oleh

Berdebat Sidang Itsbat

image_pdfimage_print

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Thomas Djamaluddin sudah melansir perhitungannya berdasarkan metode astronomi, bahwa 1 Ramadhan 1438 Hijriah atau 2017 Masehi jatuh pada tanggal 27 Mei 2017, dan hilal atau bulan baru (sabit) awal Ramadan cukup jelas terlihat di Indonesia. 

Posisi hilal, lanjutnya pria yang meraih gelar doktor di Department of Astronomy, Kyoto University, Jepang ini, sudah cukup tinggi di Indonesia, di atas 7 derajat, elongasi (sudut antara bulan dan matahari-red) lebih dari 6,4 derajat, jadi ada potensi untuk bisa di-rukyat (aktivitas mengamati visibilitas hilal) lebih mudah.

Lalu Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga telah menetapkan berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, hasilnya sama dengan hasil yang didapat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Dan ramadhan kali ini akan genap 30 hari.

Lembaga ilmiah sudah menetapkan, organiasi agama terbesar di Indonesia juga sudah menetapkan, sementara Kementerian Agama baru akan menggelar Sidang Itsbat untuk menetapkan awal Ramadan Jumat, 26 Mei 2017. 

Karena itu Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengusulkan tak perlu lagi lah digelar sidang itsbat itu, apalagi anggaran yang dihabiskan cukup besar. Alasannya, posisi hilal sudah delapan derajat, sudah pasti bisa dilihat, tidak usah Itsbat. Kementerian Agama tinggal minta laporan perwakilan di daerah dan dari ormas, beres. 

Pada zaman Rasulullah SAW saja, ketika ada seseorang yang melaporkan sudah melihat hilal, maka Rasulullah SAW akan langsung mengambil sumpah atas dasar kesaksian tersebut dan memerintahkan kaum Muslimin untuk melaksanakan puasa Ramadhan. Dalam tuntunan Rasulullah SAW, siapapun yang melihat hilal dan setelah disumpah kesaksiannya, maka yang lain tinggal mengikuti. Jadi tak penting saksi harus banyak, harus sidang ormas-ormas besar dan harus pula dihadiri oleh orang-orang penting.

Di Arab Saudi saja untuk menyatakan ramadhan dimulai, seperti yang dilansir dari Arabnews, cukup Mahkamah Agung Arab Saudi mengumumkan siapapun yang melihat bulan sabit dengan teropong maupun mata telanjang, harus segera melaporkannya ke pengadilan terdekat dan mendaftarkan kesaksiannya. Orang yang melihat bulan sabit bisa juga melaporkan kesaksiannya ke otoritas pusat wilayah dan memberitahu dimana ia melihat bulan sabit tersebut.

Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA, pakar syariah pada Universitas Islam Eropa, Rotterdam, mengatakan, Menteri Agama harus berhenti menghamburkan uang APBN menggelar sidang itsbat yang tidak ada pengaruhnya dengan penentuan awal Ramadan. Bertahun-tahun sudah kebiasaan buruk semacam ini dilakukan.

Pendapat-pendapat diatas memang tidak bisa diabaikan begitu saja, apalagi mereka-mereka yang mendebat sidang itsbat adalah orang-orang yang berkompeten dan punya kapasitas dalm masalah ini.

Logikanya, di zaman yang sudah serba canggih dan modern, untuk menentukan awal ramadhan, memang cukup tugaskan saja misalnya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Observatorium Bosscha untuk melaksanakannya dibawah sumpah, dan pertanggungjawabannya pada Mahkamah Agung seperti yang dilakukan Arab Saudi. Kemudian umumkan di media.

Tapi kalau Kementerian Agama memang masih mau terus menggelar sidang itsbat, berarti sidang itsbat masih jadi ajang berdebat. (zoelfauzilubis@yahoo.co.id)

 

Print Friendly, PDF & Email