oleh

Gypsy Bride Market, Tradisi Menjual Perawan di Bulgaria

image_pdfimage_print

Kabar6-Sebuah tradisi di Bulgaria bernama Gypsy Bride Market tampaknya menjadi ajang bertemu jodoh yang pas untuk para jomblo. Gypsy Bride Market ini berlokasi di pasar Stara Zagora.

Ada sekira 18 ribu orang, melansir thesun, terdiri dari pria dan wanita yang mencari jodoh. Para gadis akan memakai gaun indah dan berdandan secantik mungkin, sementara kaum pria berkeliling dan memilih gadis yang disukai. Tradisi ini bisa dilakukan hingga empat kali dalam setahun.

Gypsy Bride Market dilaksanakan pada hari libur keagamaan selama musim semi dan musim panas di daerah itu. Acara dibuka dengan tarian khusus, di mana para anak muda itu akan menari dalam dua kelompok berbeda. Dalam beberapa gerakan tarian, kedua kelompok ini lalu disatukan untuk berjabat tangan dan berkenalan. Nah, orangtua juga ikut hadir dan mengawasi anaknya yang sedang mencari jodoh.

Saat seorang pria tertarik dengan salah seorang wanita, maka dia akan mendatangi orangtua wanita tersebut dan menanyakan ‘harganya’. Jika cocok, maka mereka akan menikah. Sebaliknya jika tidak, si pria akan mencari wanita lain yang ‘harganya’ sesuai dengan kocek.

Hal ini tidak mengherankan, mengingat awal mula tradisi ini diberlakukan untuk mengatasi kemerosotan ekonomi di Bulgaria. Harga yang ditawarkan oleh orangtua biasanya dimulai dari Rp40 juta hingga Rp80 juta. Tujuan pematokan harga adalah agar keluarga pihak wanita mendapatkan keuntungan finansial setelah ‘menjual’ anaknya.

Rata-rata yang mengikuti tradisi ini berasal dari kelompok miskin yang berprofesi sebagai perajin. Jadi, kegiatan ini bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi mereka. ** Baca juga: Kuil Padmanabhaswamy di India Simpan Harta Karun Berharga Sekira Rp308 Triliun

Seiring waktu, tradisi ini tetap dipertahankan dan dipertontonkan sebagai warisan budaya Kalaidzhi, yaitu kelompok mayoritas kaum wanita tersebut berasal. Kalau dulu orangtua yang langsung menentukan harga, kali ini si gadis yang diberikan kebebasan.

Selain mematok tarif, wanita yang akan ‘dibeli’ juga punya hak kebebasan memilih calon suami yang disukai. Sayangnya, tradisi ini masih menjadi polemik karena dianggap sebagai ‘perdagangan manusia’.(ilj/bbs)

Print Friendly, PDF & Email