1

Tahun Ini, Gebrak Pakumis “Sikat” 1.000 Rumah Kumuh di Tangerang

Salah satu rumah yang akan direhabilitasi (Agm)

Kabar6-Tahun ini (2017), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang melalui Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pemakaman (DPPP) akan merehabilitasi 1.000 rumah warga tidak mampu yang tersebar di 29 kecamatan yang ada.

Sedianya, rehabilitasi tersebut dilakukan melalui program Gerakan Bersama Rakyat Atasi Kawasan Padat Kumuh dan Miskin (Gebrak Pakumis).

Bila dibandingkan dengan tahun 2016, jumlah penerima bantuan program Gebrak Pakumis tahjn ini lebih sedikit.

Koordinator Fasilitator Program Gebrak Pakumis, Chamdani mengatakan, sedianya tahun 2016 lalu ada sebanyak 1.071 rumah kumuh yang direhabilitasi. Dan, tahun ini ditargetkan akan ada sebanyak 1.000 rumah yang akan direhabilitasi.

“Pelaksanaan akan dimulai Bulan Oktober mendatang, setelah pencairan anggaran,” ungkap Chamdani.

Sedianya, Chamdani merinci bila dari total 1.000 rumah warga yang akan direhabilitasi tersebut, titik terbanyak berada di Kecamatan Jayanti. “Di Kecamatan Jayanti tercatat ada 80 rumah yang kondisinya memprihatikan dan ini yang paling banyak,” kata Chamdani.

Nantinya, lanjut Chamdani, setiap rumah yang telah diajukan untuk menerima bantuan akan dianggarkan sebesar Rp 14,5 juta.**Baca juga: Sayap Golkar di Banten Tolak Munaslub Bagi Setnov.

“Mengingat adanya inflasi dan lainnya anggaran tahun ini lebih besar dari tahun lalu sebesar Rp13,2 juta, dari total anggaran Rp15 miliar pertahun,” jelas Chamdani.**Baca juga: Perppu Soal Ormas, Begini Kata MUI Kabupaten Tangerang.

Diketahui, Program Gebrak Pakumis digulirkan sejak 2011 lalu ini bertujuan mengentaskan kemiskinan dan persoalan pemukiman kumuh dan tidak layak huni.(agm)




Perppu Soal Ormas, Begini Kata MUI Kabupaten Tangerang

Ketua MUI Kabupaten Tangerang Ues Nawawi. (shy)

Kabar6-Adanya penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang berharap tidak terjadi multi tafsir.

“Tentu harus waspada mau dibawa kemana arah aturan ini. Karena kita khawatir dalam aturan tersebut terdapat pasal pasal yang muti tafsir dan dikhawatirkan pada nanti berganti rezim penafsiran tersebut akan dimanfaatkan parpol (partai politik) untuk menggusir lawan politiknya,” terang Ketua MUI Kabupaten Tangerang, Ues Nawawi, Rabu (19/7/2017).**Baca Juga: Ada Orang Kondisi Terikat Dibuang di Citra Raya

Kendati demikian, pihaknya mendukung apapun yang menjadi keputusan Pemerintah Pusat untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kita berpikiran baik saja dan apabila tujuan baik tentu kami setuju. Namun, harus betul betul dikaji supaya tidak ada multi  tafsir,” ujar Ues.

Diketahui, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.  (Shy)




Pungutan Liar Masih Marak di Sekolah

Budi Usman. (Dok K6)

Kabar6-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Permendikbud itu terbit untuk merevitalisasi peran dan fungsi komite sekolah agar dapat menerapkan prinsip gotong royong, demokrasi, mandiri, profesional, dan akuntabel.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, Permendikbud yang ditetapkan pada 30 Desember 2016 itu bertujuan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan oleh satuan pendidikan.**Baca Juga: Soal PPDB, Kota Tangerang Tunggu Respon Mendikbud

“Jadi, masyarakat dapat ikut serta bergotong royong memajukan pendidikan di sekolah secara demokratis dan akuntabel. Nantinya masyarakat dapat membedakan mana saja yang tergolong sumbangan dan bantuan melalui komite sekolah, pungutan pungutan pendidikan yang sah oleh sekolah dan pungutan liar oleh oknum,” kata Muhadjir di Kantor Kemendikbud, Jakarta (16/1/ 2017).

