oleh

Bawaslu Takut Laksanakan Tupoksi Awasi Pilkada

image_pdfimage_print

Kabar6-Bawaslu mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait regulasi dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Belum adanya kepastian hukum terhadap kedudukan Bawaslu tingkat kota/kabupaten membuat lembaga ini cemas dalam menjalakan tugas pokok dan fungsinya.

“Kami sangat takut untuk menjalankan tugas sebagai pengawas di Pilkada Tangsel kali ini. Karena belum adanya aturan hukum yang jelas,” kata Ketua Bawaslu Tangsel, Muhamad Acep, (Kamis, 3/10/2019).

Ia menjelaskan, saat ini pihaknya hanya diperbolehkan melakukan tandatangan Naskah Hibah Perjanjian Daerah (NHPD) untuk anggaran Pilkada 2020 mendatang.

“Terakhir kami mendapatkan surat diperbolehkan untuk tandatangan NHPD, tapi kan nantinya kami juga takut untuk pelaksanaan anggarannya,” jelas Acep.

Dirinya bahkan memastikan, kalau Bawaslu Tangsel tidak akan berani menggunakan anggaran Pilkada yang bersumber dari hibah Pemkot Tangsel, sampai adanya aturan jelas terkait dengan kedudukan Bawaslu kota/kabupaten di Pilkada serentak 2020 jelas secara hukum.

“Kami belum berani menggunakan anggarannya, karena sangat rawan dan rentan melawan aturan. Artinya sangat rentan digugat kedudukan kami nantinya ketika menggunakan anggaran tanpa ada regulasi baru terkait kedudukan Bawaslu di Pilkada serentak 2020,” kata dia.

Sampai saat ini pihaknya masih menunggu adanya aturan atau penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk Bawaslu dalam melaksanakan Pilkada Serentak 2020.

“Jadi kami berharap adanya Perppu. Tapi kami yang dibawah tetap menyerahkan sepenuhnya kepada Bawaslu RI, dan kami ikuti nanti apa pun aturannya,” ujarnya.

Sebelumnya, kedudukan Bawaslu dalam UU Pilkada yang hanya disebut sebagai panitia pengawas kabupaten/kota yang bersifat sementara atau ad-hoc.

Acep menilai, ketentuan itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebut Bawaslu sebagai badan tetap. Sehingga banyak pihak yang beranggapan jika lembaga pengawas yang ada saat ini masih menggunakan nama Bawaslu dan bersetatus lembaga tetap, maka sudah jelas melanggar Undang-undang Pilkada.

Dalam Undang-undang Pilkada tersebut, tepatnya pada Pasal 1 angka 17, disebutkan Panitia Pengawas Pemilihan kabupaten/kota yang selanjutnya disebut Panwas adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu tingkat Provinsi.

**Baca juga: Pilwalkot Tangsel, Dana Hibah Rp60 Miliar Belum Termasuk PSU.

Sehingga dalam aturan itu jelas disebutkan, bahwa dalam pelaksanaan Pilakda lembaga pengawas yang dikenal ialah Panwas yang dibentuk berdasarkan kebutuhan penylenggaran Pilakda dan pembentukanya pun dilakukan satu bulan sebelum tahapan Pilakda dimulai, dan dibubarkan setelah Pilkada selesai.

Sementara, Bawaslu kabupaten/kota adalah lembaga tetap yang masa jabatannya periodik lima tahunan.(yud)

Print Friendly, PDF & Email