oleh

Guru Honorer Banten Kerja Nyambi, Khawatir Pikirannya Bercabang

image_pdfimage_print

Kabar6-Menyusul banyaknya guru honorer di Provinsi Banten yang terpaksa harus nyambi kerjanya selain mengajar, Anggota Komisi V DPRD Banten, Furtasan Ali Yusuf (FAY) mengkhawatirkan kejadian tersebut sapat mempengaruhi kepada siswa.

Bagaimana tidak, akibat gaji kecil yang diterima setiap bulannya tersebut, pastinya akan membuat cara berfikir guru honorer menjadi bercabang, guru honor harus berfikir bagaiamana bisa mengajar dan bagaiaman bisa makan.

“Akibatnya, cara berfikirnya bercabang bagaiamana bisa mengajar dan bagaiaman bisa makan,” kata Fay, kepada wartawan, Senin (25/11/2019).

Menurutnya, tidak sedikir guru honor yang nyambi jadi tukang ojek kerja serabutan. “Yang harusnya kan mereka fokus,” katanya.

Atas kejadian tersebut, lanjut Fay, pemeribtah harus segera turun tangan dalam mencarikan jalan keluarnya dan harus menjadi perhatian bersama.

Bukan hanya perhatian pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Akan tetapi juga menjadi perhatian pemeirntah pusat.

“Berbicara guru itu kan mulai dari level SD, SMP hingga SMA. Walaupun sudah ada pembagian tugasnya lewat rumah tangga pemerintah masing-masing,” katanya.

Pada sisi lain, lanjut Fay, memasuki era revolusi industri 4.0 dimana guru dituntut untuk kreatif masih berbanding terbalik dengan pendapatan yang masih minim. Ia juga meminta pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk membuat kebijakan yang berpihak pada guru honorer.

“Ini kan guru dituntut kreatif tapi incomenya nggak naik, dan mereka nggak bisa ngapa-ngapain. Dan akibatnya cara berfikirnya bercabang,”tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Forum Honorer Banten Bersatu, Martin Al Kosim mengatakan, sejak diterbitkannya Undang-undang (UU) Guru dan dosen nomor 14 tahun 2015, nasib guru honorer di Provinsi Banten masih miris.

Gaji yang diterima guru honorer di Provinsi Banten, khususnya SD dan SMP masih jauh dari kata cukup. Bahkan, dinilai belum manusiawi.

“Kalau melihat UU Guru dan dosen disitu mengatakan harus digaji layak dan manusiawi. Namun, kenyataannya, sampai saat ini masih banyak yang menerima Rp300 ribu, bahkan ada juga yang Rp 150 ribu, bergantung jumlah siswanya,” kata Martin, kepada kabar6.com.

Padahal, kata dia, banyak guru honorer di Provinsi Banten telah mengabdikan dirinya dalam mencetak putra-putri terbaik di Provinsi Banten, hingga berpuluh tahun lamanya. Namun, nasibnya sendiri belum begitu diperhatikan oleh pemerintah, baik pusat maupun di daerah.

Menurutnya, seharusnya Pemerintah pusat bisa lebih memprioritaskan guru honorer agar bisa segera diangkat menjadi ASN atau PPPK, melihat pengalamannya selama menjadi guru hingga puluhan tahun, sedangkan kepada Pemda, agar bisa mengalokasikan anggaran APBD-nya untuk keperluan upah guru honorer agar bisa dinaikan dan layak.

**Baca juga: Gaji Guru Honor Belum Manusiawi, Pemerintah Tak Serius Tegakkan UU Guru Dan Dosen.

“Namun kenyataannya dilapangan berbeda. Guru honor terpaksa harus jualan cilok, ngojek untuk menutupi kebutuhan hidup. Sementara, nasibnya belum jelas kapan akan diangkat,” katanya.

Menurutnya, kejadian tersebut tidak hanya dialami guru honor di Provinsi Banten. Namun, disejumlah daerah lain juga mengalaminya, khususnya daerah pelosok.

Menurutnya, ada juga guru honorer yang rela mengajar meski hanya mendapatkan upah hanya berkisar Rp 50 ribu. Semua itu dilakukan demi mencerdaskan anak-anak bangsa.

“Saya ucapkan selamat hari guru,” tandasnya.(Den)

Print Friendly, PDF & Email