Lembaga Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH)  dan ICW menemukan masih adanya praktik pungutan liar di beberapa sekolah Negeri di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Orangtua siswa masih diminta membayar untuk beberapa hal, seperti saat seleksi masuk, membeli buku paket pelajaran sekolah, lembar kerja siswa, hingga untuk studi banding atau tour. Divisi Riset TRUTH, Oki Anda, Rabu (22/3/2017), menyebutkan, penelitian dilakukan di 15 sekolah dengan pembagian lima SD, lima SMP, dan lima SMA/SMK di  Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Total ada 40 narasumber yang diwawancarai dalam penelitian tersebut.**Baca Juga: Diduga Oknum Guru Terlibat Percaloan di PPDB Kota Tangerang

Hasilnya, hampir di setiap sekolah ditemukan adanya pungutan yang dilakukan sekolah. Padahal, hal itu telah ditanggung dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) lewat APBN dan BOSDA (APBD). Komponen yang paling besar yaitu pembelian buku paket, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Selain itu, ada juga komponen lain, seperti pembangunan/renovasi sekolah, perpisahan sekolah, dan daftar ulang. Ada juga pungutan yang dibebankan kepada orangtua siswa yang tidak ditanggung oleh BOS ataupun BOSDA. Dalam hal ini,  seharusnya sekolah tidak boleh mewajibkan. Beberapa hal, seperti seragam sekolah, kegiatan kurban, studi banding, buku tahunan siswa, tes kecerdasan, dan peringatan hari besar, juga dibebankan kepada orangtua.

Penyelenggaraan pendidikan gratis untuk jenjang pendidikan dasar secara jelas dan tegas diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, serta Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbagai perangkat peraturan yang spesifik mengatur tentang jenis-jenis larangan pungutan pun telah diterbitkan.

Di sisi lain Pemerintah telah menggulirkan dana BOS dengan tujuan khusus untuk membebaskan pungutan bagi seluruh siswa jenjang pendidikan dasar (kecuali rintisan sekolah bertaraf internasional dan sekolah bertaraf internasional). Dan Sejak Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP mencapai 98,2 persen pada tahun 2010, Pemerintah juga menggulirkan dana BOS untuk SMA. Namun, terlepas dari problematika yang dialami sekolah, masih tetap saja ada sekolah melakukan pungutan-pungutan dengan berbagai dalih dan ketidaktahuan batasan atas larangan yang dimaksud dalam aturan.

Pada tulisan ini Saya akan memaparkan dimensi hukum tentang pungutan dan sumbangan, pengadaan pakaian seragam serta pengadaan buku teks pelajaran bagi sekolah pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah serta sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat bantuan dana dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada tahun ajaran berjalan.

Pungutan dan sumbangan, pungutan dan sumbangan memiliki definisi yang berbeda.

Pasal 1 ayat (2) Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar menyebutkan bahwa Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.

Sedangkan sumbangan dijelaskan pada ayat (3), sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.

Sekolah yang diselenggarakan pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang mengambil pungutan bagi biaya satuan pendidikan, hal itu secara tegas diatur dalam Pasal 9 Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012. Bahkan sekolahsekolah yang dimungkinkan melakukan pungutan seperti sekolah dikembangkan/dirintis bertaraf internasional, sekolah yang diselenggarakan masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tetap tidak diperbolehkan melakukan pungutan kepada peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis, dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar/kelulusan peserta didik serta pungutan tersebut tidak diperbolehkan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan lainnya.

Yang dapat dilakukan oleh sekolah yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah hanya menerima sumbangan yang digunakan untuk memenuhi kekurangan biaya satuan pendidikan. Dan dimensi sumbangan dalam Permendikbud 44 Tahun 2012 adalah bersifat sukarela (tidak wajib), tidak memaksa, tidak mengikat dan jumlah maupun jangka waktunya tidak ditentukan oleh pihak sekolah, komite sekolah atau lembaga lain pemangku kepentingan satuan pendidikan.

 Artinya bentuk-bentuk pungutan semacam uang komite dan uang pembangunan yang ditentukan jumlah dan jangka waktu pembayarannya tidak boleh dilakukan. Dan penting juga untuk dipahami bersama, pembangunan fisik semisal ruang kelas, rumah ibadah dan kendaraan operasional yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah bukanlah tanggung jawab peserta didik atau orang tua/walinya untuk merealisasikannya.

 Kepentingan tersebut merupakan kewajiban Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Sehingga realisasi pembangunan fisik penunjang penyelenggaraan kegiatan belajar tersebut harus diupayakan pihak sekolah dengan mengusulkan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan. Bila anggaran daerah memang tidak memungkinkan merealisasikan pembangunan dalam jangka waktu yang singkat sedangkan kebutuhan sekolah mendesak, pihak sekolah dapat mewacanakan kebutuhan tersebut kepada orang tua/wali peserta didik melalui komite sekolah.

