oleh

DTKBP Tangsel: Menata Kota Masa Depan Berbasis Komunitas

image_pdfimage_print

Kabar6-Saat ini, banyak sekali gagasan dan konsep ‘Kota Masa Depan’ seperti Kota Cerdas (Smart City), Technopolis, Eco City, Sister City dan lain-lain.

Benarkan gagasan dan konsep itu efektif untuk menjawab tantangan jaman yang serba digital, gadget dan sosial media?. Benarkan gagasan dan konsep itu mampu membuat masyarakatnya bahagia tinggal di kota tersebut?.

Kota-kota di Indonesia, semuanya berpihak kepada para pemilik modal dan orang-orang kaya. Salah satu bukti keberpihakannya adalah dibangunnya infrastruktur jalan untuk yang punya kendaraan bermotor.

Sedangkan untuk pejalan kako, pesepeda (gowes), dan kaum disabilitas sangat minim sekali. Bahkan nyaris tidak ada.

“Mereka masih dianggap kelompok yang tidak bayar pajak sehingga infrastrukturnya tidak diutamakan,” kata Sekretaris Dinas Tata Kota Bangunan dan Pemukiman (DTKBP) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Mukkodas Syuhada, lewat surat elektronik yang diterima kabar6.com, Senin (14/12/2015).

Dijelaskannya, munculnya komunitas-komunitas di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak adilnya pembangunan sarana dan prasarana untuk bersosialisasi.
Infrastruktur kota lebih berpihak kepada pemilik modal dan orang-orang kaya. Berbeda dengan mereka yang banyak duit dan berorientasi pada keuntungan (provit).

Mukkodas sebutkan, maka kini ada komunitas yang berisi sukarelawan-sukarelawan yang memiliki kreativitas serta kegiatan sosial.

Kelompok-kelompok ini punya kegiatan sosial yang memberi dampak langsung terhadap masyarakat dari kalangan marjinal. Kelompok terpinggirkan ini merupakan mayoritas bagi suatu daerah perkotaan.

Oleh karena itu, sambungnya, idealnya sebuah kota masa depan itu adalah kota yang dibangun oleh komunitas. Tentunya dalam menggulirkan berbagai kegiatan harus didukung penuh oleh pemerintah daerah dan pihak swasta serta para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya. Sebut saja, akademisi, praktisi dan media massa.

“Begitu juga dengan Kota Tangerang Selatan yang baru saja merayakan Hari Jadi ketujuh pascapemekaran dari Kabupaten Tangerang. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan kami akan mengembangkan “Kota Masa Depan” yang berbasis komunitas,” jelas Mukkodas.

Menurutnya, Kota Tangsel memilik sembilan situ dan dilewati lima sungai yang sangat potensial dikembangkan. Tentu menjadi kota Eco City tempat beraktivitasnya warga perkotaan.

Di bantarannya dibangun hutan kota dan taman kota, pemukiman padat penduduk eksisting ditata menjadi Kampung Eco Wisata Inovatif.

“Lahan-lahan tidur dijadikan pusat kegiatan kreativitas yang dikelola oleh komunitas. Disediakan juga pasar ekonomi kreatif untuk memasarkan hasil produk kreatifnya,” ujarnya.

Masih diutarakan Mukkodas, transportasi sungai dibuat untuk menghubungkan kampung-kampung wisata. Di pusat kotanya dibuatkan jalur pendestrian melayang untuk jalur pejalan kaki, disable dan pesepeda. Infrastrukturnya dibuat nyaman dan aman seperti penggunaan lift atau escalator.

Aksesnya tersambung dengan kamera pengintai (CCTV) dan aplikasi tombol panik handphone untuk keamanan serta gerai-gerai (vending machine) untuk makanan dan minuman.

Sedangkan untuk mencari informasi terbaru (update) tata ruang, titik kemacetan, titik bencana, jalur evakuasi dibentuk skuaDRONE, beroperasi pada jam-jam yan telah direncanakan.

Pelayanan publik bisa diakses dengan mudah dan disediakan fasilitas-fasilitas online untuk memotong waktu dan jalur birokrasi.

“Dan semua itu terhubung dengan suatu sistem teknologi informasi yang dioperasikan di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan,” utara Mukkodas.

Dilanjutkannya, untuk mencegah banjir dan memenuhi kebutuhan air bersih, setiap kawasan dan taman dibuatkan sistem memanen air hujan.

Teknisnya dengan cara menyediakan tabung-tabung untuk menampung air yang disimpan di dalam tanah.

