruh dalam hubungan perkawinan yang langgeng. Studi tersebut dilakukan terhadap 40 pria heteroseksual yang memiliki hubungan cukup awet.

Setiap orang diberikan sejumlah dosis oksitosin di hidung kemudian diperlihatkan dua foto, pertama adalah foto istri mereka dan foto lain yang merupakan wanita yang belum pernah dikenal. Sambil melihat foto tersebut, otak mereka dipindai untuk mengetahui apa yang terjadi. Hasilnya, area otak yang berkaitan dengan perasaan ganjaran (reward) lebih aktif saat mereka diberikan semprotan hormon.

Area otak yang berkaitan dengan reward yang aktif tersebut bisa membuat kita merasa bahagia dan rasanya sangat melenakan. Tak heran jika pasangan yang area otak ini terus aktif akan merasa bahagia dalam pernikahannya.

“Saat mereka mendapat oksitosin, mereka akan melihat pasangan mereka lebih menarik dibanding wanita lain,” kata peneliti bernama Dr.Dirk Scheele peneliti.

Pada percobaan kedua, para pria diberi semprotan hormon lagi tetapi foto yang ditunjukkan adalah wanita yang mereka kenal atau teman kerja. Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui apakah oksitosin juga mengaktifkan otak. Ternyata, efek oksitosin hanya ditemui jika para pria tersebut melihat foto orang yang mereka cintai.

“Ternyata hanya mengenal wanita yang difoto tersebut tidak cukup untuk menghasilkan efek bonding. Mereka harus merasa mencintai,” kata Scheele.

Hal ini juga bisa menjelaskan mengapa seseorang bisa merasa depresi atau rasa sedih berkepanjangan jika terpisah dari pasangannya. Kekurangan oksitosin akan membuat bagian otak yang mengatur ganjaran menjadi kurang terstimulasi.

Namun tentu saja oksitosin hanyalah satu faktor dalam kebahagiaan pernikahan. Ada fakta mengejutkan lain mengenai pernikahan yang jarang orang tahu. Menurut para pakar pernikahan bernama Andrew Cherlin yang merupakan penulis buku ‘Marriage-Go-Round’ dan Stephanie Coontz, penulis buku ‘Marriage, A History’, ketika seseorang mengupayakan cinta sebagai kekuatan paling tinggi dari pernikahan, justru dia sedang melemahkan dirinya sendiri.

Mengapa menikah karena cinta justru tak berakhir bahagia? Berikut alasannya:

1. Cinta itu rapuh
Banyak orang berpikir bahwa inilah takdir hidup dan jalan hidupnya, bertemu dengan orang yang dicintai kemudian jatuh cinta dan bahagia dengan orang yang dicintai. Namun ingat, menikah adalah komitmen seumur hidup, yang dibutuhkan sudah pasti lebih dari sekadar cinta, tetapi juga pemikiran yang jauh ke depan.

2. Cinta tidak selalu menjadi pondasi kuat pernikahan
Banyak orang memilih menikah hanya atas dasar cinta. Kenyataannya, semakin besar cinta seseorang, semakin besar juga potensinya untuk menguap dan hilang. Cinta merupakan harapan, saat harapan tidak terpenuhi, rasa kecewa akan terasa jauh lebih menyakitkan, kemudian muncullah penyesalan.

3. Tidak harus melakukan banyak hal untuk pasangan
Ketika mencintai seseorang, keinginan membahagiakan bagai efek ‘candu’ yang berbahaya. Dengan kecanduan mencintai seseorang, kadang kita sendiri akan lupa terhadap kebutuhan dan kepentingan pribadi.

Padahal, pernikahan yang sebenarnya memerlukan upaya dan kerja keras yang sepadan dari suami dan istri, kerjasama yang mustahil dilakukan apabila cinta memberatkan salah satu pihak.

Bagi sebuah pernikahan, tidaklah cukup satu sama lain mencintai pasangan. Hal tersebut tak akan membuat pasangan bergerak jauh dari posisinya, tak membuat mereka membawa ke tujuan yang semula ingin dituju. ** Baca juga: 4 Makanan Segar yang Tidak Harus Disimpan dalam Kulkas

Karena itulah dikatakan, adalah tak sehat bila seseorang mau menikah dengan pasangannya hanya atas dasar cinta. Pernikahan merupakan gabungan dari keterampilan emosi dan aktivitas hidup.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email