 Dan tetap yang boleh dilakukan adalah sumbangan bukan pungutan. Dimensi hukum pungutan dan sumbangan ini dalam hal memenuhi kekurangan biaya satuan pendidikan, sehingga pungutan-pungutan lain seperti uang titipan, uang kenang-kenangan jelas merupakan perbuatan melawan hukum.

Pakaian seragam secara hukum tidak dapat diwajibkan oleh pihak sekolah kepada peserta didik dan/atau orang tua/walinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 181 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Pengadaan seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua atau wali peserta didik.

Larangan mewajibkan pakaian seragam ini tidak hanya untuk jenis pakaian seragam nasional, tapi juga pakaian seragam khas sekolah. Pengadaan pakaian seragam khas sekolah dapat dilakukan ketika jenis dan model pakaian tersebut telah diumumkan secara terbuka kepada peserta didik dan/atau orang tua/walinya. Sehingga wali peserta didik yang telah mendapatkan informasi tentang jenis dan model pakaian seragam khas sekolah memiliki pertimbangan apakah mengusahakan sendiri atau membeli/menjahit melalui tawaran dari pihak sekolah dan/atau pihak terkait sekolah.

Karena pengadaan seragam khas sekolah, seperti pakaian seragam olahraga dan seragam praktik merupakan bentuk fasilitasi dan kemudahan serta alternatif pilihan kepada peserta didik dan/atau wali peserta didik. Artinya pengadaan pakaian seragam khas sekolah merupakan bentuk fasilitasi dan alternatif, bukan kewajiban yang ditetapkan oleh pihak sekolah kepada peserta didik dan/atau wali peserta didik. Dan penting juga dipahami, tawaran menjahit sendiri atau membeli melalui sekolah tidak berlaku bagi peserta didik yang mendapatkan pakaian seragam bekas (layak pakai) yang diperoleh dari peserta didik yang telah tamat asalkan sesuai dengan jenis dan model yang ditetapkan pihak sekolah.

Buku pelajaran, aturan teknis tentang buku sekolah diatur dalam Permendikbud RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku. Peraturan tersebut merincikan tentang kriteria buku teks pelajaan, buku panduan bagi pendidik, buku pengayaan dan buku referensi yang diperbolehkan bagi sekolah. Mengenai pengadaan atau pembelian buku diatur dalam Pasal 7, bahwa pendidik/guru dapat menganjurkan bukan mewajibkan kepada peserta didik yang mampu secara ekonomi untuk memiliki buku.

Untuk memiliki buku bagi yang mampu dan bersedia (atas keinginan sendiri bukan paksaan dari pendidik), peserta didik atau orang tua/walinya membeli langsung kepada pengecer. Artinya tidak diperbolehkan transaksi jual-beli buku dilakukan oleh pendidik/guru secara langsung ataupun tidak langsung.

Secara tidak langsung maksudnya pendidik/guru mengarahkan pembelian buku di toko buku tertentu atau toko usaha fotokopi atau kepada seseorang yang telah memegang absensi siswa guna menandai siswa yang membeli atau tidak membeli buku. Arahan untuk membeli di toko tertentu atau kepada seseorang yang ternyata memiliki data absensi nama siswa patut diduga merupakan modus bagi pendidik/guru menjual buku secara tidak langsung kepada siswa.

 Yang paling penting untuk dipahami bahwa Pasal 7 ayat (4) Permendikbud Nomor 2 Tahun 2008 mewajibkan sekolah menyediakan buku teks di perpustakaan dan pendidik/guru menganjurkan kepada seluruh peserta didik untuk meminjam buku teks pelajaran diperpustakaan sekolah. Karena dana BOS salah satu peruntukannya adalah pengadaan buku teks pelajaran.

Kalaupun dana BOS tidak memungkinkan mengadakan buku teks pelajaran sejumlah peserta didik atau bantuan buku teks pelajaran dari Kementerian Pendidikan belum disalurkan, tidak ada alasan bagi sekolah untuk mewajibkan peserta didik untuk membeli buku. Mewajibkan peserta didik membeli buku merupakan perbuatan melanggar hukum bagi sekolah dan pendidik/guru khususnya.

