oleh

DPRD Dorong P2TP2A Kota Tangerang Jadi UPT

image_pdfimage_print

Kabar6-Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang dipertanyakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pasalnya, P2TP2A Kota Tangerang masih bersifat sukarelawan belum menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Kehadiran UPT tersebut untuk memberikan advokasi dan perlindungan terhadap perempuan, anak. Sehingga anggaran pemerintah bisa digelontorkan.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang, Saiful Mila mengatakan, praktek prostitusi kini nampak ada dan tiada sejak adanya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Adapun ancaman kurungan paling lama tiga
bulan penjara dan denda Rp15 juta bagi siapa saja yang melanggar Perda tersebut.

“Perda ini dibentuk ketika melihat persolan ini merupakan dorongan moral maka keluarlah Perda itu oleh WH (Wahidin Halim, Walikota Tangerang Periode 2003-2013),” ujar Saiful dalam diskusi Fraksi Teras bertema ‘Transformasi Prostitusi dan Solusi Ketegasan Hukum’ yang diadakan oleh Solusi Movement dikawasan Pemkot Tangerang, Rabu, (6/10/2021).

Politisi dari partai Golkar ini menjelaskan efektivitas Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang terkait mitigasi prostitusi patut dipertanyakan. Sebab, P2TP2A belum berbentuk UPT.

Hal ini yang membuat dirinya ragu soal solusi yang diberikan kepada para pelaku prostitusi ini. Dirinya pun bakal mendorong hal tersebut direalisasikan melalui Panitia Khusus (Pansus) perlindungan anak dan perempuan.

“Itu untuk menjaga Kota Tangerang sebagai kota ramah anak. Insya allah saya ada diruang pansus itu. Saya akan dorong,” katanya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang, Jatmiko mengatakan, pihaknya pun telah melakukan berbagai upaya dalam menangani masalah prostitusi. Seperti melalui edukasi pola asuh atau parenting.

“Pola asuh tumbuh semacam mental kuat agar tidak tergerus pengaruh jaman ataupun lingkungan,” ujar Jatmiko.

Menurutnya, Prostitusi tidak hanya faktor ekonomi saja, tapi orang yang sebenarnya cukup secara materi pun melalukan hal ini. Selain itu, pihaknya melakukan pembinaan terhadap keluarga remaja. Salah satu yang disampaikan yakni tentang pernikahan dini.

“Jadi kita bentuk komunitas yang bisa berikan terapi. Ketimbang dibawa ke psikolog,” kata Jatmiko.

Agar anak tak terjun ke dunia hitam tersebut, kata Jatmiko, juga mewanti-wanti sekolah. Sekolah diminta untuk masif dalam membuka konsultasi bagi siswa atau siswi. Sehingga, anak dapat teredukasi dari sekolah.

Tidak hanya itu, ada Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang berisi 3 orang psikolog, orang yang terlibat merupakan relawan.

“Disitu tempat berkonsultasi manakala ada masalah keluarga. Kita berikan gratis,” terangnya.

Dalam mencegah anak atau perempuan terjebak dalam dunia prostitusi, DP3AP2KB Kota Tangerang juga memiliki Satuan Tugas (Satgas) di setiap Kelurahan. Satgas tersebut akan mengatasi persoalan-persoalan tersebut.

“Kalau ada kasus kita bisa lakukan penjemputan, kita dampingi dengan psikolog,” katanya.

**Baca juga: Pemkab Pandeglang Belajar E-Goverment ke Pemkot Tangerang

Diakui Jatmiko, Kota Tangerang masih kurang efektif dalam melakukan pencegahan masalah tersebut lantaran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) belum berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT). Tapi berbentuk organisasi berbasis relawan saja.

“P2TP2A itu juga Satgas relawan karena di Kota Tangerang belom punya UPT. Kalau di kota lain ada UPT,” katanya.

“UPT ini sudah diupayakan dari 2017 tapi hambatannya di provinsi. Kami sudah sampaikan usulnya kenapa harus bentuk UPT. Angka kekerasan anak dan perempuandi Kota Tangerang sudah tinggi,” tandasnya. (Oke)

Print Friendly, PDF & Email