oleh

Eks BIN Jadi Bos Freeport, Ada Apa?

image_pdfimage_print

Kabar6-Penujukkan mantan Wakil Ketua Badan Intelijen Negara (BIN), Maroef Syamsudin menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia menggantikan Roziek B Soecipto yang pensiun disoal. Terlebih, Indonesia kerap dirugikan dengan keberadaan perusahaan tersebut.

 

“Ada apa (mantan Wakil Ketua BIN ditunjuk jadi Bos Freeport) dan untuk kepentingan apa?” kata Direktur Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan, Selasa (20/1/2015).

 

Ia menilai, penunjukkan Maroef menjadi bos perusahaan tambang emas itu terkait posisi tawar Freeport di depan pemerintah. Apalagi, ia menilai posisi Maroef sebelumnya di lembaga telik sandi punya pengaruh tersendiri dalam memegang informasi kunci negara ini.

 

“Pemerintah harus menyelesaikan renegosiasi kontrak karya dengan Freport sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya. Baca juga: Duh, Belasan Ribu Ruang Kelas di Banten Rusak

 

Karena menurutnya, pada tahun 1991 ada pembaruan kontrak karya Freport dengan Indonesia, dimana aturan nasional mewajibkan setiap perusahaan tambang emas harus membayar royalti sebesar 3,75 persen. Namun pada kenyataannya, perusahaan emas milik Amerika Serikat (AS) tersebut hanya membayar 1 persen saja.

 

“MoU renegosiasi kabarnya sudah ditandatangi, tapi tetap masih menyisakan problem hukum, dalam PP (Peraturan Pemerintah) tentang Divestasi diatur besaran saham yang harus di divestasikan dan jangka waktunya, tapi mengapa dalam MoU disepakati hanya 30 persen saham saja, itu melanggar PP,” kata mantan aktifis Forum Kota (Forkot) 98 itu.

 

Bahkan diakuinya, hingga kini renegosiasi kontrak karya tak pernah selesai. Padahal Undang-undang mengamanatkan hanya memberikan waktu satu tahun agar pemerintah menyelesaikan persoalan tersebut.

 

Sementara Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun kesal dengan manajemen Freport Indonesia karena belum menunjukkan keseriusan dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Karena, MoU akan selesai per 24 Januari ini.

 

“Progres smelter Freeport masih jauh, saya tidak gembira, saya kecewa karena tidak menunjukan kesungguhan, sampai malam ini saya dapat laporan Pak Dirjen Mineral dan Batu bara belum diputuskan,” kata Sudirman, di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, Selasa (20/01/2015).(tmn/din)

Print Friendly, PDF & Email