Pihak sekolah yang meyakini bahwa metode pembelajaran dewasa ini lebih efektif bila peserta didik memiliki buku seperti pegangan pendidik. Maka seharusnya pihak sekolah dengan dana BOS mengutamakan mengadakan buku di perpustakaan atau memfotokopi buku teks pelajaran yang hak ciptanya dimiliki oleh Kementerian Pendidikan dan memang secara aturan diperkenankan untuk digandakan (agar tidak melanggar UU Hak Cipta).

Untuk mewujudkan fungsi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memang perlu komitmen bersama pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Anggaran pendidikan 20 persen sebagaimana amanah dalam Pasal 31 UUD 1945 wajib dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan harus rutin melakukan evaluasi kebutuhan sekolah yang dinaunginya agar dapat menentukan program prioritas bersumber dari anggaran pendidikan daerah. Elemen masyarakat yang mampu secara ekonomi diharapkan berpartisipasi maksimal untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di daerahnya atau minimal di sekolah tempat anaknya menempuh pendidikan.

Hak-hak pendidik/guru semisal tunjangan sertifikasi yang sering telat pembayarannya agar juga menjadi perhatian serius pemerintah daerah untuk menyelesaikannya. Apabila keterlambatan pembayaran sertifikasi tersebut bersumber dari Pemerintah Pusat, harus “dikejar” agar menemukan solusi, tapi bila kesalahan tersebut bersumber dari kelalaian Dinas terkait, ambil tindakan tegas untuk menyelesaikannya.

Bila perlu beri sanksi pemecatan bagi para birokrat yang ternyata ditemukan bukti sengaja tunjangan sertifikasi dibayarkan telat untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi. Lembaga pendidikan bukanlah lembaga profit untuk mendapatkan keuntungan materi, semoga pelayanan pendidikan di Negara  tercinta dapat berjalan dengan baik dan sejalan dengan aturan yang berlaku. (**)

Tulisan Ini dikirim oleh Ketua Komite SMAN  12 Kabupaten Tangerang
Budi Usman




Program Perubahan Desa Jadi Kelurahan Bakal Dihapus

Sekda Iskandar Mirsad didampingi Ketua MUI Kab. Tangerang Ues Nawawi.(foto:shy)

Kabar6-Program Pemerintah Kabupaten Tangerang terkait perubahan status desa menjadi kelurahan terpaksa dihapus. Hal tersebut karena para warga enggan mengubah status desa menjadi kelurahan dengan alasan besarnya anggaran dana desa.

“Program itu sudah dihapus dan memang sebelumnya ada pada RPJMD kita di tahun 2013. Seharusnya sudah terealisasi tahun ini, namun salahsatu syarat pengubahan status desa menjadi kelurahan harus persetujuan masyarakat, tapi karena mereka enggan ya tidak bisa terlaksana,” terang Sekertaris Daerah Kabupaten Tangerang, Iskandar Mirsad, Rabu (19/7/2017).

”Hal itu untuk membangun desa, karena pada era sebelumnya anggaran desa minim, tapi saat ini sudah ada anggaran khusus desa dengan jumlah cukup besar. Jadi, itu juga alasan mereka tidak ingin mengubah status menjadi kelurahan, karena anggaran kelurahan masih dari daerah,” ungkapnya.

Diketahui, kurang lebih 40 desa yang menolak adanya perubahan status tersebut. (Shy)

 




Ada Orang Kondisi Terikat Dibuang di Citra Raya

Kondisi korban yang dianiaya.(foto:ist)

Kabar6-Sugiarto, warga asal Jambi ditemukan dengan kondisi terikat dan babak belur di kawasan Bundaran 5 Pusat Perbelanjaan Citra Raya, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang.

Pria berumur 37 tahun tersebut ditemukan tak berdaya oleh warga sekitar saat melalui kawasan tersebut pada pukul 21.00 WIB. Kondisi korban pun dipenuhi luka memar dengan tangan, kaki dan seluruh badan terikat tali rafia berwarna kuning.

“Betul ada penemuan korban yang diduga dianiaya oleh sekelompok orang setelah itu, diletakkan begitu saja di kawasan Citra Raya. Saat ditemukan, korban memiliki beberapa luka memar di bagian wajah dan kondisi badan terikat seluruhnya,” ungkap Kapolsek Panongan, AKP Trisno Tahan Uji, Rabu (19/7/2017).

Aparat kepolisian melarikan Sugiarto ke rumah sakit Tangerang.”Sudah kita bawa kerumah sakit karena, luka memar yang dideritanya serta, mengecek kondisi korban, karena saat ditemukan kondisinya pingsan,” ujarnya.

