Datangi DPRD Banten, PDUI Tolak Program DLP

PDUI saat audiensi di DPRD Banten.(fir)

Kabar6-Sejumlah dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) cabang Banten, menggelar audensi dengan Komisi V DPRD Banten di Gedung DPRD Banten, di komplek KP3B, Kota Serang, Senin (22/2/2016).

Audiensi tersebut, terkait penolakan mereka terhadap program Dokter Layanan Primer (DLP) yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Undang-Undang No 2 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.

Para dokter diterima oleh wakil ketua Komisi V Yoyon Sujana. Dalam audiensi, mereka menuntut empat poin. Yaitu menolak pendidikan formal dokter layanan primer, dokter umum berwenang melaksanakan layanan kedokteran primer seutuhnya dan berhak atas perlindungan profesi berdasarkan standar pendidikan dokter, menghentikan sosialisasi tentang program pendidikan spesialis dokter layanan primer.

Ketua PDUI Banten, dr Furqon mengatakan, pihaknya bersama IDI akan melakukan advokasi penolakan DLP di seluruh cabang Banten.

Aturan itu, kata dia, meresahkan sebagian besar dokter di Indonesia, termasuk mahasiswa kedokteran dan para orang tua yang menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran.

Sebab, program tersebut dokter umum setelah menempuh pendidikan kedokteran dasar selama lima tahun dan internship satu tahun harus menempuh pendidikan spesialis DLP selama dua sampai tiga tahun.

Itu artinya, total dokter umum akan menempuh pendidikan selama delapan sampai sembilan tahun. **Baca juga: Disdukcapil Imbau Warga Pendatang di Kota Serang Urus KTP.

“ini dinilai sangat mendzalimi para dokter dan calon dokter, juga memberatkan orangtua yang membiayai pendidikan anaknya karena akan memakan waktu yang panjang dan biaya yang sangat mahal,” ujarnya. **Baca juga: Dindik Kota Serang Diminta Fokus UNBK SMP.

Menurut Furqon, adanya program DLP dipicu tingginya angka rujukan pasien dari fasilitas layanan primer ke rumah sakit karena kurangnya kompetennya dokter yang selama ini melayani masyarakat. **Baca juga: DPRD Kota Serang Dorong Perda Rumah Bersubsidi.

“Sedangkan dari analisa kami, tingginya rujukan bukan karena tidak kompetentnya dokter tapi kurangnya sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan pertama seperti puskesmas,” kata Furqon.(fir)