oleh

Antara Jumaenah, Cabai Oplosan dan Wacana Kenaikan BBM

image_pdfimage_print

Kabar6-Hari sudah beranjak siang. Namun, aktivitas di Pasar Cikupa, Kabupaten Tangerang, tampak tetap menggeliat. Sengatan terik sang surya yang berada tepat diatas ubun-ubun kepala, bahkan tak mengendurkan semangat pedagang untuk terus menjajakan barang dagangannya.

Di sudut kawasan Pasar Cikupa, seorang wanita renta tampak asik mengutak-atik tumpukan cabai merah dilapaknya. Memisahkan yang masih segar, dengan yang mulai membusuk atau mengering.

Dia adalah Jumaenah (62), pedagang cabai yang sudah bertahun-tahun mangkal dilokasi itu. Tangan keriputnya tampak begitu cekatan mencomot dan melemparkan cabai dari tempat satu ke tempat lainnya.

Ya, sejak beberapa pekan terakhir, Jumaenah lebih banyak berjualan cabai oplosan ketimbang cabai segar atau kualitas baik.

Itu karena harga cabai yang terus meroket, terdongkarak oleh wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bakal diberlakukan pemerintah.

Cabai oplosan dimaksud adalah, cabai kualitas baik yang dicampur dengan cabai kualitas buruk (mulai membusuk dan mengering), dan djual dengan harga 50 persen lebih murah dibandingkan harga cabai kualitas baik.

“Ya cabaikan gak tahan lama. Jadi, kita harus bisa mensiasatinya agar tidak merugi besar. Makanya, kita oplos cabai kualitas baik dengan cabai kualitas jelek,” ujar Jumaenah, saat disambangi Kabar6.com di lapaknya, Senin (10/11/2014).

Menurutnya, cabai oplosan cukup laku, karena harganya jauh lebih murah. Cuma Rp. 29 ribu per KG. Sedangkan cabai merah kualitas baik kini sudah tembus di angka Rp. 60 ribu per KG.

Umumnya, pembeli cabai oplosan ini adalah pedagang rumah makan, seperti Warung Padang dan Warung Tegal.

“Selain pengelola rumah makan, ada juga sih pedagang kecil rumahan yang membelinya,” kata Jumaenah sembari tak lupa menawarkan dagangannya kepada Kabar6.com.

Wanita gaek ini mengaku, bila dirinya harus ekstra cepat merespon dan mensiasati keadaan pasar, bila tidak ingin merugi dalam berdagang. Terlebih, barang yang dijualnya adalah barang yang rentan busuk.

“Yah mau gimana lagi. Harus pinter-pinterlah. Jaman begini mah, semuanya harus serba dioplos. Kalau enggak, ya gak laku. Orang gak cuma lihat kualitas barangnya. Tapi juga harganya,” ujarnya polos.

Meski demikian, Jumaenah juga tidak mau disebut bohong dalam berdagang. Karena, cabai oplosan yang dijualnya dipampang jelas dan bisa dilihat langsung oleh pembeli.

“Walaupun cabai ini sebagian busuk dan kering, tapi tetap bisa diolah jadi sambal. Asal ngolahnya bener, gak perlu takut sakit perut,” ujarnya lagi.

Pantauan di Pasar Cikupa, selain cabai merah, lonjakan dahsyat juga terjadi pada harga cabai rawit. Bila dua pekan lalu harga cabai rawit berada di angka Rp. 30  ribu per KG, kini harganya sudah melonjak hingga Rp. 65 Ribu per KG. **Baca juga: Ini Yang Bikin Rano Karno Sedih Saat Hari Pahlawan.

Kenaikan harga cabai ini mulai terjadi sejak wacana kenaikan harga BBM mencuat ketengah masyarakat. Anehnya, meski hingga kini BBM belum juga naik, justru sebaliknya, harga cabai yang tak kunjung turun.(shy)

 

Print Friendly, PDF & Email