Saat ini, pihaknya pun masih melakukan penyelidikan terkait pelaku dan  penganiayaan tersebut. (Shy)




Tabung Gas Balon Udara Meledak di Depan SD Bina Insani

Lokasi meledaknya tabung gas balon udara.(tia)

Kabar6-Sebuah tabung gas pengisi balon udara yang disimpan diatas motor meledak di depan Sekolah Dasar Bina Insani, Jalan H. Mansur Nomor 3, Kelurahan Nerogtog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.

Kapolsek Cipondoh, Kompol Bayu Suseno saat dikonfirmasi kabar6.com membenarkan adanya kejadian tersebut.

“Ya, benar ada tabung gas pengisi balon udara meledak di depan SD Bina Insani. Korban yang diduga sebagai pedagang balon gas, terluka dan kini sudah dibawa ke RS Husada Insani dan RS Mulya,” ujar Bayu, Rabu (19/7/2017).

Saat ditanya lebih lanjut mengenai kronologis kejadian, dan identitas korban, Bayu mengaku masih dalam proses pendataan.**Baca juga: Tiga Calo PPDB di Tangerang Dibekuk Polisi.

“Sebentar ya, masih dalam pendataan. Petugas masih di lapangan,” singkatnya.**Baca juga: Soal PPDB, Kota Tangerang Tunggu Respon Mendikbud.

Informasi yang berhasil dihimpun kabar6.com, ledakan tersebut mengakibatkan seorang pria yang belum diketahui identitasnya mengalami luka parah dan beberapa siswa SD pun menjadi korban.(tia)




Soal PPDB, Kota Tangerang Tunggu Respon Mendikbud

Kepala Dindik Kota Tangerang, Abduh Surahman (tia)

Kabar6-Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Tangerang hingga kini masih menungu respon dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, ihwal usulan perbaikan aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Tangerang.

Ya, sebelumnya, Dindik Kota Tangerang telah mengirimkan surat permohonan untuk mengurangi persentase faktor zonasi dalam PPDB tahun depan.

“Kami sudah bersurat, tapi belum ada tanggapan dari Mendikbud. Isinya kami meminta persentase zonasi dikurangi dari 90 persen, menjadi 40 sampai 60 persen saja,” ujar Kepala Dindik Kota Tangerang, Abduh Surahman saat ditemui kabar6.com, Rabu (19/7/2017).

Menurutnya, dengan penetapan persentase zonasi sebesar 40 hingga 60 persen dapat lebih memgakomodir lingkungan dengan efektif.**Baca juga: Calo PPDB di Tangerang Ngaku Anggota LSM dan Wartawan.

“Ini kami usulkan untuk PPDB 2018, sehingga mengakomodir nggak besar, cukup di tingkat RT dan RW saja,” jelasnya.**Baca juga: Diduga Oknum Guru Terlibat Percaloan di PPDB Kota Tangerang.

Untuk diketahui, sejumlah warga Kota Tangerang memprotes adanya faktor zonasi yang mencapai 90 persen dalam PPDB 2017. Akibatnya, tak sedikit para calon siswa yang tidak bisa diterima di sekolah negeri favorit lantaran tidak termasuk dalam zonasi sekolah tersebut.(tia)




Sambut HUT RI, WBP Rutan Jambe Gelar Aneka Lomba

Rutan Jambe Tangerang.(dok)

Kabar6-Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1 Tangerang hari ini, Selasa (18/7/2017) menggelar lomba antar Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Sedianya, aneka lomba yang akan dihelat selama tiga hari itu guna menyambut HUT RI ke 73.

Kepala Pelayanan Tahanan Rutan Klas 1 Tangerang, Ratri mengatakan, kegiatan ini bertujuan membangun jiwa nasionalis para penghuni rutan dan merayakan kemerdekaan yang diberikan para pejuang kepada rakyat Indonesia.

“Kegiatan ini juga merupakan sarana mempererat silaturahmi antar sesama WBP juga pegawai rutan,” terang Ratri.

Nantinya, kata Ratri, para WBP akan mengikuti berbagai jenis perlombaan mulai dari gerobak sodor, sepeda diatas air, futsal, hingga panjang pinang.**Baca juga: Keren! Badinski Tiap Hari Naik Pesawat ke Tempat Kerja.

“Puncaknya acara pada tanggal 17 Agustus dan rencananya event lomba akan digelar selama tiga minggu berturut-turut,” ungkap Ratri.**Baca juga: Usai Lebaran, Walikota Tangerang Instruksikan Operasi Yustisi.

