oleh

Diduga Korban Mafia Tanah di Pantura Tangerang, Warga Pakuhaji Gagal Jadi Dokter dan Pergi Haji  

image_pdfimage_print

Kabar6-Meski ada segelintir pihak yang meragukan keberadaan praktik mafia tanah di Pantura Kabupaten Tangerang, namun pada kenyataannya praktik perampasan tanah rakyat tersebut nyata adanya.

Bahkan berbagai cerita sedih pun harus mereka rasakan akibat praktik perampasan tersebut. Parahnya sudah setahun ini perjuangan mereka merebut kembali hak tanahnya belum juga usai.

Seperti yang dialami Sri Wahyuni warga Desa Buaran Mangga, Kecamatan Pakuhaji harus mengubur dalam- dalam impian anaknya untuk menjadi seorang dokter.

Pasalnya, tanah warisan orang tuanya yang hendak dijualnya untuk membiayai pendaftaran kuliah anaknya tersebut tak bisa ia jual sudah diklaim oleh orang lain.

Wanita yang akrab disapa Yuyun ini menceritakan, jika anak pertamanya sangat ingin sekali menjadi seorang dokter.

Awalnya, Sri bingung harus bagaimana untuk mewujudkan mimpi anaknya ini. Karena untuk menjadi seorang dokter membutuhkan biaya yang sangat besar.

Setelah berbicara sang suami dan berdiskusi panjang lebar, akhirnya mendapat solusi untuk menjual tanahnya yang berada di Desa Babakan Asem, Kecamatan Teluknaga untuk biaya sang anak kuliah di jurusan kedokteran.

“Walaupun membutuhkan biaya besar, sebagai orang tua tentunya kami sangat ingin bisa mewujudkan cita- cita anak kami. Terlebih anak kami memiliki kemampuan untuk itu karena menjadi anak yang  berprestasi di sekolahnya,” ungkap Yuyun sambil meneteskan air mata, pada Jumat (13/08/2021).

Yuyun mengaku proses penjual tanah pun tidak sebentar untuk memasarkan dan mempromosikan, kurang lebih selama tiga bulan.

Setelah mendapatkan pembeli, pihak pembeli meminta agar tanah tersebut dilakukan proses Peta Bidang Tanah (PBT), dan pihaknya mengajukan proses PBT kepada pihak Notaris yang dia percayai, setelah satu bulan proses, pihak notaris menghubungi dirinya, dan memberi tahu bahwa tanah miliknya sudah berubah nama menjadi nama orang lain yang berinisial V.

“Proses jual beli batal, karena berdasarkan informasi dari notaris, di atas tanah saya  telah muncul nama orang lain, kaget dong saya. Padahal proses  transaksi tinggal seminggu lagi,” kesal Yuyun.

Yuyun mengaku kondisi tersebut membuat dirinya dan keluarga kaget serta sedih. Bagaimana mana tidak tanah warisan orang tuanya ini seluas 4.000 meter persegi  sudah berganti nama menjadi nama orang lain, padahal dia tidak pernah menjual tanahnya kepada siapapun.

“Saya merasa bingung dan depresi, tidak bisa menyekolahkannya ke jurusan kedokteran, padahal anak sulungnya itu sangat pintar secara akademis dari usia dini. SD menjadi juara umum, SMP juara umum, SMA pun menjadi juara umum di sekolahnya,” ujarnya.

Kesedihan yang sama juga dirasakan Ema warga Salembaran Jaya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang. Menurut Ema, keluarganya yang berniat pergi ibadah haji namun harus sirna karena dana yang dia siapkan dari hasil jual tanah harus tertunda karena tanah miliknya diklaim orang lain.

Menurutnya, padahal tanah tersebut merupakan hasil jerih payah ayahnya dan tidak pernah dijual kepada siapapun.
“Tanah tersebut atas nama ayah saya bernama Jasip, bidang tanah berada di Salembaran Jaya,” katanya.

Dengan kesal, Ema mengatakan, beruntung sang ayah tidak gila dan meninggal setelah mengetahui tanahnya diklaim orang lain dan keluarganya gagal mendaftarkan diri untuk berangkat ibadah haji ke tanah suci Mekah.

“Untung ayah saya tidak gila dan meninggal, setelah gagal naik haji. Padahal dia sangat ingin pergi ibadah haji,” katanya.

**Baca juga: Pengamat Lontarkan Kritik Pedas Atas Pernyataan Anggota Dewan Soal Tak Ada Mafia Tanah di Pantura Tangerang

Ema bercerita, ayahnya sempat syok dan jatuh sakit berminggu-minggu dan sempat tidak mau makan setelah mendengar tanah miliknya dirampas orang lain, sehingga keberangkatan naik hajinya tertunda.

“Ayah saya sempat jatuh sakit, saya sebagai anaknya sangat sedih, kok bisa terjadi seperti ini. Jahat sekali tanah hasil keringat orang tua kami diambil orang yang tidak pernah kami temui,” ketusnya.(Tim K6)

Print Friendly, PDF & Email