oleh

Daring, Yes Or Not?

image_pdfimage_print

Oleh : Purnomohari Kuncoro, S.Pd,

Guru SDN Larangan 11 Kota Tangerang

Kabar6-Pandemi Corona membuat seluruh kegiatan di sekolah harus dilakukan dengan pelajaran jarak jauh. Daring (Dalam Jaringan) adalah kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dapat dipilih untuk dilakukan di sekolah.

Banyak sekolah yang mencoba kegiatan belajar mengajar melalui Daring, baik Whats App, Zoom, Google Classroom dan lain-lain. Ternyata Daring memiliki untung dan rugi. Tiga keuntungan dalam pembelajaran daring antara lain:

Pembelajaran Daring dapat membuat para siswa yang tidak biasa berhadapan langsung dengan guru atau pemalu, bisa membuat mereka mengeluarkan kata-kata karena dia tidak berhadapan langsung dengan guru. Mereka dapat menulis apa yang mereka ingin ungkapkan di Whats App grup, di Zoom juga dapat mencurahkan pendapatnya.

Banyak siswa yang grogi bila mengungkapkan kata-kata di depan umum. Tidak semua siswa atau murid terbiasa tampil disaksikan oleh benda hidup atau manusia. Darling lah jalan keluar untuk menjembatani agar mereka mau berpendapat. Mungkin melalui Daring membuat mereka lebih akrab dengan guru dan teman-temannya.

Suatu kegiatan menyenangkan bagi mereka apabila dilaksanakan dengan banyak kegiatan. Banyak video pembelajaran yang sangat kreatif dan menyenangkan anak-anak. Di sekolah terkadang banyak yang kurang alat. Kegiatan Daring ada pula yang membuat mereka senang, latihan bisa berbentuk quiz yang seperti game.

Banyak guru yang menggunakan Google Classroom, mereka mengadakan ulangan menggunakan Google Form, Kahoot atau Quizizz. Para siswa dapat mengerjakan latihan bagaikan sedang bermain game. Tidak seperti di kelas hanya melihat papan tulis dan bahkan ada sebagian sekolah tidak memperkenankan membawa gawai mereka.

Lebih bebas adalah keuntungan dari kegiatan Daring yang sangat didambakan. Guru dan siswa dapat belajar dimanapun diinginkan. Mereka dapat memilih suasana yang mereka inginkan. Karena tidak terbatas dalam satu ruang berukuran 4 X 6 meter atau ukuran kelas. Tak terbatas dengan tempat, mereka bisa melihat suasana lain tidak hanya kelas. Guru dan siswa dapat membuat suasana tempat belajar yang benar-benar membuat mereka nyaman.

Semua kegiatan belajar mengajar pastilah ada keunggulan dan kekurangan. Begitu pula daring pun mempunyai kekurangan

Daring bila digunakan untuk kelas rendah di Pendidikan Anak Usia Dini, TK, sekolah dasar kelas rendah yang masih mengutamakan bermain dan bersosialisasi dengan teman sebayanya akan menemukan kendala.

Mereka masih memerlukan bimbingan guru dan tidak bisa digantikan melalui website atau Daring. Pada pembelajaran membaca dan menulis di sekolah Dasar kelas rendah ,mereka sangatlah membutuhkan kehadiran guru. Demikian pula ketika mereka melakukan eksperimen, percobaan harus perlu guru.

Dalam pelajaran agama Islampun perlu kehadiran guru saat membahas cara wudhu, sholat dan lainnya. Tidak semua pelajaran bisa digantikan dengan Daring

Keluhan dari orangtuapun banyak menghiasi fenomena daring saat ini. Banyak dari murid atau siswa mulai keranjingan dengan gawai ketika sebelumnya mereka hanya diperkenankan untuk memegang dawainya pada hari Sabtu sore hingga Minggu maka kini dari pagi mereka sudah berhadapan dengan gawai mereka.

Para siswa biasa berjam-jam berkutat dengan gawai untuk nenyelesaikan tugas dari sekolah. Banyak kekhawatiran dengan aktifnya murid dengan gawainya melupakan sosialisasi dengan teman,t etangga terdekat. Kekhawatiran orangtua pada mata anak mereka yang tiap hari berhadapan dengan gawai dalam waktu lama.Selain gangguan mata adapula kekhawatiran penyakit lain yang timbul dari seringnya bermain dengan gawai.

**Baca juga: Siswa SDN Poris Gaga 3 Belajar Bikin Kompos di TPA Rawa Kucing

Di tengah pandemi ini Daring pun memaksa orang tua untuk menjadi guru dadakan. Bila anaknya lebih dari 2 anak yang bersekolah ia harus mengajarkan satu persatu anaknya sesuai dengan tingkat kelasnya. Tidak semua orang tua mampu membimbing putra-putrinya menggantikan sosok guru. Banyak diantara mereka mengandalkan guru untuk membuat putra/putrinya pintar.

Pendidikan orang tua yang rendah menambah mereka tidak sanggup menggantikan sosok guru yang berpendidikan tinggipun terkadang tidak mampu mendampingi putra/putrinya belajar. Banyak diantara mereka yang bekerja dan mereka ditinggal di rumah dengan pembantunya. Orangtua siswa banyak yang berangkat kerja saat anaknya belum bangun dan sampai rumah anak mereka telah tidur.(*/oke)

Print Friendly, PDF & Email