Diketahui, Rutan Klas 1 Tangerang yang berlokasi diDesa Taban, kecamatan Jambe, Kabupaten Tangerang ini dihuni oleh 1.300 WBP. Dimana hampir 70 persennya merupakan narapidana kasus narkoba.(agm)




Usai Lebaran, Walikota Tangerang Instruksikan Operasi Yustisi

Walikota Tangerang, Arief Wismansyah.(hms)

Kabar6-Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah meminta Camat dan Lurah diwilayahnya untuk menggelar operasi yustisi.

Operasi yustisi bertujuan untuk mengantisipasi penduduk atau pendatang yang tidak jelas, serta mendata kualifikasi pendidikan maupun kompetensi para pendatang, pasca lebaran IDul Fitri 1438 Hijriah.

Hal ini disampaikan langsung oleh Walikota Arief saat menghadiri acara Halal Bihalal di Masjid Ar- Royan Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, Senin (17/7/2017) malam.

Menurut Arief, operasi yustisi ini sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah penduduk yang tidak memiliki KTP Kota Tangerang. “Operasi yustisi ini juga untuk mencegah adanya penduduk yang tidak jelas di masing masing wilayah,” kata Arief R Wismansyah.

Dalam kesempatan itu, Walikota juga meminta kepada para ulama yang juga hadir untuk bisa menjadi pendorong peran aktif masyarakat dalam mewujudkan Kota Tangerang yang Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghofur (sebuah negeri yang subur dan makmur, adil dan aman).

“Membina masyarakat Kota Tangerang supaya bisa menjalankan Islam yang rahmatan lil alamiinn,” tuturnya.

“Islam sebagai mayoritas di Kota Tangerang harus mampu mengaktualisasikan diri mendorong nilai-nilai Islam yang ada benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari,” terangnya.**Baca juga:8 Pegawai Dishub Kota Tangerang Dipecat.

Sementara, terkait instruksi Walikota tentang Operasi Yustisi, Camat Cibodas, Gunawan mengungkapkan, jika dari enam kelurahan yang ada di Kecamatan Cibodas, sudah tiga kelurahan yang melakukan operasi yustisi pascalebaran.**Baca juga: Curi Dump Truck, 2 ABG Mabuk Dibekuk Polisi.

“Operasi yustisi ini dilakukan dalam kurun waktu 2 hari sekali. Dan, untuk tiga kelurahan lagi akan dilakukan secara bertahap,” pungkas Gunawan seraya menambahkan jumlah penduduk di Kecamatan Cibodas sekitar 139.000 jiwa yang terdiri dari 474 RT, dan 91 RW.(hms/BL)




Copet ‘Kerja’ di Job Fair Tangerang 2017, Ketangkap

DJ (28) dan BP (32) ngerjain orang yang lagi cari kerja.(foto:tia)

Kabar6-Dua orang pencopet dibekuk Tim Resmob Polsek Tangerang saat sedang melakukan aksinya di dalam acara Job Fair Kota Tangerang 2017 di Metropolis Townsquare, Jalan Hartono Raya, Kota Tangerang.

Kapolsek Tangerang, Kompol Ewo Samono mengatakan, kedua pelaku yang berinisial DJ (28) dan BP (32) menyamar menjadi salah satu pencari kerja (pencaker) dan ikut berdesakan di tengah Job Fair sekitar pukul 13.30 WIB.**baca juga:Job Fair 2017, Pencaker di Kota Tangerang Diprioritaskan

“Ya, saat ditengah keramaian tersebut DJ mengambil handphone salah seorang pencaker yang disimpan dalam saku jaketnya,” ujar Ewo kepada kabar6.com, Selasa (18/7/2017).

Setelah berhasil mendapatkan handphone, DJ menyerahkannya kepada BP untuk mengelabui korban. “Petugas kami yang sedang berjaga disekitar lokasi mengetahui hal tersebut langsung menangkap DJ dan BP. Keduanya pun mengakui aksi pencurian yang dilakukannya itu,” lanjutnya.**baca juga:Kadisnaker: Besok Sudah Ada Posko Kesehatan di Job Fair.

Dari tangan pelaku, polisi mengamankan tiga unit handphone, salah satunya merupakan handphone milik korban.Kini, kedua pelaku beserta barang bukti pun dibawa ke Mapolsek Tangerang guna penyidikan lebih lanjut. (tia)