oleh

Dinilai Langgar Aturan, Fraksi PADI DPRD Tangsel Disarankan Bubar

image_pdfimage_print

Kabar6-Didasari dari perolehan suara partai di ajang pemilihan legislatif (Pileg) pada 9 April lalu, fraksi di DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dipersoalkan. Legislator yang salah satu tugas pokok dan fungsinya bakal membuat regulasi tapi malah dianggap melanggar payung hukum tertinggi di republik ini.

 

Demikian diungkapkan seorang warga dari Forum Diskusi untuk Tangsel Cerdas, Zarkasih Tanjung. “Bagaimana aturan itu mau dibuat kalau sudah dilanggar duluan,” ungkapnya kepada wartawan ditemui di Setu, Selasa (23/9/2014).

 

Ia jelaskan, alat kelengkapan dewan yang dimaksud itu adalah Fraksi PADI yang terdiri atas gabungan dari Partai Demokrat, PAN dan PPP. Oleh karena itu Zarkasih meminta parlemen segera menyelesaikan persoalan ini. **Baca juga: Segera Dilantik, Pimpinan DPRD Tangsel Janji Rampungkan AKD

 

Produk hukum yang telah dilanggar Fraksi PADI, kata dia, antara lain Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pada regulasi di Pasal 50 ayat 5 dijelaskan, dalam hal fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai fraksi gabungan, seluruh anggota fraksi tersebut wajib bergabung dan atau fraksi gabungan lain yang memenuhi syarat.

 

Kemudian juga di Peraturan Pemerintah Nonor 16 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD. Tertuang dalam Pasal 32 berbunyi, untuk menentukan dua fraksi gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD tetapi tidak memenuhi ketentuan untuk membuat fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 3 mengambil inisiatif untuk membentuk dua fraksi gabungan.

 

Dalam struktur organisasi Fraksi PADI dijabat Ketua Tb Rachmatullah dari PAN, Wakil Ketua Gacho Sunarso dari Partai Demokrat dan Sekretaris Eeng Sulaeman asal PPP. Hal yang membuat Zarkasih heran, di Fraksi PADI banyak terdapat wajah-wajah legislator lama atau inkamben.

 

“Bagaimana institusi yang kita percaya memiliki kewenangan membuat sebuah regulasi, tapi malah melanggar aturan,” sesalnya. Zarkasih berharap dari masalah ini dapat menjadi pembelajaran politik bagi masyarakat.

 

Tentunya agar produk hukum yang dihasilkan bisa lebih mendorong kepada kebaikan bagi masyarakat. Sebab DPRD bukan ‘menara gading’ yang tidak bisa diakses atau dimasuki oleh warganya sendiri.

 

“Harusnya mereka tahu, undang-undang saja dilanggar oleh dewannya. Dan masyarakat juga perlu mengkritik, sebab mereka adalah Wakil Rakyat kami,” ujarnya seraya mengklaim bahwa pihaknya tidak memiliki tendensi politik apapun.(yud)

Print Friendly, PDF & Email