Jadi, Kota Tangsel lima tahun mendatang adalah kota yang berbasis komunitas. Wadah ini yang akan menggerakan perekonomian masyarakatnya.

Melalui berbagai kreativitas dan nilai-nilai sosial sehingga visi serta misi Kota Tangsel dapat segera terwujud.

PEDESTRIAN MELAYANG

Pedestrian melayang (the Flying pendestrian) merupakan gabungan penddunaan jalan dan jembatan. Dapat difungsikan bagi pejalan kaku dan pesepeda.
Dibangun dengan konstruksi pilotis berdiameter ketinggian 4-6 meter, panjangnya sekitar 3 kilometer. Dari mulai Taman Kota 1 sampai Pasar Modern BSD dengan lebar 2-3 meter.

Mukkodas terangkan, bangunan tersebut melayang disela-sela pepohonan Taman Kota 1 dan koridor Jalan Letnan Sutopo, Kecamatan Serpong.

Keberadaan bangunan ini tidak menebang pohon dan merusak ruang terbuka hijau yang sudah ada. Sehingga lahan di bawahnya bisa dioptimalkan untuk sarana penghijauan.

“Mulai dibangun tahun 2016 dengan perkiraan biaya sekitar Rp18 miliar melalui APBD Kota Tangsel, Provinsi Banten dan Forum CSR. Pedestrian melayang ini akan menjadi model infrastruktur yang ramah pejalan kaki, pesepedah dan lingkungan yang dilengkapi CCTV, jalur evakuasi, aplikasi tombol panic untuk keamanan dan vending machine makanan serta minuman demi kenyamanan,” terangnya.

PASAR EKONOMI KREATIF

Lahan dibantaran Kali Jelitreng seluas kisaran 8000 meter persegi dahulunya merupakan lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum dari pengembang kawasan BSD City.

Saat ini legalitasnya sedang dalam proses serah terima dari Pemerintah Kabupaten Tangerang ke Pemkot Tangsel.

Berawal dari masalah sulitnya mencari lahan penampungan sementara untuk pedagang tanaman hias yang terkena pembangunan Gelanggang Seni dan Budaya (GSB) di Hutan Kota II, Kecamatan Setu, akhirnya DTKBP Tangsel mengusulkan lahan di area depan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendikia.

“Masalah selanjutnya akan timbul manakala para pedagang tanaman hias kembali ke kawasan GSB. Kios-kios itu akan kosong. Oleh karena itu, diusulkan lahan tersebut menjado tempat untuk workshop, edukasi, taman dan pasar kreatif berbasis bambu,” papar Mukkodas.

Komunitas kreatif yang tergabung dalam Akademi Bambu Nusantara (ABN) kini telah aktif. Segala kegiatan ABN ditanggung oleh Forum CSR dan APBD Kota Tangsel Tahun Anggaran 2015. Di kawasan ABN ini terdapat Pasar Ekonomi Kreatif (PEKraf) yang merupakan ruang bagi pelaku ekonomi kreatif.

Mukkodas tambahkan, selain PEKraf, ada juga workshop dan akademinya untuk pemberdayaan masyarakat yang lebih luas.

Di sekitar kawasan ABN terdapat Kali Jelitreng yang nantinya akan ditata dan terhubung dengan GSB. Sehingga masyarakat luas bisa menggunakan sampan dari GSB menuju PERkraf.

Workshop dan akademinya ada untuk memberdayakan anak-anak punk, pengamen, pengemis, preman, pengangguran supaya punya keterampilan.

Hasil kerajinan mereka akan dipajang di PERkraf. Sekelilingnya ditanami beragam jenis koleksi bambu nusantara yang akan menjadikannya Taman Bambu Nusantara di tengah Kota Tangsel.

Mukkodas bilang, para tutornya adalah komunitas kreatif yang ada di Provinsi Banten. Seperti, Topi Bambu, OKP Ganespa, IAI Banten, KBN, Akademi Berkebun, Himpunan Mahasiswa Arsitektur ITI, HMB Jakarta.

Komunitas ini telah menamakan sebagai Banten Creative Community dan didukung penuh oleh Pemkot Tangsel.

“Kami berharap kawasan ABN ini akan menjadi contoh bagi lahan-lahan tidur di daerah lain untuk memberdayakan masyarakat lebih luas dengan peran serta seluruh masyarakat untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean dan dampak pemanasan global,” tutup Mukkodas.(adv)

Print Friendly, PDF & Email