oleh

Dinsos Kabupaten Tangerang Butuh Perda Tangani PMKS

image_pdfimage_print

Kabar6- Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Tangerang mencatat sepanjang 2022 lalu sebanyak 156 orang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) terjaring. Terbanyak berada di Kecamatan Kresek, Pakuhaji, Jayanti dan Cikande.

“Itu pun belum termasuk jumlah data PMKS yang berasal dari luar daerah,” kata Pekerja Muda Sub Koordinator Rehabilitasi Sosial dan Penyakit Sosial, Dinsos Kabupaten Tangerang, Susilawati dikutip Sabtu, (28/1/2023).

Ia mengaku, pihaknya membutuhkan Peraturan Daerah (Perda) dalam menangani dan pencegahan maraknya anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kabupaten Tangerang.

“Jadi kalau dalam penanganan sosial khususnya anak jalanan dan pengemis ini sangat penting adanya Perda, dan itu sebagai dasar kita untuk mengatasi permasalahan itu,” terang Susilawati.

Menurutnya, dengan memiliki dasar payung hukum daerah, para anjal-gepeng yang dianggap mengganggu ketertiban umum tersebut dapat dengan mudah untuk dilakukan penertiban dan pemberdayaan terhadap. Perda juga mengatur pengenaan denda kepada warga yang memberi sumbangan kepada mereka.

“Namun, kita saat ini belum memiliki Perda itu. Jadi sekarang dalam penanganan anjal-gepeng hanya rehabilitasi dan tidak ada tindaklanjutnya,” katanya.

Jika suatu daerah memiliki payung hukum terkait aturan penanganan anjal dan gepeng ini dinilai akan lebih efektif untuk melakukan pemberdayaan jangka panjang pada permasalahan sosial.

**Baca Juga: Bus Terguling di Tol Cikupa Empat Karyawan Terluka

Selain itu, lanjutnya, indikator ini bisa menjadi pegangan memberi sanksi kepada warga yang memberi sumbangan atau uang kepada Anjal-Gepeng dengan mengacu pada Perda tersebut.

“Jadi kalau sudah ada payung hukum itu kita lebih leluasa untuk menindak dan memberdayakan mereka Anjal-Gepeng termasuk dari sisi anggarannya,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika selama ini penanganan anjal gepeng di wilayahnya dilakukan penjaring atau penertiban razia, kemudian ditempatkan di tempat rehabilitasi sosial di Jayanti untuk dilaksanakan pembinaan.

“Kami selama ini melakukan penanganan hanya seputar sosialisasi terkait kesehatan, bimbingan mental. Dan belum ada upaya pemberdayaan seperti pelatihan wirausaha maupun kerja, karena terbentur mereka belum memiliki ijazah. Jadi terhambat itu,” paparsnya.(Rez)

Print Friendly, PDF & Email